Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kearifan Lokal Jadi Tren Sustainable Furniture 2025, Ramah Lingkungan

Potret Alwi Sjaaf, President Commissioner LFLO saat menjelaskan mengenai hasil tangan seniman dengan bahan-bahan yang didaur ulang. 11 November 2024. (IDN Times/Hani Safanja)
Intinya sih...
  • Tren furnitur 2025 lebih dekat dengan kearifan lokal dan alam
  • Komunitas di Indonesia kreatif memanfaatkan sampah menjadi furnitur fungsional
  • Kolaborasi, edukasi, dan platform yang tepat dibutuhkan untuk pengembangan tren ini

Jakarta, IDN Times - Di tahun 2025, tren furnitur diperkirakan akan lebih dekat dengan perpaduan budaya dan alam. Pasalnya, kearifan lokal jadi sorotan, bukan hanya untuk tampilan yang beda, tapi juga sebagai wujud dukungan terhadap lingkungan

Komunitas-komunitas di Indonesia mulai kreatif memanfaatkan “sampah” seperti ampas kopi dan bahan sustainable lainnya, mengubahnya jadi furnitur fungsional yang tetap bernilai estetika. Konsep sustainability yang awalnya hanya ide besar, kini mewujud dalam tangan-tangan terampil pengrajin lokal. Namun tentunya, kolaborasi dan edukasi pun masih dibutuhkan agar tren ini terus berkembang di masa mendatang

1. Kearifan lokal dengan konsep ramah lingkungan dipercaya berpengaruh memberdayakan lingkungan dan komunitas

Lampu dan tutup laci yang terbuat dari ampas kopi, salah satu furnitur yang mengusung konsep sustainability di PITA. 11 November 2024. (IDN Times/Hani Safanja)

Kearifan lokal yang dipadukan dengan konsep ramah lingkungan, kini semakin dipercaya memiliki dampak positif bagi pemberdayaan lingkungan dan komunitas. Melalui pemanfaatan bahan-bahan alami dan teknik tradisional, banyak produk lokal yang tidak hanya mengurangi dampak buruk terhadap alam, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar.

"Contohnya sekarang, ada furnitur dan berbagai perlengkapan yang diolah dari ampas kopi, jamur. Kita juga ada eceng gondok, ada pakis hutan, dan sebagainya. Dan kita mencoba terus menggali, bukan hanya materi, tetapi juga seni tradisionalnya mereka. Karena, menurut saya, itu adalah hal yang harus kita satukan sehingga menjadi lebih tampil, ya di mata dunia," tutur Alwi Sjaaf, Presiden Commissioner LFLO yang menaungi PITA saat press conference grand opening PITA ALAM, di PITA Showroom, Senin (11/11/2024).  

Menurutnya, dengan menampilkan unsur alam yang terus berkelanjutan, ia pun berharap tren ini dapat berjalan beriringan dengan generasi kekinian. Tren ini, selain memperkenalkan nilai keberlanjutan, juga memberi kesempatan bagi pengrajin lokal untuk mengasah keterampilan mereka, menggabungkan seni tradisional dengan teknologi modern, agar karya mereka bisa bersaing di pasar global.

2. Namun, kurangnya platform dinilai menjadi hambatan utama agar tren ini dapat disosialisasikan

Material sustainable dari kulit jeruk yang menjadi cikal bakal pembuatan tas. 11 November 2024. (IDN Times/Hani Safanja)

Namun, kurangnya platform yang tepat, jadi hambatan utama agar tren furnitur ramah lingkungan ini dapat disosialisasikan dengan lebih luas. Pasalnya, kini banyak ide-ide baru yang bahkan berasal dari anak muda untuk dapat mengolah material lokal jadi furnitur yang dapat digunakan. 

"Nah, ini justru problem-nya gini. Ini ada para mahasiswa dari ITB yang baru lulus, terus mereka punya tugas akhir. Ini kan kaya sekali akan research terhadap produk material lokal dan juga kearifan lokal yang mereka terapkan. Nah, yang saya lihat adalah kita belum ada nih wadah atau platform di mana hal tersebut bisa disosialisasikan kepada masyarakat," ungkap Alwi saat diwawancarai bersama awak media. 

Menurutnya, meskipun mengusung konsep yang menarik, ide tersebut belum bisa diekspos ke masyarakat. Untuk itu, salah satu alasannya membangun PITA pun agar setiap ide dan angin segar terkait dengan dunia desain dan arsitektur pun, memiliki tempatnya masing-masing. Dengan platform yang tersedia, ia pun berharap masyarakat dapat memiliki kebanggaan yang bisa ditunjukkan kepada dunia.  

3. Selain exposure, dukungan dan keberlanjutan produk di masa depan juga harus menjadi pertimbangan agar tren dapat terus berkembang

Card holder yang terbuat dari jamur. 11 November 2024. (IDN Times/Hani Safanja)

Selain exposure, dana dan keberlanjutan produk di masa depan juga harus jadi pertimbangan penting dalam mengembangkan tren furnitur ramah lingkungan. Tanpa dukungan finansial yang cukup, seorang pengrajin tentunya akan merasa kesulitan dalam memperbaiki kualitas produk atau meningkatkan fungsi terhadap produksinya. 

"Setelah kolaborasi, kita butuh dukungan, butuh exposure bareng-bareng. Jadi, kolaborasi itu memang penting banget di sini. Nanti, brand-nya bakal diubah. Maksudnya, ini kan semacam showcase. Jadi, kita juga minta mereka mulai mikirin, setelah ini apa yang bakal dilakukan selanjutnya?" ujar Alwi.

Ia pun menuturkan bahwa produk juga bukan hanya dapat dibuat, tetapi juga perlu memiliki masa depan. Masa depan ini pun merujuk pada bagaimana produk bisa digunakan secara menyeluruh dan memiliki nilai guna yang bermanfaat. Seperti ampas kopi, misalnya. Dengan kini terdapat ragam jenama yang memanfaatkan ampas untuk digunakan kembali, tren menggunakan bahan-bahan sisa ini pun bisa terus berlanjut. 

4. Tren ini berangkat dari urgensi kesadaran masyarakat yang semakin perlu ditingkatkan

Sofa keluarga yang terbuat dari bahan foam yang ramah lingkungan dan tahan lama. 11 November 2024. (IDN Times/Hani Safanja)

Tren ini pun berangkat dari urgensi kesadaran masyarakat yang semakin perlu ditingkatkan, terutama dalam hal keberlanjutan dan dampak lingkungan. Banyak orang kini mulai menyadari pentingnya memilih produk yang tidak hanya estetis, tetapi juga ramah lingkungan. Namun, meskipun kesadaran ini sudah mulai tumbuh, masih banyak yang belum sepenuhnya memahami betapa besar dampak yang ditimbulkan oleh pola konsumsi yang tidak bijak. 

"Kita sadar gak sih alam kita mau hancur? Kita sadar gak sih Jakarta seburuk ini gitu loh. Itu menurut saya paling penting, dari masing-masing individu itu dulu. Bahwa kita tidak baik-baik saja, katakan gitu ya. Kita tidak baik-baik saja. Oleh sebab itu, kita perlu berjuang. Nah, untuk berjuang itu, gimana caranya? Mari kita buat platform yang bersama-sama gitu," ucap Alwi. 

Oleh karena itu, tren ini hadir untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap pilihan yang mereka buat serta bagaimana setiap keputusan yang diambil, dapat memengaruhi masa depan lingkungan kita.

5. Juga menjadi cara mengurangi jejak karbon

Sofa keluarga yang terbuat dari bahan foam yang ramah lingkungan dan tahan lama. 11 November 2024. (IDN Times/Hani Safanja)

Sustainability bukan hanya konsep, melainkan cara menerapkan desain interior agar lebih ramah lingkungan. Dengan mengutamakan penggunaan yang minim jejak karbon, furnitur yang dirancang dengan prinsip ini tidak hanya mempercantik ruang, tetapi juga berkontribusi pada gerakan lingkungan yang lebih luas.

Alwi yang juga Founder sebuah showroom pun, menekankan pentingnya upaya konkret dalam mencapai tujuan ini. "Ini sedang kita pelajari juga. Termasuk juga nanti kita sudah mulai menghitung bahwa furnitur yang diproduksi ini, karbonnya kita mau takar. Masukkan di karbonnya, kita tetap menghasilkan karbon atau bagaimana," jelasnya. 

Ia pun ingin memastikan bahwa setiap produk sejalan dengan visi keberlanjutan, bukan hanya menguntungkan secara materi. Menurutnya, visi yang kuat adalah fondasi penting yang mendukung gerakan sustainability agar tidak hanya bertahan, tetapi berkembang jadi standar baru dalam industri.

"Kalau kita gak punya materi, kita mau gimana hidup? Tetapi, harusnya langkah paling pertama itu adalah visinya kita. Kita mau melestarikan kebudayaan kita, kita mau melestarikan alam ini. Saya percaya materi secara keuntungan, semua itu akan mengalir. Yang paling penting, kita mengusung yang pertama visi kita terlebih dahulu," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
Hani Safanja
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us