Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Survive Dunia Kerja 2025: Apakah Gelar Masih Penting?

ilustrasi graduation (pexels.com/paveldanilyuk)
ilustrasi graduation (pexels.com/paveldanilyuk)
Intinya sih...
  • Pentingnya gelar dan proses belajar dalam membentuk pola pikir
  • Industri, pengalaman, dan skill juga penting
  • Karier gak selalu harus linear dengan jurusan kuliah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Data Kementerian Ketenagakerjaan, menuturkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang, yang mana 1,01 juta dari banyaknya pengangguran tersebut merupakan lulusan perguruan tinggi. Banyaknya lulusan pergururan tinggi yang terbengkalai dan mencari pekerjaan ini menimbulkan pertanyaan, “apakah gelar masih penting di dunia kerja saat ini?”. Nyatanya, lulusan dari perguruan tinggi ini masih struggle mencari pekerjaan.

Kali ini, IDN Times berkesempatan Ngobrol Seru dengan Jonas Danny, seorang Psikolog dan HR di Populix, untuk membahas fenomena pengangguran dan fresh graduate di Indonesia yang angkanya masih sangat besar. Untuk menjawab pertanyaan penting atau tidaknya gelar di dunia kerja saat ini, langsung simak penjelasan dari Jonas Danny lewat artikel berikut ini!

1. Pentingnya gelar dan proses belajar dalam membentuk pola pikir

ilustrasi graduation (pexels.com/paveldanilyuk)
ilustrasi graduation (pexels.com/paveldanilyuk)

Dalam mengejar gelar di perguruan tinggi, mempelajari teori adalah salah satu bagian penting. Menurut Jonas Danny, gelar bukan semata-mata teorinya saja yang bermanfaat, tapi proses dalam memahami teori tersebut juga gak kalah penting. Proses yang dilewati untuk memahami teori, melatih pola piker, bagaimana caranya bernalar dan menganalisis tingkat tinggi, semua ini yang membuat kita punya kognitif yang berbeda dengan orang yang tidak berada atau kesulitan untuk mengakses Pendidikan di perguruan tinggi.

Jonas menyimpulkan bahwa, gelar masih penting untuk dunia kerja saat ini. Namun, pada dasarnya semua bisa punya kognitif meskipun tidak berkesempatan untuk mendapatkan gelar. Kognitif ini bisa didapatkan lewat kursus, ditambah lagi akses untuk mendapatkan ilmu juga sangat terbuka lebar, misalnya lewat platform YouTube.

 

2. Industri, pengalaman, dan skill juga penting

ilustrasi bekerja di depan laptop (pexels.com/shkrabaanthony)
ilustrasi bekerja di depan laptop (pexels.com/shkrabaanthony)

Mungkin banyak pengangguran dan fresh graduate di luar sana yang mempertanyakan apakah ada faktor lain selain gelar untuk terjun ke dunia kerja saat ini. Jonas Danny, menjelaskan bahwa, selain gelar, industri dimana kita ingin terjun di dalamnya juga penting untuk kita pahami. Misalnya, industri pekerjaan yang mengedepankan edukasi pasti memiliki persyaratan dan kualifikasi tertentu.

Di samping memahami industri di mana kita akan bekerja, pengalaman juga penting. Misalnya, seseorang yang menguasai technical skil, pernah memegang sebuah project, pernah mengikuti organisasi, atau mengikuti dan mensponsori berbagai macam event, ini bisa menjadi nilai tambah dalam dunia kerja.

“Banyak faktor di luar edukasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan HR dalam menggaet calon pekerja,” kata Jonas Danny.

3. Karier gak selalu harus linear dengan jurusan kuliah

ilustrasi kuliah (unsplash.com/mikael_k)
ilustrasi kuliah (unsplash.com/mikael_k)

Faktanya di lapangan berbicara bahwa banyak pelamar kerja yang tidak linear dengan jurusan kuliah yang diambil. Apakah ini menjadi suatu masalah? Jonas mengatakan, ini adalah fenomena yang marak terjadi. Sebenarnya tidak masalah jika jurusan kuliah tidak linear dengan karier saat ini, karena ada beberapa role yang tidak menuntut edukasi tertentu, ada yang biasanya lebih memfokuskan pada technical skill dibanding gelar.

Misalnya ada yang kuliah hospitality, tapi pada kenyataannya beliau bekerja sebagai account manager yang mana lebih erat hubungannya dengan sales. Kalau ditarik benang merahnya, belajar hospitality itu ada untuk customer service-nya, mengatur negosiasinya, jadi pasti ada ilmu-ilmu yang bisa diterapkan dari perguruan tinggi ke role yang sekarang kita emban. Hanya saja, menurut Jonas, kita sering membatasi diri dengan gelar.

4. Merencanakan karier sejak kuliah, penting untuk masa depan

ilustrasi wanita sedang menulis (pexels.com/georgemilton)
ilustrasi wanita sedang menulis (pexels.com/georgemilton)

Selain skill, memahami industri dan memupuk pengalaman, apakah penting untuk merencanakan karier sejak di bangku kuliah? Jonas menjelaskan, bahwa hal ini berkaitan erat dengan sisi psikologis, karena kita perlu melakukan refleksi mendalam tentang diri sendiri. Dengan begitu, arah yang dituju jadi lebih jelas dan gak sekadar ikut arus.

Coba bayangkan dirimu dalam 5–10 tahun ke depan, bekerja di lingkungan seperti apa dan bersama orang-orang seperti apa. Semakin spesifik gambaranmu, misalnya sedang presentasi di kantor yang nyaman dengan partner kerja yang solid, semakin kuat pula motivasi yang terbentuk. Setelah itu, tinggal ukur kemampuan dan bekal yang sudah kamu punya, lalu susun strategi untuk mewujudkan karier impianmu.

5. Adaptif dan aware dengan AI juga perlu

ilustrasi laptop programmer (pexels.com/hiteshchoudhary)
ilustrasi laptop programmer (pexels.com/hiteshchoudhary)

Peran AI yang semakin meluas di dunia kerja sering bikin calon pekerja merasa was-was. Banyak yang bertanya-tanya apakah HR lebih mempertimbangkan kemampuan manusia atau teknologi dalam proses rekrutmen. Menurut Jonas, proses berpikir tetaplah yang utama karena AI hanyalah tools yang tergantung pada siapa yang menggunakannya.

AI bisa jadi senjata yang membantu, tapi tetap butuh orang yang tahu cara mengoperasikannya. Supaya gak ketinggalan, penting banget punya curiosity dan rasa ingin terus belajar. Dengan growth mindset dan sikap proaktif, kita bukan cuma tahu AI, tapi juga bisa benar-benar memberdayakannya untuk mendukung kinerja di dunia kerja.

6. Fokus generasi muda dalam dunia kerja dan tantangannya

ilustrasi berkomunikasi dengan rekan kerja (pexels.com/fauxels)
ilustrasi berkomunikasi dengan rekan kerja (pexels.com/fauxels)

Menurut Jonas Danny, generasi muda saat ini, terutama gen Z, punya fokus yang berbeda dalam dunia kerja. Mereka unggul dalam penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, yang sudah jadi bagian dari keseharian. Meski begitu, gen Z masih kerap mendapat stereotipe soal ketangguhan mental dan inilah tantangan yang perlu terus diperkuat.

Kalau ditarik ke belakang, setiap generasi punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Baby Boomer dikenal pekerja keras, gen X membawa stability dan work-life balance, sementara Millennial hadir dengan semangat membangun banyak start-up. Kini, gen Z tampil sebagai generasi yang cepat menguasai teknologi dan multitasking, menjadikan mereka lebih adaptif menghadapi dunia kerja modern.

Pada akhirnya, gelar memang masih punya peran penting, tapi bukan satu-satunya penentu sukses di dunia kerja. Skill, pengalaman, mindset, hingga kemampuan beradaptasi dengan teknologi juga jadi faktor yang gak kalah krusial. Jadi, daripada hanya terpaku gelar, lebih baik kita fokus mengasah diri agar siap survive di dunia kerja 2025 dan seterusnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us