5 Prinsip Etika Bisnis Memasarkan Produk dalam Islam

Dunia bisnis terus berkembang pesat dengan berbagai produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pasar, mulai dari komoditas hingga produk digital yang sedang naik daun. Dalam bisnis, pemasaran memegang peran penting, mencakup proses menciptakan, mendistribusikan, mempromosikan, dan menetapkan harga barang atau jasa untuk membangun hubungan baik dengan pelanggan serta pemangku kepentingan. Namun, dalam praktiknya, ada produsen yang menggunakan cara tidak etis, seperti melakukan kecurangan, yang merugikan konsumen dan berdampak buruk pada keberlanjutan bisnis.
Etika bisnis Islam hadir sebagai pedoman agar semua aktivitas bisnis, termasuk pemasaran, tetap sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip ini melarang segala bentuk kecurangan yang dapat merugikan pihak lain, dengan tujuan bisnis tidak hanya mengejar keuntungan materi, tetapi juga memberikan manfaat nonmateri. Dalam Islam, bisnis seharusnya menciptakan suasana persaudaraan, kepedulian sosial, serta menjaga keberlanjutan hubungan yang saling menguntungkan bagi semua pihak.
1. Kejujuran (shiddiq)

Kejujuran dalam menjalankan bisnis adalah sesuatu yang sangat penting untuk membangun kepercayaan konsumen, meningkatkan reputasi, menghindari masalah hukum, dan mengurangi risiko kehilangan pelanggan. Ketika menerapkan prinsip kejujuran saat berbisnis, konsumen akan merasa lebih aman dan menciptakan hubungan jangka panjang yang menguntungkan. Bisnis yang jujur akan memiliki citra positif untuk menarik minat konsumen baru dan juga mempertahankan loyalitas konsumen lama, semuanya akan berdampak pada bisnis yang berkelanjutan dan tercapainya kesejahteraan bersama.
Nabi Muhammad SAW mengajarkan umat muslim untuk senantiasa memegang prinsip kejujuran terutama dalam berniaga. Nabi Muhammad SAW ingin bisnis yang dijalankan juga sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang ia ajarkan agar dapat bermanfaat bagi orang lain dan bukan memberikan keburukan, hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam hadis:
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga.” (HR. Ahmad).
2. Keadilan (adl)

Prinsip keadilan sangat penting dalam praktik bisnis dan pemasaran produk, prinsip ini menjamin bahwa semua pihak baik pelanggan, karyawan, mitra bisnis, maupun masyarakat, diperlakukan dengan seimbang sesuai hak yang mereka miliki. Dalam memasarkan produk, keadilan berarti memberikan informasi yang jujur dan akurat, memastikan produk yang ditawarkan memiliki kualitas dan jumlah yang sesuai, serta menetapkan harga yang wajar. Dengan menerapkan prinsip keadilan, bisnis tidak hanya membangun citra positif, tetapi juga menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." Surah An-Nahl (16:90)
Ayat di atas menunjukan bahwa Islam mengharuskan umatnya untuk senantiasa memegang prinsip keadilan, hal ini bertujuan untuk memberikan kedamaian bagi kehidupan. Keadilan tidak hanya untuk sesama umat muslim saja, tetapi juga orang yang memiliki kepercayaan lain.
3. Menghindari ketidakpastian (gharar)

Selain kejujuran dan keadilan, menghindari ketidakpastian (gharar) dalam memasarkan produk sangat penting dilakukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan rasa aman bagi konsumen dan mitra bisnis. Ketika sebuah produk dipasarkan dengan cara yang transparan dan konsisten dalam memberikan informasi produk, penetapan harga, dan layanan yang diberikan, konsumen tidak akan merasa ragu dan lebih mudah untuk menentukan keputusan yang tepat. Larangan gharar juga disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits:
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar." (HR. Muslim, Kitab Al-Buyu, no. 1513)
Menghindari ketidakpastian juga membuat bisnis yang dijalani terhindar dari potensi masalah yang akan terjadi kedepannya seperti kesalahpahaman, atau konflik dengan konsumen yang akan berdampak buruk bagi keberlanjutan bisnis kedepannya. Bisnis yang memiliki kepastian dalam penerapannya memiliki perencanaan yang jelas, manajemen risiko yang baik, serta kebijakan dan prosedur yang terstandarisasi, sehingga pengelolaan bisnis menjadi lebih stabil.
4. Memiliki manfaat (maslahah)

Produk yang dipasarkan harus memiliki manfaat bagi orang lain, nilai manfaat atau kegunaan adalah nilai jual suatu produk yang ditawarkan. Produk yang memberikan solusi, kenyamanan, atau memenuhi kebutuhan spesifik, sehingga konsumen merasa puas dan mendapatkan nilai dari produk yang mereka beli. Produk yang memilki manfaat juga dapat meningkatkan minat konsumen baru terhadap produk yang ditawarkan dan berdampak positif untuk keberlanjutan bisnis yang dijalani.
Etika bisnis islam menjalankan bisnis sesuai prinsip-prinsip syariah, dilarang untuk memperjualbelikan produk haram dan produk yang berdampak buruk bagi orang lain walaupun memberikan keuntungan yang besar, sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al-Ma'idah ayat 90:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
Tujuan utama menjalankan bisnis bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan semata, tetapi juga mencapai kemaslahatan bagi semua.
5. Tanggung jawab (amanah)

Sudah seharusnya dalam berbisnis untuk bertangung jawab dan amanah dalam menawarkan produk untuk membangun kepercayaan dan kredibilitas terhadap konsumen dan mitra bisnis. Penjual harus bisa memastikan produk yang dijual memilki kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan janji yang diberikan, hal ini akan membuat konsumen merasa aman dan percaya terhadap produk yang mereka beli. Tanggungjawab dalam memasarkan produk juga disampaikan dalam hadis:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menjual barang yang ada cacatnya kepada temannya, kecuali jika dia menjelaskan.” (HR. Ibn Majah)
Kepercayaan konsumen penting untuk dijaga agar bisnis dapat berjalan dengan baik. Jika konsumen merasa kecewa dengan produk yang mereka beli, mereka bisa dipastikan tidak akan datang kembali untuk membeli produk yang ditawarkan karena sudah tidak percaya dengan pihak penjual. Kekecewaan konsumen tentu akan mempengaruhi minat konsumen lain untuk tidak membeli produk tersebut, ini berdampak buruk bagi keberlangsungan bisnis dan tidak akan memberikan manfaat bagi orang lain.