Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzam

Peristiwa penyembelihan yang menjadi cikal-bakal Idul Adha

Dari 25 nama nabi yang diutus oleh Allah ke muka bumi, Nabi Ismail adalah salah satu yang wajib diimani oleh umat Islam. Ia merupakan putra seorang nabi, yakni Ibrahim AS. Kelahirannya kurang lebih mirip dengan kisah Nabi Zakaria AS yang memohon keturunan di usianya yang sudah senja. 

Sebagai calon nabi, Ismail muda sudah menunjukkan tabiat yang berbeda dari anak-anak kebanyakan. Salah satunya adalah kesabarannya yang luar biasa ketika hendak disembelih oleh sang ayah demi menjalankan perintah Allah SWT.

Kalau mau tahu lebih lanjut tentang kisah Nabi Ismail, berikut IDN Times rangkum informasinya untukmu. Baca sampai habis, yuk!

1. Merupakan putra Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar

Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzamilustrasi bayi (unsplash.com/Andriyko Podilnyk)

Di bagian awal, sudah disinggung kalau Nabi Ismail AS merupakan keturunan nabi. Yup, ayahnya adalah Nabi Ibrahim AS. Nabi Ismail tidak lahir dari istri pertama Nabi Ibrahim, Sarah, melainkan Siti Hajar.

Kisahnya bermula ketika Nabi Ibrahim dan Sarah yang tak kunjung diberi keturunan. Padahal, mereka berdua sudah masuk usia lanjut. Nabi Ibrahim sendiri sangat menginginkan seorang anak supaya ada yang melanjutkan perjalanan dakwahnya.

Meskipun begitu, keduanya senantiasa tetap bersabar. Nabi Ibrahim juga tak penat memanjatkan doa kepada Rabb-nya. Hingga suatu saat, Sarah mengizinkan Nabi Ibrahim untuk menikah dengan perempuan lain yang tidak lain adalah Siti Hajar.

Hajar merupakan hamba sahaya dari Sarah. Ia dimerdekakan untuk diserahkan kepada Nabi Ibrahim. Berdasarkan Kisah para Nabi oleh Ibnu Katsir, Sarah berkata kepada suaminya, "Sesungguhnya, Tuhan belum mengaruniaiku seorang anak. Sebab itu, pergaulilah hamba sahayaku (Hajar) ini. Mudah-mudahan, Allah memberi rezeki kepadaku berupa anak keturunan yang berasal darinya."

Yang bertahun-tahun telah dinantikan, akhirnya diperkenankan oleh Allah SWT. Di umur 86 tahun, Nabi Ibrahim dikaruniai seorang putra yang lahir dari Siti Hajar. Peristiwa kelahiran tersebut tercatat dalam Surah As-Saffat ayat 100–101. Allah SWT berfirman yang artinya,

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka, Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar." (QS. As-Saffat, [37]:100–101).

Nabi Ibrahim lantas menamai anak laki-lakinya itu sebagai Ismail. Nama tersebut berasal dari bahasa Ibrani yasyma'il yang merupakan gabungan dari kata yayma'a atau yasma'a—berarti 'mendengar'—dan il atau Allah. Dalam hal ini, nama Ismail berarti 'Allah Maha Mendengar'.

2. Nabi Ismail dan ibundanya ditinggal sendirian di Makkah

Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzamilustrasi padang pasir (pixabay.com/Abhardphoto)

Meski memang Sarah yang memberikan Hajar kepada Nabi Ibrahim, sebagai seorang perempuan dan istri pertama, ia tak kuasa menahan cemburu dalam hatinya. Seolah dirinya dikalahkan oleh dayangnya sendiri, terlebih melihat sang suami yang semakin dekat dengan Hajar sejak masa kehamilan hingga persalinannya.

Dalam riwayat Ibnu Abbas RA, Siti Sarah meminta kepada Nabi Ibrahim agar menjauhkan Hajar dari pandangannya. Untuk itu, berdasarkan riwayat Imam Al Tsa'labi, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim agar membawa Hajar dan putranya ke sebuah tempat yang diapit oleh dua gunung, sebuah hamparan lembah yang dikelilingi dataran tinggi di sekitarnya. Tempat tersebut saat ini merupakan wilayah Makkah.

Maka, pergilah Nabi Ibrahim beserta istri dan anaknya dari Palestina ke Makkah dengan menunggangi seekor unta. Setelah berminggu-minggu dalam perjalanan, mereka akhirnya sampai ke lokasi yang ditetapkan Allah.

Sesampainya di sana, Nabi Ibrahim membangunkan sebuah rumah kecil di dekat gundukan tanah bagi Hajar dan Ismail berteduh. Dirinya juga meninggalkan sekantong kurma dan air untuk keduanya.

Tak lama setelah itu, beranjaklah Nabi pulang kembali ke Negeri Syam (Palestina). Berdasarkan Kisah para Nabi oleh Ibnu Katsir, Hajar langsung mengejar Nabi Ibrahim seraya berkata,

"Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau akan pergi meninggalkan kami sementara di lembah ini tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali?"

Berulang kali Hajar mengucapkan pertanyaannya itu, tapi Nabi Ibrahim enggan untuk menoleh maupun menjawab. Hingga akhirnya, Hajar kembali bertanya, "Apakah Allah (yang) memerintahkan hal ini kepadamu?"

Nabi Ibrahim mengiyakan. Istrinya lantas menjawab, "Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan (menelantarkan) kami." Kemudian, Hajar pun kembali.

Dengan berat hati, Nabi Ibrahim melanjutkan perjalanannya. Ketika sampai di sebuah bukit, dirinya menghadap ke Baitullah (Ka'bah), lalu mengangkat kedua tangannya seraya berdoa,

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim, [14]:37).

Baca Juga: Kisah Nabi Sulaiman, Raja yang Memimpin Jin dan Bisa Bahasa Hewan

3. Nabi Ismail dan kemunculan mata air zamzam

Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzamsumur air zamzam (commons.wikimedia.org/Mohammad Bahareth)

Kisah Nabi Ismail tak terlepas dari air zamzam. Kemunculan mata air tersebut terjadi ketika Ismail masih bayi. Setelah ditinggal di sebuah lembah tandus, Hajar bergantung pada persediaan air dan kurma yang ditinggalkan oleh sang suami, sedangkan Ismail makan lewat pemberian air susu ibunya. Sampai suatu hari, persediaan air pun habis.

Ismail yang kehausan lantas menangis tak sudah-sudah. Tak kuasa melihat kondisi putranya, Hajar pergi ke bukit terdekat, Bukit Safa, untuk mencari air. Ketika sampai di atas bukit tersebut, ia melihat ke arah lembah sembari mencari apakah ada orang yang lewat. Sayangnya, tak ada seorang pun yang kunjung muncul.

Dari Safa, Siti Hajar beranjak menuju Bukit Marwah untuk mencari hal yang sama. Lagi-lagi, ia tak menemukan apa-apa. Sebanyak tujuh kali, dirinya mondar-mandir dari Bukit Safa dan Marwah. Yang dilakukan Siti Hajar ini lantas jadi salah satu rukun ibadah haji dan umrah yang dikenal sebagai sai (berlari-lari kecil).

Hingga akhirnya, ketika berada di puncak Marwah, Siti Hajar mendengar suara. "Diamlah," kepada dirinya. Perempuan tersebut diam dan memasang telinga baik-baik. Suara yang ia dengar ternyata berasal dari malaikat. Ada riwayat yang mengatakan bahwa itu adalah Malaikat Jibril dalam wujud manusia, yang berada di dekat air zamzam.

Malaikat tersebut kemudian mengentakkan kakinya—riwayat lain mengatakan sayap—ke tanah. Salah satu sumber menyebutkan bahwa malaikat tersebut mengentakkan kakinya ke tanah seraya mengatakan, "Zamzam! Zamzam!" Namun yang pasti, entakan tersebut menyebabkan air memancar dari tanah.

Hajar membendung air dengan kedua telapak tangannya hingga membentuk kolam kecil. Ia kemudian bergegas memasukkan air zamzam ke dalam bejana, meminumnya hingga lepas dahaganya, lalu menyusui putranya yang kehausan.

Malaikat yang menolongnya lantas berujar, "Janganlah engkau takut disia-siakan (ditelantarkan) karena di tempat inilah Baitullah akan direnovasi oleh anak ini (Ismail) bersama dengan ayahnya (Ibrahim). Sesungguhnya, Allah tidak akan menyia-nyiakan keluarganya (Ibrahim)."

4. Mata air yang menyebabkan lembah tandus menjadi berpenduduk

Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air ZamzamMasjidil Haram (pixabay.com/sopnotory)

Kemunculan mata air zamzam membuat Hajar dan Ismail kecil mampu bertahan di Makkah yang tak berpenghuni. Pada waktu yang sama, semburan air zamzam menyebabkan sekelompok burung beterbangan.

Fenomena tersebut mencuri perhatian orang-orang dari suku Jurhum. Tatkala melihat para burung berputar-putar di langit, mereka yakin bahwa di bawahnya pasti ada air. Akan tetapi, sepengetahuan mereka, tidak ada sumber air di lembah tersebut.

Untuk memastikan dugaan mereka, beberapa orang dari suku Jurhum pun mendatangi lokasi yang dimaksud. Ternyata, memang benar ada air di tempat tersebut. Alhasil, orang-orang Jurhum memindahkan perkemahan mereka ke dekat mata air zamzam.

Dilansir Rumaysho, mereka bertanya kepada Hajar, "Apakah kamu mengizinkan kami untuk singgah bergabung denganmu di sini?" Ibu Nabi Ismail lantas menjawab, "Ya boleh, tapi kalian tidak berhak memiliki (mengambil alih kepemilikan) air (zamzam)." Mereka lalu berkata, "Baiklah."

Dengan kehadiran orang-orang tersebut, Siti Hajar merasa senang karena dirinya tak lagi sendirian. Suku Jurhum yang menetap di daerah sekitar sumur zamzam selanjutnya mengajak sanak saudara mereka untuk ikut tinggal di sana. Kepada orang Jurhum pula, nantinya Nabi Ismail mempelajari bahasa Arab.

Sejak saat itulah, Makkah—yang dulunya hanya sebuah hamparan lembah kering tak berpenghuni—menjadi ramai dan bahkan sekarang dikunjungi oleh hampir seluruh manusia di dunia. Masyaallah!

5. Temu kangen dengan sang ayah setelah bertahun-tahun lamanya

dm-player
Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzamilustrasi siluet ayah dan anak (unsplash.com/Suhash Villuri)

Jauh di Negeri Syam, Nabi Ibrahim dan Siti Sarah juga sedang bergembira. Pasalnya, setelah penantian yang panjang, Allah memberi kabar melalui malaikat utusan-Nya bahwa Sarah kelak akan melahirkan seorang anak laki-laki yang mulia. Dia adalah Nabi Ishaq AS.

Dalam kegembiraannya itu, Nabi Ibrahim tiba-tiba merasa rindu dengan putra pertamanya, Ismail. Sebelum-sebelumnya, ia juga telah mendengar kabar tentang istri dan anaknya itu melalui para kafilah yang mana membuatnya semakin ingin bertemu mereka berdua.

Kepada Sarah, Nabi Ibrahim mengatakan bahwa dirinya hendak menjenguk Ismail dan Hajar. Walaupun awalnya memendam perasaan tidak enak terhadap Hajar, Sarah sudah tidak marah lagi dan mengizinkan suaminya untuk pergi menemui mereka.

Dalam perjalanan yang memakan waktu berbulan-bulan, akhirnya sampailah Nabi Ibrahim di lokasi di mana ia meninggalkan Hajar dan Ismail. Betapa tercengangnya ia melihat wilayah yang mulanya tak berpenghuni menjadi ramai dengan penduduk. "Allah Maha Besar," ucapnya.

Nabi kemudian menanyakan kepada penduduk sekitar tentang anak dan istrinya. Ternyata, semua orang mengenali Hajar dan Ismail. Mereka dikenal sebagai pemilik mata air zamzam yang berhati mulia sehingga dihormati oleh penduduk Makkah.

Barulah Nabi Ibrahim berjumpa dengan istri dan putranya ketika mereka tengah menggembala kambing. Berdasarkan Kisah para Nabi oleh Ibnu Katsir, Nabi Ibrahim memeluk anaknya erat-erat dan menciumnya.

Sebuah perjumpaan yang begitu manis. Setelah matahari mulai condong ke barat, mereka pun akhirnya kembali ke Makkah sembari menggiring hewan-hewan ternak yang ada.

Baca Juga: Pengertian Suhuf dan Nabi-Nabi yang Menerimanya

6. Nabi Ibrahim bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Nabi Ismail

Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzamilustrasi hewan kurban (IDN Times/Aditya Pratama)

Setelah pertemuan mereka yang pertama itu, Nabi Ibrahim rutin menjenguk anak dan istrinya di Makkah. Sampai pada suatu hari, ketika berada di Makkah, Nabi memimpikan sesuatu. Ia bermimpi bahwa dirinya harus menyembelih putranya, Ismail.

Karena mimpi yang aneh tersebut, ia pun terbangun dan memohon perlindungan kepada Allah SWT. Mulanya, Nabi Ibrahim tidak langsung membenarkan mimpi tersebut, tetapi tidak pula mengingkarinya. Dalam kebimbangan, dirinya mencoba untuk merenungi sembari memohon petunjuk dari Allah. 

Setelah terlelap kembali di malam kedua dan ketiga, ia hanya mendapati dirinya memimpikan hal yang sama. Dari situ, ia meyakini bahwa bunga tidur tersebut berasal dari Allah.

Sebagai seorang ayah yang telah lama menanti-nantikan keturunan, tentu sangat berat bagi Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya sendiri sekalipun itu adalah perintah dari Tuhannya. Meskipun begitu, dirinya tetap menjalankan apa yang diperintahkan Allah.

Namun, sebelum itu, Nabi Ibrahim menceritakan mimpi yang ia alami kepada Nabi Ismail. Dialog mereka tercatat dalam Surah As-Saffat ayat 102 yang berbunyi,

"Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. As-Saffat, [37]:102).

Sungguh mulia perilaku yang ditunjukkan oleh Nabi Ismail AS. Dirinya tanpa ragu rela disembelih demi memenuhi perintah Allah SWT. Sikapnya itu menunjukkan ketaatan penuh kepada Tuhannya dan bakti kepada orangtua.

Setelah perbincangan tersebut, Nabi Ibrahim membawa putranya ke Mina. Sebelum melakukan proses penyembelihan, Nabi Ismail menyebutkan sejumlah permintaan terakhir untuk dipenuhi oleh sang ayah, di antaranya

  • mengikat tubuhnya kuat-kuat supaya dirinya tidak banyak bergerak ketika disembelih;
  • meminta Nabi Ibrahim untuk menanggalkan pakaiannya sendiri supaya tidak terkena cipratan darah yang nantinya akan membuat ibunya sedih apabila melihatnya;
  • menajamkan pedang/pisau yang digunakan dan mempercepat proses penyembelihan untuk mengurangi rasa sakit; dan
  • menyampaikan salam dan memberikan pakaiannya sebagai kenang-kenangan kepada ibunya.

Mendengar itu, dikutip dari laman NU Online, Nabi Ibrahim berkata,

"Sungguh, sebaik-baiknya pertolongan adalah engkau, wahai anakku, dalam menjalankan perintah Allah," (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Kutub: 2000 M], juz XXVI, halaman 138).

7. Pisau yang tumpul dan Nabi Ismail yang digantikan gibas

Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzamilustrasi Idul Adha (IDN Times/Aditya Pratama)

Setelah memenuhi permintaan terakhir Nabi Ismail, Nabi Ibrahim pun sudah bersiap-siap untuk menyembelih putranya yang masih remaja. Syekh Wahbah Zuhaili dalam Kitab Tafsir A-Munir menjelaskan, ada yang mengatakan kalau Nabi Ismail AS berusia 13 tahun sewaktu disembelih, sedangkan yang lain berpendapat bahwa umurnya masih menginjak 7 tahun.

Sewaktu pisau telah menyentuh leher Nabi Ismail, benda tersebut tidak mampu melukai atau bahkan menimbulkan bekas. Padahal, pedang tersebut telah diasah sampai benar-benar tajam.

Berdasarkan laman NU Online, Nabi Ismail sampai-sampai mengatakan,

"Wahai ayahku! Palingkanlah wajahku hingga tak terlihat olehmu! Karena sungguh, jika melihat wajahku, engkau akan selalu merasa iba. Perasaan iba itu dapat menghalangi kita untuk melaksanakan perintah Allah. Apalagi di depan mataku, terlihat kilatan pisau yang sangat tajam, tentu membuatku ketakutan." (Syekh Abu Ishaq bin Ibrahim Ats-Tsa’labi, Tafsir Ats-Tsa’labi, [Beirut, Darul Ihya’: 2002 M], halaman 1901).

Nabi Ibrahim kembali menuruti permintaan anaknya. Akan tetapi, pisau tersebut lagi-lagi tidak bekerja semestinya. Pada akhirnya, turunlah wahyu Allah SWT seperti yang tercantum dalam Surah As-Saffat ayat 104–106. Allah berfirman,

"Dan Kami panggillah dia, 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.'" (QS. As-Saffat, [37]:104–106).

Dari ayat tersebut, bisa kita ketahui bahwa perintah menyembelih tersebut bukanlah karena Allah menginginkan keburukan bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, melainkan semata-mata untuk menguji kepatuhan mereka kepada-Nya.

Buktinya, bersamaan dengan turunnya firman tersebut, Allah menggantikan nyawa Nabi Ismail dengan seekor gibas (kambing berukuran besar). Kambing tersebut dibawa oleh Malaikat Jibril yang selanjutnya disembelih oleh Nabi Ibrahim.

Kisah Nabi Ismail yang disembelih oleh Nabi Ibrahim ini, lantas jadi sejarah perayaan Hari Raya Kurban atau Idul Adha bagi kaum muslimin. Hewan kurban yang disembelih bukanlah sekadar untuk dibagi-bagi saja, tetapi memiliki makna esensial untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

8. Mukjizat Nabi Ismail AS

Kisah Nabi Ismail serta Sejarah Idul Adha dan Kemunculan Air Zamzamilustrasi Al-Qur'an (unsplash.com/masjidmpd)

Betapa sabar dan mulianya Nabi Ismail AS. Karena kesalehannya tersebut, namanya disebutkan dalam kitab suci Al-Qur'an sebanyak 12 kali dalam surah

  • Al-Baqarah ayat 127, 136, dan 140;
  • An-Nisa ayat 163;
  • Maryam ayat 54–55;
  • Al-Anbiya' ayat 85–86; serta
  • As-Saffat ayat 101–107.

Seperti yang telah dipaparkan di poin-poin sebelumnya, bisa kita ketahui bahwa Nabi Ismail AS menerima mukjizat berupa

  • kemunculan mata air zamzam ketika berada di Makkah yang masih berupa lembah kering tak berpenghuni; dan
  • digantikan dengan seekor kambing saat hendak disembelih oleh ayahnya untuk menjalankan perintah Allah.

Dari peristiwa penyembelihan yang dialami, Nabi Ismail masih tetap hidup sampai akhirnya ia diangkat menjadi seorang nabi pada tahun 1850 SM. Semasa kenabiannya, ia berdakwah untuk penduduk Al-Amaliq, bani Jurhum dan Kabilah Yaman.

Nabi Ismail AS diperkirakan wafat pada tahun 1779 SM ketika usianya mencapai 137 tahun. Dirinya dimakamkan di daerah Hijr, berdampingan dengan makam ibunya, Siti Hajar.

Itulah tadi kisah Nabi Ismail AS beserta sejarah kemunculan mata air zamzam dan perayaan Idul Adha. Semoga kita bisa memupuk perilaku sabar dan tabah dalam menjalani ujian kehidupan seperti Nabi Ismail, ya. Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin.

Baca Juga: Kisah Qabil dan Habil, Pembunuhan Pertama yang Terjadi di Bumi

Topik:

  • Bella Manoban
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya