ilustrasi hewan kurban (IDN Times/Aditya Pratama)
Setelah pertemuan mereka yang pertama itu, Nabi Ibrahim rutin menjenguk anak dan istrinya di Makkah. Sampai pada suatu hari, ketika berada di Makkah, Nabi memimpikan sesuatu. Ia bermimpi bahwa dirinya harus menyembelih putranya, Ismail.
Karena mimpi yang aneh tersebut, ia pun terbangun dan memohon perlindungan kepada Allah SWT. Mulanya, Nabi Ibrahim tidak langsung membenarkan mimpi tersebut, tetapi tidak pula mengingkarinya. Dalam kebimbangan, dirinya mencoba untuk merenungi sembari memohon petunjuk dari Allah.
Setelah terlelap kembali di malam kedua dan ketiga, ia hanya mendapati dirinya memimpikan hal yang sama. Dari situ, ia meyakini bahwa bunga tidur tersebut berasal dari Allah.
Sebagai seorang ayah yang telah lama menanti-nantikan keturunan, tentu sangat berat bagi Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya sendiri sekalipun itu adalah perintah dari Tuhannya. Meskipun begitu, dirinya tetap menjalankan apa yang diperintahkan Allah.
Namun, sebelum itu, Nabi Ibrahim menceritakan mimpi yang ia alami kepada Nabi Ismail. Dialog mereka tercatat dalam Surah As-Saffat ayat 102 yang berbunyi,
"Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. As-Saffat, [37]:102).
Sungguh mulia perilaku yang ditunjukkan oleh Nabi Ismail AS. Dirinya tanpa ragu rela disembelih demi memenuhi perintah Allah SWT. Sikapnya itu menunjukkan ketaatan penuh kepada Tuhannya dan bakti kepada orangtua.
Setelah perbincangan tersebut, Nabi Ibrahim membawa putranya ke Mina. Sebelum melakukan proses penyembelihan, Nabi Ismail menyebutkan sejumlah permintaan terakhir untuk dipenuhi oleh sang ayah, di antaranya
- mengikat tubuhnya kuat-kuat supaya dirinya tidak banyak bergerak ketika disembelih;
- meminta Nabi Ibrahim untuk menanggalkan pakaiannya sendiri supaya tidak terkena cipratan darah yang nantinya akan membuat ibunya sedih apabila melihatnya;
- menajamkan pedang/pisau yang digunakan dan mempercepat proses penyembelihan untuk mengurangi rasa sakit; dan
- menyampaikan salam dan memberikan pakaiannya sebagai kenang-kenangan kepada ibunya.
Mendengar itu, dikutip dari laman NU Online, Nabi Ibrahim berkata,
"Sungguh, sebaik-baiknya pertolongan adalah engkau, wahai anakku, dalam menjalankan perintah Allah," (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Kutub: 2000 M], juz XXVI, halaman 138).