Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Stereotip Gen Z di Tempat Kerja yang Belum Tentu Benar

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/Antoni Skhraba)

Gen Z yang lahir di akhir 1990-an hingga awal 2010-an saat ini mulai mendominasi dunia kerja. Namun, mereka sering kali harus menghadapi stereotip yang belum tentu akurat. Banyak asumsi tentang gaya kerja dan kepribadian mereka yang justru mempersempit pemahaman tentang potensi unik mereka.

Stereotip-stereotip tersebut tak hanya memengaruhi cara rekan kerja memandang mereka, tetapi juga dapat berdampak pada peluang karier Gen Z. Berikut ini delapan stereotip umum tentang Gen Z di tempat kerja yang sebenarnya belum tentu benar.

1. Gen Z malas dan tidak memiliki etos kerja

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/MART PRODUCTION)

Banyak yang menganggap Gen Z kurang memiliki etos kerja karena mereka lebih menekankan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Stereotip ini muncul karena perbedaan pendekatan mereka terhadap pekerjaan, dibandingkan generasi sebelumnya yang lebih fokus pada jam kerja panjang.

Namun, bukan berarti Gen Z malas di tempat kerja. Mereka hanya cenderung mencari efisiensi dan hasil daripada hanya bekerja keras tanpa arah. Apalagi, mereka juga tumbuh di era digital yang berarti terbiasa bekerja cerdas menggunakan teknologi. Fleksibilitas dan kemampuan multitasking adalah keunggulan Gen Z.

2. Gen Z tidak profesional

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/Kaboompics)

Banyak orang mengaitkan gaya santai Gen Z dengan sikap tidak profesional. Ini sering kali disebabkan oleh cara mereka berkomunikasi yang lebih kasual dan pendekatan yang ramah di tempat kerja. Padahal, profesionalisme tidak selalu harus diukur dari formalitas. Bagi Gen Z, hasil dan komunikasi yang efektif jauh lebih penting.

Mereka juga cenderung memprioritaskan lingkungan kerja yang inklusif dan terbuka. Mereka percaya bahwa hubungan kerja yang baik tidak harus dibangun dari hierarki kaku, melainkan dari kolaborasi sejajar. Jika diberi ruang untuk menunjukkan kemampuan, mereka bisa sangat profesional dengan caranya sendiri.

3. Gen Z mudah tersinggung

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/Yan Krukau)

Gen Z sering dianggap terlalu sensitif terhadap kritik atau isu tertentu. Ini karena mereka lebih vokal dalam memperjuangkan nilai-nilai seperti inklusivitas dan keadilan sosial. Namun, ini bukan berarti mereka mudah tersinggung, melainkan lebih sadar akan pentingnya menghormati perbedaan dan menciptakan tempat kerja yang aman untuk semua orang.

Mereka juga tumbuh di era media sosial di mana isu-isu sensitif lebih sering menjadi sorotan. Sebagai generasi yang lebih sadar sosial, mereka cenderung ingin membawa perubahan positif. Meskipun terkadang cara penyampaiannya bisa dianggap terlalu emosional oleh generasi lain.

4. Gen Z selalu ingin cepat naik jabatan

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/Edmond Dantes)

Stereotip ini muncul karena Gen Z sering terlihat tidak sabar dalam mengejar karier. Namun, sebenarnya mereka hanya ingin berkembang dengan cepat sesuai dengan kemampuannya. Alih-alih menunggu bertahun-tahun, Gen Z lebih menghargai peluang yang memungkinkan mereka menunjukkan potensi sejak dini.

Generasi ini juga terbiasa dengan kemajuan teknologi yang cepat, sehingga mereka menganggap wajar jika karier juga bergerak dinamis. Jika diberikan arahan dan peluang yang tepat, keinginan mereka untuk cepat maju bisa menjadi aset bagi perusahaan.

5. Gen Z tidak suka struktur tempat kerja tradisional

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/Thirdman)

Gen Z sering dianggap sebagai generasi yang anti terhadap aturan dan struktur tempat kerja tradisional. Sebenarnya, mereka hanya mencari cara kerja yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Mereka menghargai transparansi, kebebasan berkreasi, dan kesempatan untuk berkontribusi tanpa terlalu banyak birokrasi.

Meski begitu, bukan berarti mereka sepenuhnya menolak struktur. Mereka tetap menghormati peran dan tanggung jawab, asalkan ada ruang untuk inovasi dan pendekatan yang lebih modern. Dengan memahami kebutuhan mereka, struktur kerja bisa diadaptasi agar lebih relevan dan tetap produktif.

6. Gen Z terlalu fokus pada isu sosial

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/Tima Mirasnichenko)

Banyak yang menganggap Gen Z terlalu sibuk memperjuangkan isu-isu sosial, hingga lupa fokus pada pekerjaan. Padahal bagi mereka, bekerja dan memperjuangkan nilai-nilai seperti inklusivitas dan tanggung jawab sosial tidak bisa dipisahkan. Mereka percaya bahwa perusahaan juga punya tanggung jawab terhadap masyarakat.

Jika diarahkan dengan baik, semangat mereka untuk isu sosial justru bisa menjadi keuntungan. Mereka dapat membantu perusahaan membangun citra positif dan menciptakan dampak yang lebih besar di luar bisnis utama.

7. Gen Z terlalu membutuhkan feedback

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/MART PRODUCTION)

Gen Z dikenal sebagai generasi yang membutuhkan feedback secara rutin. Ini sering dianggap sebagai tanda ketidakpercayaan diri atau ketergantungan, padahal sebenarnya Gen Z hanya ingin memastikan bahwa pekerjaan mereka berada di jalur yang benar.

Pendekatan ini juga menunjukkan komitmen mereka untuk belajar dan berkembang. Dengan memberikan feedback yang konstruktif, perusahaan dapat membantu mereka mencapai potensi maksimal sekaligus menciptakan hubungan kerja yang lebih baik.

8. Gen Z lebih suka pekerjaan yang tidak terlalu menekan

ilustrasi Gen Z bekerja (pexes.com/Ivan Samkov)

Stereotip ini muncul karena Gen Z lebih vokal dalam menolak budaya kerja yang melelahkan atau dikenal sebagai hustle culture. Namun, ini bukan berarti mereka malas atau menghindari tantangan. Mereka hanya lebih menghargai kesehatan mental dan keseimbangan hidup yang lebih baik.

Generasi ini cenderung mencari pekerjaan yang bermakna dan sesuai dengan passion mereka. Dengan lingkungan yang mendukung, mereka bisa bekerja keras tanpa merasa terbebani oleh tekanan yang tidak perlu.

Setiap generasi memiliki keunikannya masing-masing, begitu pula dengan Gen Z. Bagaimana pendapatmu tentang Gen Z di tempat kerja? Sudahkah stereotip ini terasa akurat atau malah justru keliru?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us