Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Raditya Dika Bongkar Rahasia Pekerjaan Main-main tapi Uangnya Serius

Raditya Dika saat promosi film "Catatan Harian Menantu Sinting" di IDN Times pada Senin (24/6/2024). (IDN Times/Naufal Fathahillah)
Raditya Dika saat promosi film "Catatan Harian Menantu Sinting" di IDN Times pada Senin (24/6/2024). (IDN Times/Naufal Fathahillah)
Intinya sih...
  • Raditya Dika menekankan pentingnya bekerja sesuai passion untuk mendapatkan kebahagiaan utuh dalam menjalani profesi.
  • Generasi Z dihadapkan pada tantangan autentisitas dan rasa insecure dalam mengejar passion, terutama di industri kreatif yang kompetitif.
  • Meskipun banyak generasi muda mengalami kegalauan soal passion atau pekerjaan, gaji dan benefit tetap menjadi pertimbangan utama dalam memilih karier.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta IDN Times - Siapa yang tak mengenal sosok Raditya Dika? Ia produktif menulis buku, menjadi produser film, plus tetap melakoni profesi yang disukainya sebagai komika. Kini, bapak dua anak ini pun merambah peran sebagai Youtuber dengan podcast-nya pula. Radit tak menyangka keputusan untuk menerbitkan buku pertamanya, Kambing Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh pada tahun 2005, mengantarkannya berada di titik ini.

Tampil dengan gaya penuh canda dan celoteh yang mengundang gelak tawa, Radit membagikan lika-liku perjalanan kariernya dua dekade lalu. Pionir stand up comedy di Indonesia ini bercerita, di awal karier, novel Kambing Jantan yang berisi cerita kehidupan sehari-hari justru ditempatkan di rak pertanian dan peternakan. Makin miris, buku yang ditulis dengan konsep jenaka tersebut, malah dipajang di section kejahatan dan kriminal di toko buku lain.

"Di awal karier, kebimbangan-kebimbangan itu pasti muncul," cerita Radit dalam konferensi pers Grab Generasi Campus 2025 pada Selasa (5/8/2025) di Tulum Jakarta. Tak hanya diliputi keraguan, Radit yang kala itu masih belum dikenal banyak orang, bahkan merasa ragu sebab karyanya tak dipahami oleh pembaca.

Akan tetapi, keputusan untuk tidak menyerah dan tetap berkarya, mengantarkan Kambing Jantan untuk dicetak ulang lebih dari 20 kali. Bahkan, 4 tahun setelah pertama kali rilis, novel tersebut diangkat ke layar lebar dengan judul serupa. Laki-laki kelahiran tahun 1984 ini, lantas berbagi perspektif terkait passion dan karier untuk generasi muda.

1. Perjalanan di balik kesuksesan Raditya Dika

Raditya Dika, penulis dan komedian saat meluncurkan buku terbarunya, "Timun Jelita". 11 Desember 2024. (IDN Times/Hani Safanja)
Raditya Dika, penulis dan komedian saat meluncurkan buku terbarunya, "Timun Jelita". 11 Desember 2024. (IDN Times/Hani Safanja)

Bekerja sesuai passion artinya melakukan kegiatan yang dicintai, didukung dengan kemampuan profesional yang dimiliki, sehingga mendapatkan kebahagiaan utuh saat menjalaninya. Keseimbangan antara passion atau minat terhadap suatu bidang dengan kemampuan profesional, akan memberi kepuasan hidup yang lebih tinggi bagi individu.

Radit telah berkarier selama lebih dari 20 tahun di industri kreatif, sejak buku pertamanya rilis. Ia mengibaratkan, menjalani pekerjaan sesuai passion itu seperti main-main, tapi dapat uang. Ia menilai bahwa hidup yang singkat ini bisa dinikmati dengan melakoni profesi yang disukai dan tetap menghasilkan benefit yang sesuai sebagai bentuk apresiasi.

"Seneng banget karena kebetulan, gue dianugerahi sebuah hidup yang gue mengategorikannya rasanya kayak main-main, tapi orang melihatnya kayak kerja gitu. Kayak tiap weekend, gue bisa stand up comedy, itu main-main buat gue. Tapi, orang melihatnya kerja karena jualan tiket di situ. Bikin YouTube, ngobrol sama beberapa teman-teman di sini, kita sempat ngobrol bareng gitu. Itu menyenangkan buat gue, saling berpikiran, belajar, orang melihatnya kayak kerja, tapi buat saya main-main," ujarnya.

Di tengah arus kompetisi yang kian ketat, mencoba dan gagal menjadi praktik yang sudah selayaknya dinormalisasi. Menemukan profesi yang sesuai passion bukan hasil instan, perlu usaha untuk mengeksplorasi diri, berupaya mencari minat itu sendiri, lalu mencoba merealisasikannya menjadi sesuatu yang dapat dihargai.

Radit menyampaikan, "Mencoba untuk tahu gagal itu seperti apa, itu banyak anak muda harus terus mengerti juga. Gue berangkat dari situ, gue berangkat di zaman di mana saat itu gue merasa gagal, tapi pegangan gue adalah gak apa-apa saat ini gagal karena yang lebih menyeramkan dari kegagalan adalah penyesalan. Itu lebih menyeramkan buat gue."

2. Tantangan gen Z mengejar passion: jadi autentik dan rasa insecure

IMG_9736.jpeg
Generasi Campus Roadshow 2025 oleh Grab. (IDN Times/Dina Salma)

Riset yang dihimpun oleh IDN Times terkait karier dan passion (2024) mencatat, 54 persen Gen Z dan milenial masih bimbang menentukan karier karena diliputi rasa insecure dan suka membandingkan diri dengan orang lain. Kebimbangan ini kerap menjadi tantangan terbesar bagi generasi muda untuk mengambil keputusan besar dalam hidup, khususnya soal karier.

Kondisi serupa juga terjadi di industri kreatif, khususnya di kalangan konten kreator yang harus menghadapi pertumbuhan pesat dan perubahan tren yang begitu cepat. Persaingan yang tinggi mendorong orang berlomba-lomba menarik perhatian demi mendapat engagement terbesar. Sayangnya, dorongan ini justru membuat sebagian orang termotivasi untuk jadi orang lain demi jumlah like, views dan exposure. Akibatnya, rasa insecure mendorong generasi muda untuk tidak menampilkan dirinya secara apa adanya dan kesulitan tampil autentik. Hal ini menjadi sorotan bagi Radit.

Ia mengamati, "Semua orang ingin dilihat, terkenal, dan viral sehingga orang lupa cara terbaik untuk dikenal orang adalah dengan cara menjadi orang yang gak bisa digantikan, yaitu menjadi diri kita sendiri. Siapa yang bisa menjadi diri kita selain diri kita sendiri?"

Kuncinya adalah menjadi diri sendiri. Meski terdengar klise, namun masing-masing individu pada dasarnya memiliki value yang berharga dengan karakter unik. Itulah yang membuat setiap kreator memiliki unique selling point tersendiri.

Radit menekankan agar kreator berangkat dari kegelisahan pribadi untuk bertarung di tengah maraknya kreasi konten, "Ketulusan dan kegelisahan itu yang membuat orang dekat sama kita karena mereka merasa kita valuable. Kita bisa menjadi diri sendiri dan kita nyaman sama diri kita. Justru pertanyaannya adalah kenapa kok tidak banyak orang paham untuk terlihat di dunia yang super bising seperti sekarang, adalah menjadi diri sendiri?"

3. Gen Z dan Milenial banyak alami kegalauan soal passion atau pekerjaan. Tapi, pertimbangan utama dalam memilih pekerjaan tetaplah gaji dan benefit

tempImagek95XNR.png
(IDN Times/Muhammad Surya)

Benar jika dikatakan gen Z dan milenial mengalami keresahan terkait passion dan karier. Menurut riset IDN Times, gen Z dan milenial sepakat, passion dan karier menjadi keresahan terbesar selama quarter life crisis. Di usia produktif, karier memang menjadi concern terbesar kedua generasi. Besar harapan kaum muda untuk bisa menjalani pekerjaan yang sesuai renjana.

Akan tetapi, kedua generasi masih memprioritaskan gaji dan benefit besar saat menentukan profesi yang hendak ditempuh. Menurut generasi muda, menjalani pekerjaan yang gak sesuai passion tak selamanya buruk. Persentasenya 41,8 persen gen Z dan milenial merasa khawatir jika mengejar pekerjaan sesuai passion tak menghasilkan pendapatan atau benefit besar. Padahal, prioritas kedua generasi terkait profesi yang hendak dilakoni adalah pendapatan yang memuaskan.

Gen Z dan milenial menilai pekerjaan bisa berjalan sesuai passion atau menekuni pekerjaan dapat mengembangkan minat tertentu dan menemukan passion seiring waktu. Pandangan ini juga dibenarkan oleh Sonia Natasha selaku Psikolog, HR Consultant, dan Director of Migunani Consulting yang menyampaikan bahwa evaluasi diri dan self awareness itu penting dalam keterangan daringnya kepada IDN Times (5/24).

“Jadi sambil kita bekerja, sambil kita juga eksplorasi ke hal yang lain. Jadi saat kita bekerja, tidak cuma melakukan pekerjaan kita saja, tetapi kita juga coba yuk memperluas networking kita, coba yuk kita tambah skill kita,” katanya.

Dari Radit kita bisa belajar bahwa bekerja sesuai passion menciptakan kepuasan tersendiri bagi individu. Namun, passion bukan semata-mata aspek untuk melakoni suatu profesi, kadang kala ada banyak faktor lain yang mendorong seseorang untuk menekuni pekerjaan tertentu. Tak masalah sebab eksplorasi passion seperti lifelong learning, perjalanan panjang untuk menemukan siapa diri kita dan memahami apa yang diinginkan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us