5 Alasan Orang Korea Percaya dengan MBTI, Mengapa?

Di Korea Selatan, MBTI sudah menjadi bagian dari obrolan sehari-hari, mulai dari kampus, kantor, sampai acara televisi. Banyak orang yang merasa lebih mudah mengenalkan diri hanya dengan menyebut empat huruf hasil tes ini. Meskipun awalnya lahir dari ranah psikologi, MBTI di Korea justru berkembang menjadi identitas sosial yang populer di berbagai kalangan.
Fenomena ini terlihat jelas ketika orang Korea menjadikan MBTI sebagai topik pembuka percakapan atau bahkan pertimbangan dalam pertemanan dan hubungan asmara. Hal tersebut membuat MBTI tidak hanya dipandang sebagai alat tes, tetapi juga bagian dari budaya pop yang ikut membentuk cara pandang generasi muda. Berikut lima alasan utama mengapa MBTI mendapat tempat istimewa di Korea.
1. Media Korea mengangkat MBTI menjadi tren publik

Acara hiburan di Korea sering meminta selebritas menyebut tipe MBTI mereka, lalu membandingkannya dengan kepribadian yang terlihat di layar. Penonton pun merasa terhibur sekaligus penasaran, apakah benar sifat selebritas itu sesuai dengan hasil tes. Dari sini, MBTI masuk ke ruang publik sebagai konten yang ringan dan mudah diikuti siapa saja.
Tidak berhenti di televisi, media daring juga rajin memproduksi artikel atau video bertema MBTI. Judul-judul seperti “Tipe MBTI yang Cocok Jadi Teman Jalan” atau “Idol dengan MBTI Introvert” semakin memperkuat posisi tes ini sebagai bahan obrolan populer. Karena sering muncul di media, masyarakat akhirnya menganggap MBTI wajar untuk dibicarakan dalam keseharian.
2. Generasi muda Korea menjadikan MBTI sebagai simbol pergaulan

Bagi anak muda Korea, memperkenalkan diri lewat MBTI terasa lebih sederhana dibanding menjelaskan karakter panjang lebar. Saat menyebut “aku ENFP” atau “aku ISTJ”, orang lain langsung punya bayangan awal tentang sifat yang dimaksud. Simbol empat huruf ini kemudian menjadi identitas singkat yang memudahkan mereka berinteraksi.
Di lingkungan yang serba cepat dan penuh persaingan, cara ini membantu membangun koneksi tanpa banyak basa-basi. Jika bertemu orang dengan tipe sama, mereka merasa lebih cepat akrab karena ada kesamaan yang bisa dijadikan titik temu. Identitas berbasis MBTI akhirnya dipakai bukan sekadar untuk tahu kepribadian, tetapi juga untuk mempercepat proses adaptasi sosial.
3. Industri hiburan KPop menggunakan MBTI sebagai daya tarik fans

Agensi hiburan di Korea sering memasukkan MBTI ke dalam profil resmi artis mereka. Penggemar merasa senang karena bisa menemukan kesamaan tipe dengan idola, lalu menjadikannya bahan interaksi di komunitas online. Strategi ini membuat hubungan antara artis dan fans terasa lebih dekat, seolah mereka memiliki karakter yang saling berhubungan.
Konten interaktif seperti wawancara artis tentang MBTI atau kuis seputar kepribadian juga memperkuat tren ini. Fans kemudian membagikan hasilnya di media sosial, sehingga percakapan soal MBTI semakin luas. Pemasaran dengan cara ini terbukti efektif karena bukan hanya menjual musik atau drama, melainkan juga menghadirkan sisi personal yang disukai penggemar.
4. Budaya kolektif Korea membutuhkan alat untuk menjaga kebersamaan

Masyarakat Korea dikenal menjunjung tinggi kebersamaan dan keselarasan dalam kelompok. MBTI dianggap membantu orang memahami peran masing-masing, seperti siapa yang lebih cocok menjadi pemimpin atau siapa yang lebih nyaman mendukung. Dengan begitu, interaksi dalam tim terasa lebih lancar karena semua orang tahu bagaimana menyesuaikan diri.
Misalnya, tipe yang dikenal lebih ekstrovert biasanya diharapkan bisa membawa suasana, sementara tipe introvert lebih dipahami jika cenderung pendiam. Cara pandang ini memudahkan komunikasi karena orang merasa sudah punya “panduan” awal sebelum berinteraksi. MBTI pun akhirnya dipakai sebagai jembatan untuk menjaga keharmonisan sosial dalam lingkungan yang penuh aturan tidak tertulis.
5. Kehidupan modern Korea membuat MBTI jadi jalan pintas memahami diri

Hidup di kota besar seperti Seoul sering penuh tekanan, mulai dari pendidikan yang ketat hingga persaingan kerja. MBTI hadir sebagai cara cepat untuk mencari tahu siapa diri sendiri tanpa harus melalui proses refleksi panjang. Bagi sebagian orang, empat huruf hasil tes terasa cukup untuk memberi penjelasan atas perasaan atau kebiasaan mereka.
Kemudahan akses juga membuat MBTI semakin digemari. Tes ini tersedia gratis secara online, hasilnya bisa langsung dibagikan di media sosial, dan tanggapan dari teman-teman memberi rasa validasi. Dengan begitu, MBTI menjadi alat sederhana yang memberi kenyamanan psikologis, meski sebenarnya tidak sepenuhnya ilmiah. Hal inilah yang membuat banyak orang Korea terus menggunakannya.
MBTI di Korea bukan lagi sekadar tes kepribadian, melainkan sudah menjadi bagian dari budaya sehari-hari. Media, industri hiburan, hingga tekanan hidup modern membuat masyarakat menjadikannya identitas sosial yang praktis. Dari sini terlihat bagaimana empat huruf sederhana bisa memiliki pengaruh besar terhadap cara orang memahami diri dan orang lain.