Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Thrifting Jadi Gaya Hidup Ramah Lingkungan Gen Z

ilustrasi thrifting
ilustrasi thrifting (pexels.com/Julia M Cameron)

Bagi banyak anak muda masa kini, terutama Gen Z, konsep hidup sederhana dan sadar lingkungan bukan sekadar tren sesaat. Mereka tumbuh di tengah isu limbah mode dan konsumsi berlebihan yang bikin bumi semakin sesak. Di titik itu, muncul satu kebiasaan baru yang pelan-pelan jadi bagian dari cara hidup yakni thrifting.

Gaya ini bukan hanya tentang hemat uang, tapi tentang cara berpikir yang lebih matang terhadap apa yang dipakai dan bagaimana pengaruhnya terhadap dunia. Berikut alasan mengapa generasi muda menjadikan thrifting sebagai simbol hidup yang lebih sadar dan relevan dengan zaman.

1. Cara pandang baru terhadap nilai sebuah barang

ilustrasi barang thrift (pexels.com/Bryan)
ilustrasi barang thrift (pexels.com/Bryan)

Gen Z tumbuh di era serba cepat, tapi justru banyak dari mereka belajar untuk memperlambat ritme dalam hal konsumsi. Barang bekas tidak lagi dianggap usang, melainkan punya nilai emosional dan sejarah yang unik. Setiap potongan pakaian punya cerita, dan itu membuat mereka merasa terhubung secara personal dengan apa yang dikenakan.

Lebih dari sekadar pilihan mode, ini adalah bentuk penghargaan terhadap proses. Mereka sadar bahwa sesuatu tidak harus baru untuk bermakna. Pola pikir ini mendorong mereka melihat nilai dari keberlanjutan, bukan sekadar tren. Di sinilah thrifting mulai dipahami bukan sebagai aktivitas belanja alternatif, tapi bagian dari cara hidup yang lebih bijak dan reflektif.

2. Keaslian jadi bentuk ekspresi diri

ilustrasi kurasi barang thrift (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi kurasi barang thrift (pexels.com/cottonbro studio)

Gen Z dikenal suka menampilkan diri apa adanya. Thrifting membantu mereka mengekspresikan gaya tanpa harus mengikuti pola busana yang sama seperti kebanyakan orang. Pakaian hasil temuan dari toko barang bekas sering kali satu-satunya, membuat gaya berpakaian jadi lebih personal dan otentik. Mereka tidak lagi sibuk mengejar tren, tapi berusaha menunjukkan siapa diri mereka lewat pilihan kecil sehari-hari.

Di sisi lain, kegiatan mencari barang bekas juga memberi sensasi tersendiri. Ada rasa puas saat menemukan item langka yang pas di hati. Proses itu membentuk pengalaman emosional yang lebih dalam daripada sekadar transaksi. Dari situ, muncul kesadaran bahwa gaya tidak harus sempurna, asal punya makna dan menggambarkan karakter diri.

3. Hidup minimalis tanpa kehilangan gaya

ilustrasi thrifting (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi thrifting (pexels.com/MART PRODUCTION)

Tekanan sosial untuk selalu tampil baru membuat banyak orang merasa harus terus membeli. Namun, Gen Z mulai mematahkan pola itu dengan memilih untuk memiliki lebih sedikit, tapi lebih berarti. Mereka mulai paham bahwa membeli banyak bukan berarti lebih bahagia, justru sering membuat sesak secara finansial dan mental.

Thrifting membantu mereka menemukan keseimbangan antara gaya dan kesadaran diri. Dengan membeli barang bekas, mereka tetap bisa tampil menarik tanpa terjebak dalam siklus konsumsi cepat. Ini bukan soal menolak mode modern, tapi tentang belajar merasa cukup. Pilihan sederhana yang pada akhirnya memberi ruang lebih untuk fokus pada hal-hal penting dalam hidup.

4. Komunitas yang menguatkan nilai hidup

ilustrasi komunitas (unsplash.com/Omar Lopez)
ilustrasi komunitas (unsplash.com/Omar Lopez)

Banyak yang memulai thrifting sendirian, tapi akhirnya menemukan komunitas yang punya semangat serupa. Di sana, orang-orang berbagi tips, berdiskusi soal gaya, bahkan saling menukar barang. Dari hubungan itu, terbentuk rasa kebersamaan yang hangat tidak didasari oleh penampilan, tapi oleh nilai yang sama tentang kesederhanaan dan keberlanjutan.

Komunitas seperti ini sering kali memberi ruang aman bagi mereka yang lelah dengan tekanan budaya konsumtif. Percakapan seputar hidup sadar dan bijak jadi hal yang akrab, bukan wacana rumit. Di tengah dunia digital yang sering membuat orang membandingkan diri, keberadaan kelompok kecil semacam ini justru menenangkan. Ada rasa diterima, apa adanya.

5. Tumbuhnya kesadaran bahwa setiap pilihan punya dampak

ilustrasi berburu thrifting (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi berburu thrifting (pexels.com/cottonbro studio)

Thrifting membuat generasi muda sadar bahwa setiap keputusan kecil punya konsekuensi besar. Satu pakaian bekas yang dibeli berarti satu limbah tekstil yang tidak berakhir di tempat pembuangan. Dari situ lahir kebiasaan baru berpikir sebelum membeli. Mereka belajar menilai ulang kebutuhan, dan memahami bahwa keberlanjutan dimulai dari keputusan pribadi.

Kesadaran ini juga meluas ke aspek lain dalam hidup. Banyak yang kemudian menerapkan prinsip serupa dalam hal makanan, gaya hidup digital, hingga cara bersosialisasi. Semua berawal dari niat sederhana: ingin hidup tanpa membebani bumi. Thrifting hanyalah pintu masuk menuju gaya hidup yang lebih seimbang, tenang, dan penuh pertimbangan.

Thrifting bukan sekadar soal pakaian bekas, tapi tentang cara generasi muda menemukan makna di balik setiap pilihan kecil yang mereka buat. Dalam dunia yang serba cepat, mereka memilih untuk berjalan pelan dan sadar akan dampaknya. Jadi, jika gaya hidup bisa menjadi cermin nilai, pilihanmu hari ini mencerminkan apa tentang dirimu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Atqo Sy
EditorAtqo Sy
Follow Us

Latest in Life

See More

[QUIZ] Desain To Do List dan Kami Tebak Seberapa Chaos Hidupmu

09 Okt 2025, 21:10 WIBLife