Guru pendamping: Rahajeng Shafira
Ketua Tim: Nayottama Arya Putra Caesar
Penulis: Richard Gibson, Yuniar Zhafirah Suryananda
Desainer visual: Amanda Kidung Dewi Henardi, Keizha Arsyila Izzatiansyah
Fotografer & Videografer: Femmy Noorsafira, Richard Gibson
[MADING] ECO WARRIOR: MODE ON! Aksi Pelajar Hijaukan Bumi

Krisis iklim bukan lagi ancaman jauh, tapi sudah terasa di sekitar kita. Suhu makin panas, musim tak menentu, dan hujan deras bisa datang tiba-tiba meski sudah masuk musim kemarau. Dari keresahan inilah, kami, Tim NGILANG (Ngide Langsung Menang) dari SMAN 9 Malang, menyusun mading digital bertema gerakan hijau, energi terbarukan, dan langkah-langkah kecil untuk masa depan Bumi yang lebih lestari.
Tim kami terdiri dari:
Karya ini dipersembahkan untuk kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025, dan sesuai ketentuan lomba, ditampilkan apa adanya tanpa melalui proses penyuntingan dari redaksi IDN Times.
Essai: Latar Belakang

Selama beberapa tahun ini, kalian merasa tidak sih kalau suhu bumi semakin meningkat? Menurut hasil analisis BMKG tahun 2024, kenaikan suhu di Indonesia telah mencapai 1,5 derajat Celcius di atas suhu era pra-industri (1850-1900). Kondisi ini berdampak pada perubahan pola curah hujan yang berimbas pada hasil pertanian, serta berpotensi mengubah struktur ekosistem di berbagai wilayah.
Salah satu bukti nyatanya, adalah cuaca saat ini. Sekarang sudah memasuki bulan Agustus, namun hujan lebat masih sesekali turun. Hal ini berbeda dengan beberapa dekade lalu ketika pola musim masih teratur: musim kemarau berlangsung pada bulan Januari hingga Agustus, sedangkan musim hujan terjadi pada September hingga Desember. Kini, cuaca semakin sulit diprediksi. Dalam beberapa tahun terakhir, hujan yang hanya berlangsung puluhan menit saja sudah mampu menyebabkan banjir yang melumpuhkan mobilitas masyarakat. Di sisi lain, suhu siang hari terasa semakin meningkat dari tahun ke tahun hingga membuat masyarakat membutuhkan pendingin untuk menyejukkan tubuh. Perubahan-perubahan signifikan ini menjadi tanda jelas bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja dan membutuhkan pertolongan kita.
Kondisi tersebut merupakan salah satu gejala dari perubahan iklim yang kian memburuk, bahkan oleh sebagian orang disebut sebagai ‘kiamat iklim.’ Istilah ini bukanlah berlebihan, sebab dampaknya benar-benar dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia: mulai dari cuaca ekstrem, kelaparan, konflik perebutan sumber daya, hingga penyebaran penyakit. Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa Indonesia, perubahan iklim dipicu oleh aktivitas manusia yang menggerus kelestarian lingkungan, seperti pembakaran bahan bakar fosil, penumpukan limbah makanan (food waste), deforestasi besar-besaran, gaya hidup konsumtif, bahkan timbunan sampah digital dari data yang tidak terpakai pun turut menghasilkan emisi karbon melalui penggunaan energi pusat data.
Menghadapi ancaman sebesar ini, diperlukan langkah nyata yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, terutama generasi muda. Pemuda memiliki peran strategis sebagai agen perubahan yang mampu membawa ide, inovasi, dan aksi nyata. Dengan kami berupaya menyebarkan edukasi lingkungan sekaligus mengajak masyarakat luas untuk terlibat langsung dalam menjaga kelestarian bumi.
Agar peran tersebut dapat berjalan efektif, pemuda perlu dibekali dengan wawasan dan kesadaran yang kuat mengenai isu iklim. Salah satu upaya utamanya adalah dengan meningkatkan literasi iklim yang dapat dimulai dari lingkup pendidikan formal, yaitu mengintegrasikan pembelajaran dengan literasi iklim. Misalnya, dalam pembelajaran mata pelajaran Ekonomi dapat membahas tentang kelangkaan sumber daya alam diperburuk oleh perubahan iklim. Sayangnya, pembelajaran di sekolah sering kali masih berfokus pada materi textbook tanpa mengaitkannya dengan kondisi lingkungan dan isu iklim yang sedang berlangsung membuat para siswa tidak diberi ruang untuk berpikir kritis mengenai hal tersebut. Padahal, jika literasi iklim terintegrasi dalam pembelajaran, dilakukan secara menyeluruh, dan berkelanjutan hingga pada tahap aplikatif, hal ini dapat mendorong lahirnya inovasi teknologi, seperti pengembangan energi terbarukan atau aplikasi monitoring lingkungan.
Literasi iklim tidak hanya sebatas teori, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata. Di lingkungan sekolah, penerapannya dapat dilakukan melalui berbagai program, seperti Adiwiyata, gerakan Jumat bersih dan sehat, pembiasaan membawa kotak bekal dan tumbler, pemilahan sampah, hingga pembuatan kompos dari limbah food waste kantin atau bekal. Penelitian menunjukkan bahwa literasi iklim yang diterapkan secara tepat mampu meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab siswa terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembiasaan penggunaan tumbler kepada teman dan kerabat secara positif untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai.
Di luar lingkup pendidikan formal, kesadaran iklim juga bisa ditumbuhkan melalui kegiatan volunteer yang berfokus pada isu lingkungan. Lewat kegiatan ini, pemuda tidak hanya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, tetapi juga melakukan aksi nyata, seperti penanaman pohon, pembersihan wilayah, atau kampanye pengurangan sampah plastik. Bergabung dengan komunitas literasi yang menaruh perhatian pada isu iklim juga menjadi cara efektif untuk meningkatkan literasi iklim, menyebarkan informasi yang akurat, dan menggerakkan aksi kolektif dalam melawan perubahan iklim.
Berdampingan dengan langkah tersebut, teknologi dapat menjadi pendukung utama dalam upaya ini. Terlebih lagi generasi saat ini lebih akrab dengan media online yang dapat digunakan untuk kampanye lingkungan secara kreatif dan masif. Saat ini muncul beberapa influencer muda yang berfokus kepada penyelamatan lingkungan sekitar seperti Jeremy Owen.
Jeremy Owen adalah salah satu content creator pada platform Tiktok, Instagram, dan Youtube yang berfokus kepada upaya penyelamatan lingkungan sekitar dan edukasi lingkungan dan iklim. Program terakhirnya adalah WeNanam Pohon yang merupakan penanaman pohon sesuai jumlah share, sekaligus menantang para pengikut untuk membagikan video sebanyak banyaknya. Aksi ini ternyata juga membangkitkan antusias pengikutnya yang mayoritas adalah pemuda untuk menjadi volunteer dalam aksi penanaman pohon yang berhasil menanam lebih dari 100 pohon per harinya. Hal ini membuktikan bahwa anak muda juga memiliki semangat yang tinggi dan bisa diajak berkontribusi untuk mengupayakan lingkungan yang sehat.
Menurut data dari Jejakin.com, hingga tanggal 20 Agustus 2025 aksi penanaman pohon ini telah berhasil menyerap total emisi CO₂ sebesar 49,81 ton. Pohon-pohon yang ditanam pun beragam, mulai dari pinus, kopi, mangga, nangka, hingga berbagai varietas lainnya. Selain berperan penting dalam menanggulangi ancaman ‘kiamat iklim’ akibat emisi karbon, program ini juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar melalui hasil buah yang dapat dipanen. Inilah bukti nyata bahwa kampanye menjaga lingkungan melalui media sosial dapat menggerakan massa secara masif sehingga tidak hanya berdampak bagi kelestarian bumi, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan manusia.
Dengan meningkatnya kesadaran dan aksi nyata dari generasi muda terhadap lingkungan dan iklim, harapan untuk memperlambat laju ‘kiamat iklim’ masih terbuka lebar. Edukasi literasi iklim dan teknologi terutama di media online dapat menjadi senjata utama untuk menciptakan masa depan bumi yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan demi memastikan generasi selanjutnya tetap memiliki bumi yang layak huni.
Essai: Kesimpulan

Perubahan iklim yang kian memburuk akibat kerusakan lingkungan yang semakin meluas, menuntut tindakan nyata dari semua pihak, terutama generasi muda sebagai agen perubahan. Melalui penguatan edukasi literasi iklim di sekolah, aksi nyata literasi iklim, keterlibatan dalam komunitas, kegiatan volunteer, serta pemanfaatan teknologi untuk edukasi, pemuda dapat memainkan peran strategis dalam melawan ancaman krisis iklim. Sekolah dan masyarakat menjadi wadah penting untuk menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini, sementara teknologi memberi jangkauan luas untuk menyebarkan informasi dan menggerakkan aksi kolektif. Dengan sinergi antara edukasi dan teknologi, masa depan bumi yang hijau dan berkelanjutan masih dapat diwujudkan.
Infografik

Sebagai generasi penerus, pemuda dan pelajar memegang peran kunci dalam mewujudkan gerakan Zero Waste di sekolah. Dengan fakta bahwa Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik per tahun dan sampah makanan (food waste) menyumbang 28,3% dari total sampah nasional, aksi kolektif menjadi sangat mendesak. Melalui 6 Langkah E.C.O-W.A.R, siswa dapat membuat perubahan signifikan: pertama, (E)at wisely. Kedua, (C)lean & classy. Ketiga, (O)ptimize Energy. Keempat, (W)aste less. Kelima, (A)rrange smartly. Keenam, (R)ecycle right. Aksi-aksi sederhana ini tidak hanya menciptakan sekolah yang asri dan nyaman tetapi juga langsung berdampak pada pengurangan emisi karbon, penghematan sumber daya, dan pembentukan karakter peduli lingkungan yang berkelanjutan.
Rubrik Diskusi: Infografik Pertamina

Dalam upaya mencapai taDalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, Indonesia terus mendorong berbagai inovasi pengurangan emisi karbon. Sebagai bagian dari komitmen ini, Pertamina aktif mengoptimalkan potensi limbah, khususnya dari industri kelapa sawit, untuk diubah menjadi energi hijau. Dari setiap satu ton Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah, dihasilkan limbah cair (POME) sebanyak 583 kg yang mengandung metana (CH₄) gas rumah kaca yang 25 kali lebih berbahaya dari CO₂. Limbah padat seperti serat (MF), cangkang, dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) juga dihasilkan dalam jumlah signifikan.
Melalui teknologi anaerobik digester, POME diolah menjadi biogas yang kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Saat ini, Pertamina NRE telah mengoperasikan beberapa proyek biomassa dengan total kapasitas 4,4 MW, seperti di Kwala Sawit, Pagar Merbau, dan Sei Mangkei. Potensi nasionalnya bahkan sangat besar, mencapai 12.654 MW, dengan Sumatera dan Kalimantan sebagai penyumbang terbesar.
Dampak dari pengolahan ini sangat positif: emisi gas rumah kaca dapat ditekan hingga 95%, limbah padat (TKKS) menjadi bahan bakar pengganti fosil, dan prinsip ekonomi sirkular terwujud. Dengan demikian, pengelolaan limbah sawit tidak hanya membantu mengurangi beban lingkungan, tetapi juga berkontribusi nyata dalam transisi energi bersih menuju NZE 2060.n (NZE) pada tahun 2060, Indonesia terus mendorong berbagai inovasi pengurangan emisi karbon. Sebagai bagian dari komitmen ini, Pertamina aktif mengoptimalkan potensi limbah, khususnya dari industri kelapa sawit, untuk diubah menjadi energi hijau. Dari setiap satu ton Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah, dihasilkan limbah cair (POME) sebanyak 583 kg yang mengandung metana (CH₄) gas rumah kaca yang 25 kali lebih berbahaya dari CO₂. Limbah padat seperti serat (MF), cangkang, dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) juga dihasilkan dalam jumlah signifikan.
Melalui teknologi anaerobik digester, POME diolah menjadi biogas yang kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Saat ini, Pertamina NRE telah mengoperasikan beberapa proyek biomassa dengan total kapasitas 4,4 MW, seperti di Kwala Sawit, Pagar Merbau, dan Sei Mangkei. Potensi nasionalnya bahkan sangat besar, mencapai 12.654 MW, dengan Sumatera dan Kalimantan sebagai penyumbang terbesar.
Dampak dari pengolahan ini sangat positif: emisi gas rumah kaca dapat ditekan hingga 95%, limbah padat (TKKS) menjadi bahan bakar pengganti fosil, dan prinsip ekonomi sirkular terwujud. Dengan demikian, pengelolaan limbah sawit tidak hanya membantu mengurangi beban lingkungan, tetapi juga berkontribusi nyata dalam transisi energi bersih menuju NZE 2060.
Foto Bercerita

Karya foto bercerita ini merupakan hasil dari sebuah proses kreatif yang diawali dengan identifikasi isu lingkungan yang relevan dan aktual, dilanjutkan dengan pengumpulan data serta riset mendalam dari berbagai sumber terpercaya untuk memastikan keakuratan informasi. Selanjutnya, tim merumuskan solusi praktis yang dapat diimplementasikan di tingkat sekolah, yang kemudian divisualisasikan melalui serangkaian foto yang tidak hanya estetis tetapi juga sarat makna. Tahap produksi melibatkan pembuatan infografis yang informatif dan video kampanye yang engaging, yang keseluruhannya diintegrasikan secara harmonis ke dalam desain mading digital yang interaktif. Melalui pendekatan yang sistematis dan kreatif ini, karya yang dihasilkan tidak hanya menarik secara visual tetapi juga mampu menyampaikan pesan perubahan perilaku dan kepedulian lingkungan dengan kuat dan efektif, sekaligus menunjukkan komitmen nyata dalam mengurangi jejak ekologis di lingkungan sekolah.