Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Risiko Dihadapi Perusahaan jika Membiarkan Bullying Terjadi

Ilustrasi memberi beban kerja berlebih
ilustrasi memberi beban kerja berlebih (pexels.com/Yan Krukau)
Intinya sih...
  • Bullying di tempat kerja mencerminkan budaya dan sistem manajemen perusahaan
  • Risiko penurunan produktivitas, turnover karyawan, dan reputasi perusahaan yang rusak
  • Dampak hukum dan finansial, serta terganggunya budaya dan nilai perusahaan akibat bullying
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bullying di tempat kerja bukan cuma masalah antarindividu saja lho, tapi juga cerminan dari seberapa sehat budaya dan sistem manajemen di dalam perusahaan. Ketika perilaku seperti ini dibiarkan tanpa tindak lanjut yang tegas, dampaknya bisa menyebar ke banyak aspek, mulai dari hubungan antarpegawai, produktivitas, hingga reputasi perusahaan secara keseluruhan. Dalam banyak kasus, bullying yang tidak segera ditangani justru berkembang menjadi masalah sistemik yang merusak rasa aman dan kepercayaan karyawan terhadap organisasi.

Sayangnya, tidak sedikit perusahaan yang menganggap bullying sebagai hal sepele atau sekadar konflik personal antarpegawai. Padahal, perilaku ini bisa menjadi bom waktu yang perlahan menghancurkan fondasi organisasi dari dalam. Ketika lingkungan kerja sudah mulai dipenuhi ketakutan dan ketidaknyamanan, dampaknya akan terasa di setiap level, dari individu hingga perusahaan secara menyeluruh. Berikut enam risiko dihadapi perusahaan jika membiarkan bullying terjadi di lingkungan sekitarnya.

1. Penurunan produktivitas dan kinerja tim

Ilustrasi tim kerja
ilustrasi tim kerja (freepik.com/freepik)

Karyawan yang bekerja di bawah tekanan dan suasana tidak nyaman akan sulit fokus pada pekerjaannya. Ketika seseorang menjadi korban bullying, energi mereka terkuras untuk bertahan secara mental, bukan untuk berkontribusi secara optimal. Rekan kerja lain pun bisa ikut terdampak karena atmosfer kerja yang tegang dan tidak menyenangkan.

Dalam jangka panjang, penurunan motivasi dan semangat kerja akan terlihat jelas. Kinerja tim menurun, kolaborasi terganggu, dan target perusahaan jadi sulit tercapai. Lingkungan kerja yang penuh tekanan hanya akan menciptakan kelelahan emosional, yang berujung pada rendahnya kualitas hasil kerja secara keseluruhan.

2. Meningkatnya turnover dan biaya rekrutmen

Ilustrasi seorang HR melakukan wawancara terhadap calon karyawan di kantor
ilustrasi melakukan wawancara (pexels.com/nappy)

Karyawan yang merasa tidak aman atau tidak dihargai akan cenderung mencari tempat kerja baru. Ketika perusahaan gagal melindungi mereka dari perilaku bullying, angka resign bisa meningkat drastis. Hal ini tidak hanya merugikan secara moral, tapi juga finansial, karena proses rekrutmen dan pelatihan karyawan baru memakan biaya besar.

Selain itu, tingginya tingkat turnover membuat stabilitas tim terganggu. Pengetahuan dan pengalaman karyawan yang keluar menjadi hilang begitu saja, sementara tim yang tersisa harus menanggung beban kerja tambahan. Dalam situasi ini, perusahaan bukan hanya kehilangan orang, tapi juga kehilangan kepercayaan dari karyawan yang masih bertahan.

3. Reputasi perusahaan bisa rusak

Ilustrasi orang bekerja
ilustrasi orang bekerja (freepik.com/freepik)

Di era media sosial seperti sekarang, isu internal bisa dengan mudah tersebar ke publik. Ketika ada kasus bullying yang mencuat, reputasi perusahaan bisa langsung terancam. Publik, calon karyawan, bahkan mitra bisnis bisa kehilangan kepercayaan terhadap integritas dan profesionalisme perusahaan tersebut.

Reputasi yang buruk sulit diperbaiki. Sekalipun perusahaan mencoba memperbaiki citra lewat kampanye positif, kesan negatif akibat kasus bullying bisa bertahan lama di mata masyarakat. Akibatnya, perusahaan bisa kesulitan menarik talenta terbaik atau menjalin kerja sama baru karena dianggap memiliki lingkungan kerja yang tidak sehat.

4. Menurunnya keterlibatan (engagement) karyawan

Ilustrasi tindakan bullying kepada rekan kerja di kantor
ilustrasi tindakan bullying di tempat kerja (freepik.com/freepik)

Karyawan yang merasa tidak didukung akan kehilangan rasa memiliki terhadap perusahaan. Mereka mungkin tetap datang ke kantor, tapi secara mental sudah "menjauh". Engagement menurun karena rasa aman, keadilan, dan kebersamaan yang seharusnya dijaga tidak lagi ada.

Rendahnya engagement membuat karyawan bekerja sekadar menggugurkan kewajiban. Mereka berhenti berinisiatif, enggan berpendapat, dan memilih diam saat melihat ketidakadilan. Padahal, keterlibatan karyawan adalah kunci inovasi dan kemajuan perusahaan. Jika dibiarkan, perusahaan akan berjalan tanpa semangat kolektif dari orang-orang di dalamnya.

5. Risiko hukum dan kerugian finansial

Ilustrasi tindakan bullying kepada rekan kerja di kantor
ilustrasi tindakan bullying di tempat kerja (pexels.com/Yan Krukau)

Bullying di tempat kerja bisa berujung pada tuntutan hukum, terutama jika korban merasa haknya dilanggar dan tidak mendapatkan perlindungan dari perusahaan. Kasus seperti ini bisa menyebabkan kerugian finansial besar karena perusahaan harus membayar kompensasi, biaya hukum, hingga potensi kehilangan kontrak bisnis.

Selain kerugian materi, perusahaan juga harus menghadapi dampak reputasi yang lebih parah setelah kasusnya terpublikasi. Investor, klien, dan calon karyawan mungkin akan berpikir dua kali untuk bekerja sama. Semua ini bisa dihindari jika perusahaan sejak awal memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas dan tegas.

6. Terganggunya budaya dan nilai perusahaan

Ilustrasi tindakan bullying kepada rekan kerja di kantor
ilustrasi tindakan bullying di tempat kerja (pexels.com/Yan Krukau)

Bullying yang dibiarkan bisa mengubah budaya kerja secara perlahan. Nilai-nilai seperti empati, saling menghargai, dan profesionalisme tergantikan oleh ketakutan dan ketidakpedulian. Orang-orang baik yang seharusnya menjadi contoh malah memilih diam, sementara pelaku bullying merasa tindakannya benar.

Dalam jangka panjang, perusahaan kehilangan identitasnya. Lingkungan yang seharusnya mendukung pertumbuhan justru menjadi tempat yang menekan kreativitas dan keberanian. Ini adalah risiko paling berbahaya, karena begitu budaya rusak, membangunnya kembali membutuhkan waktu, tenaga, dan kepercayaan yang tidak mudah diperoleh.

Mencegah enam risiko dihadapi perusahaan jika membiarkan bullying terjadi memang lebih sulit daripada membenahi. Meski begitu, cara tersebut jauh lebih murah dan berdampak jangka panjang. Perusahaan yang peduli pada kesehatan mental dan keamanan karyawannya akan selalu punya fondasi kuat untuk tumbuh bersama.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Life

See More

11 Ide Kostum Halloween ala Charlotte Roberts, Totalitas Abis!

29 Okt 2025, 18:57 WIBLife