5 Stereotipe Gender pada Tempat Kerja yang Harus Dihilangkan, Setuju?

Dalam masyarakat, kita dihadapkan dengan banyak stereotipe gender. Misalnya saja perempuan yang distereotipekan sebagai kaum yang harus mengurus anak, lembut, emosional, hangat, dan penuh perhatian. Kemudian, ada lelaki yang dilabeli karakter kuat, tegas, agresif, kompetitif dan mandiri.
Begitu disayangkan, stereotipe serupa juga muncul dalam dunia kerja. Dilansir newyorkcitydiscriminationlawyer, Philips seorang pengacara bagi para pekerja, mengungkapkan bila banyak orang mengalami gestur atau komentar di tempat kerja yang melanggar rasa aman dan harga diri mereka. Salah satu ketidaknyamanan ini dapat terjadi melalui stereotipe gender.
"Stereotipe tentang pria, perempuan, dan kompetensi atau kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan masih sangat kental di dunia kerja," terangnya.
Sebagai pekerja, kita tentu seharusnya aman dan terbebas dari stereotipe ini. Tapi sayangnya, tidak semua perusahaan memperhatikan dan memberikan rasa hormat terhadap hal tersebut. Nah, berikut ini lima stereotipe gender pada tempat kerja yang seharusnya sudah dihilangkan.
1. Perempuan berkeluarga kurang loyal

Saat melamar pekerjaan, perempuan biasanya ditanyai apakah sudah berkeluarga atau belum. Beberapa pekerja perempuan pun bahkan harus sepakat untuk tidak menikah atau memiliki anak dulu agar dapat diterima bekerja. Sedangkan, laki-laki tidak dihadapkan dengan pertanyaan seperti itu.
Dilansir Medium milik On Women, dikatakan bahwa perusahaan akan mengeluarkan karyawan perempuan tanpa pesangon jika mereka hamil. Hal ini karena perempuan yang hamil dan memiliki anak diasumsikan akan banyak izin dan cuti sehingga mereka dianggap akan menomorduakan pekerjaan.
2. Munculnya kategorisasi gender pada pekerjaan

Di berbagai negara, muncul kategorisasi gender pada pekerjaan-pekerjaan yang ada. Beberapa pekerjaan diidentikan pada perempuan dan beberapa lainnya dikelompokan sebagai kelompok pekerjaan pria. Dilansir BBC, Sarah Thebaud seorang kontributor menyampaikan,
"Di Amerika, banyak profesi yang mengalami stereotip gender. Misalnya saja pemadam kebakaran yang diasosiasikan pada laki-laki atau pekerjaan sebagai perawat yang diidentikkan dengan perempuan," kata Sarah Thebaud, Kontributor BBC.com, dilansir BBC.
Di Indonesia, stereotip seperti ini juga kerap muncul. Misalnya, pekerjaan-pekerjaan lapangan pada bidang sipil dan kontraktor diidentikkan dengan laki-laki, sementara bidan, guru, dan penata rias diidentikkan dengan perempuan.
3. Perempuan tidak capable untuk memimpin

Dalam dunia kerja, perempuan sering ditempatkan pada posisi administrasi dan pengarsipan. Hal ini karena stereotipe yang melekat menyatakan bahwa mereka lebih rapi dan tertata, sehingga orang-orang cenderung mengasosiasikan perempuan dengan bagian asisten, admin, atau sekretaris pada perusahaan.
Sedangkan, laki-laki diasosiasikan dengan jabatan tinggi seperti manajer, supervisor, bahkan CEO. Perempuan dianggap tidak capable untuk jabatan tersebut karena alasan yang sederhana karena mereka perempuan.
"Orang-orang selalu berpikiran bahwa wanita tak sebaik laki-laki dalam hal kekuatan, daya saing, dan kepemimpinan," ujar Victoria Roseberry, seorang aktifis kesetaraan gender, dilansir Catalyst.
4. Perbedaan perlakuan di tempat kerja

Pada beberapa pekerjaan, para atasan akan cenderung memberi perlakuan yang berbeda antara laki-lakidan perempuan. Perlakuan pada lelaki cenderung lebih keras, sedangkan pada perempuan, mereka cenderung tidak tega untuk memberikan tekanan.
Hal ini karena pola didik pada masyarakat memang terbiasa membedakan antara cara mendidik anak laki-laki dengan cara mendidik anak perempuan. Perbedaan perlakuan ini pun berdampak pada banyak hal, misal tingginya tingkat stres pada pekerja laki-laki. Selain itu, karena tidak mendapat challenge yang sama, pekerja perempuan jadi lebih lambat dalam berkembang.
5. Perbedaan upah kerja

Perempuan masih harus bersusah payah keluar dari rantai pengangguran. Hal ini dikarenakan perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki dalam hal pendidikan, yang akhirnya mereka cenderung terjun ke dalam bisnis keluarga dan sering kali bekerja dengan suka rela tanpa bayaran.
Hal ini mengakibatkan pendapatan rata-rata perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Dilansir Medium On Woman, sebuah organisasi pembela hak-hak perempuan, menyatakan bahwa karyawan laki-laki secara umum menerima gaji 34 persen lebih besar dari karyawan perempuan.
Itu dia lima stereotipe gender yang biasanya ada pada tempat kerja dan sudah seharusnya dihapuskan karena perempuan dan laki-laki memiliki kesamaan hak dalam mencari penghidupan. Semoga stereotipe-stereotipe tersebut dapat segera hilang secara menyeluruh agar perempuan dan laki-laki dapat bekerja dengan nyaman dan adil.