Merasa Jadi Korban Quiet Firing? Ini 5 Langkah yang Bisa Kamu Lakukan

Sumber rujukan:
https://www.themuse.com/advice/quiet-firing
https://www.gallup.com/workplace/404996/quiet-firing-stop-doing.aspx
Apakah kamu merasa kariermu mandek, tidak lagi dilibatkan dalam proyek penting, atau diabaikan oleh atasan? Mungkin kamu sedang mengalami quiet firing, sebuah situasi frustrasi di mana atasan seolah "mengusirmu" secara perlahan tanpa pernah mengatakannya langsung. Namun, berada dalam posisi ini bukan berarti kamu tidak punya pilihan untuk melawan.
Quiet firing adalah taktik di mana atasan secara sengaja menciptakan lingkungan kerja yang tidak suportif untuk mendorong seorang karyawan agar mengundurkan diri. Dilansir Gallup, ini adalah bentuk kelalaian manajerial dalam memberikan dukungan, pembinaan, dan pengembangan karier. Jika kamu merasa ini terjadi padamu, ada beberapa langkah proaktif yang bisa diambil untuk mengambil kembali kendali atas situasimu.
1. Evaluasi situasi dan dokumentasikan setiap kejadian

Langkah pertama adalah mengidentifikasi tanda-tanda yang ada secara objektif. Perhatikan apakah kamu secara konsisten dikecualikan dari rapat penting, tidak lagi menerima umpan balik, atau peluang pengembanganmu sengaja ditahan. Penting untuk membedakan antara satu atau dua kejadian terisolasi dengan pola perilaku yang berkelanjutan.
Jika kamu yakin ada sebuah pola, mulailah mendokumentasikan setiap insiden secara detail. Catat tanggal, waktu, apa yang terjadi, dan siapa saja yang terlibat dalam setiap perlakuan yang kamu anggap sebagai bagian dari quiet firing. Catatan ini akan menjadi bukti yang sangat berharga jika kamu perlu membawa masalah ini ke jenjang yang lebih tinggi, seperti ke departemen SDM.
2. Ambil inisiatif untuk membuka jalur komunikasi

Jangan menunggu atasanmu memulai percakapan, karena dalam kasus quiet firing, hal itu mungkin tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya, kamulah yang harus proaktif mengajak manajermu untuk melakukan diskusi empat mata atau one-on-one. Minta waktu khusus untuk membahas kinerjamu, kontribusimu, dan bagaimana kamu bisa lebih mendukung tujuan tim.
Dalam percakapan tersebut, posisikan dirimu sebagai karyawan yang ingin bertumbuh dan selaras dengan harapan perusahaan. Dilansir Gallup, karyawan yang memiliki setidaknya satu percakapan bermakna setiap minggu dengan manajer mereka hampir empat kali lebih mungkin untuk terlibat dalam pekerjaan. Dengan membuka dialog, kamu menunjukkan niat baik dan secara tidak langsung "memaksa" manajer untuk memberikan kejelasan.
3. Minta kejelasan ekspektasi dan target kerjamu

Salah satu taktik umum dalam quiet firing adalah menetapkan ekspektasi yang ambigu atau tujuan yang tidak jelas, membuat karyawan sulit untuk berhasil. Oleh karena itu, gunakan sesi diskusimu untuk meminta kejelasan secara spesifik mengenai apa yang diharapkan darimu. Tanyakan apa metrik keberhasilan untuk posisimu dan apa prioritas utamamu untuk kuartal ini.
Selain meminta, libatkan juga dirimu secara aktif dalam proses penetapan tujuan. Dilansir Gallup, tujuan menjadi lebih bermakna ketika karyawan merasa memiliki andil dalam menentukannya. Usulkan target-target yang menurutmu menantang namun tetap bisa dicapai, yang sejalan dengan tujuan besar tim dan perusahaan.
4. Tunjukkan minatmu untuk berkembang secara profesional

Jika atasan menahan peluang pengembangan, jangan hanya diam dan menerima keadaan. Sampaikan secara eksplisit aspirasi kariermu dan tanyakan tentang kemungkinan untuk mengikuti pelatihan, mendapatkan bimbingan, atau terlibat dalam proyek baru. Tindakan ini mengirimkan sinyal kuat bahwa kamu berkomitmen pada peranmu dan ingin maju bersama perusahaan.
Kamu juga bisa selangkah lebih maju dengan menyusun rencana pengembangan individumu sendiri. Lakukan riset mengenai kursus atau sertifikasi yang relevan, lalu ajukan proposal tersebut kepada manajermu. Dilansir Gallup, karyawan perlu memiliki jalur karier yang bisa mereka ambil kepemilikannya melalui kerja keras dan akuntabilitas.
5. Pahami hak-hakmu dan pertimbangkan langkah selanjutnya

Jika semua upaya komunikasi dan proaktifmu tidak membuahkan hasil, ini saatnya untuk mempertimbangkan langkah yang lebih serius. Dilansir The Muse, quiet firing secara hukum berada di wilayah abu-abu, namun bisa menjadi ilegal jika melanggar aturan tertentu. Jika tindakan tersebut menargetkanmu karena karakteristik yang dilindungi (seperti ras, gender, atau disabilitas) atau sebagai balasan atas laporan pelanggaran (whistleblowing), ini bisa dikategorikan sebagai constructive dismissal atau pelecehan di tempat kerja.
Bekali dirimu dengan dokumentasi yang sudah kamu kumpulkan dan jangan ragu untuk berkonsultasi dengan departemen SDM (HR). Jelaskan situasimu secara faktual dan tunjukkan bukti-bukti yang mendukung klaimmu. Pada akhirnya, keputusan ada di tanganmu, apakah akan terus berjuang atau mulai mencari peluang baru di lingkungan kerja yang lebih sehat dan suportif.
Menghadapi quiet firing memang berat dan menguras energi, tapi kamu tidak sepenuhnya tanpa kekuatan. Dengan mengambil langkah-langkah proaktif, kamu bisa mendapatkan kembali kendali atas situasi dan kariermu. Ingat, kariermu ada di tanganmu, jadi jangan biarkan orang lain meredupkannya secara diam-diam!