Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cara Menghindari Sertifikat Ganda saat Membeli Tanah

Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)
Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)
Intinya sih...
  • Sertifikat ganda bisa muncul akibat kesalahan administratif, pemalsuan dokumen, atau tumpang tindih kepemilikan.
  • Langkah pertama sebelum membeli tanah adalah memverifikasi keaslian sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
  • Mintalah penjual untuk menunjukkan dokumen pendukung seperti sertifikat tanah asli, bukti pajak tanah (PBB), dan surat-surat lain yang terkait.

Membeli tanah merupakan investasi besar yang harus dilakukan dengan hati-hati. Risiko yang sering terjadi adalah adanya sertifikat ganda, yang dapat menyebabkan permasalahan hukum di kemudian hari. Sertifikat ganda bisa muncul akibat kesalahan administratif, pemalsuan dokumen, atau tumpang tindih kepemilikan. Oleh karena itu, calon pembeli harus melakukan langkah pencegahan agar tidak terjebak dalam masalah ini.

1. Cek keaslian sertifikat di BPN

Ilustrasi seseorang yang menggunakan aplikasi Sentuh Tanahku di smartphone (pixabay.com/pexels-2286921)
Ilustrasi seseorang yang menggunakan aplikasi Sentuh Tanahku di smartphone (pixabay.com/pexels-2286921)

Langkah pertama sebelum membeli tanah adalah memverifikasi keaslian sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN memiliki data lengkap mengenai kepemilikan tanah, sehingga dapat memberikan kepastian apakah sertifikat tersebut asli atau tidak. Kamu bisa datang langsung ke kantor BPN setempat atau menggunakan layanan online seperti aplikasi Sentuh Tanahku yang disediakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

2. Gunakan jasa notaris atau PPAT

Ilustrasi pertemuan antara pembeli, penjual, dan notaris di atas meja dengan dokumen tanah (pixabay.com/sarahblocks-8094083)
Ilustrasi pertemuan antara pembeli, penjual, dan notaris di atas meja dengan dokumen tanah (pixabay.com/sarahblocks-8094083)

Menggunakan jasa notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sangat disarankan dalam proses jual beli tanah. Notaris akan memastikan keabsahan dokumen dan melakukan pengecekan terhadap status hukum tanah tersebut. Selain itu, notaris juga akan membantu dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB), yang merupakan bukti sah atas transaksi yang dilakukan. Dengan adanya AJB yang resmi, kamu memiliki kepastian hukum atas tanah yang dibeli.

3. Periksa riwayat kepemilikan tanah

Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)
Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)

Sebelum membeli tanah, pastikan bahwa tanah tersebut memiliki riwayat kepemilikan yang jelas. Mintalah penjual untuk menunjukkan dokumen pendukung seperti:

  • Sertifikat tanah asli
  • Bukti pajak tanah (PBB)
  • Surat-surat lain yang terkait

Hindari membeli tanah yang memiliki banyak pemilik tanpa status kejelasan, karena hal ini berisiko tinggi terhadap kemungkinan munculnya sertifikat ganda. Riwayat kepemilikan yang bersih akan memudahkan proses balik nama dan mengurangi risiko sengketa di kemudian hari.

4. Lakukan survei lokasi dan cek batas tanah

Ilustrasi petugas ukur sedang mengecek batas tanah dengan alat ukur (pixabay.com/cafeymas-3367343)
Ilustrasi petugas ukur sedang mengecek batas tanah dengan alat ukur (pixabay.com/cafeymas-3367343)

Penting untuk melakukan pengawasan langsung ke lokasi tanah yang akan dibeli. Pastikan luas tanah dan batas-batasnya sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat. Kamu juga dapat berkomunikasi dengan tetangga sekitar untuk memastikan tidak ada sengketa atau klaim kepemilikan yang tumpang tindih. Jika perlu, libatkan juru ukur resmi dari BPN untuk memastikan keakuratan batas tanah.

5. Hindari pembelian tanah dengan dokumen tidak resmi

Ilustrasi Girik (TRIBUNFILE/IST)
Ilustrasi Girik (TRIBUNFILE/IST)

Di Indonesia, masih banyak tanah yang berstatus girik, petok D, atau hanya memiliki surat pernyataan kepemilikan. Dokumen-dokumen ini belum memiliki kekuatan hukum yang kuat dibandingkan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Jika ingin membeli tanah dengan status seperti ini, pastikan terlebih dahulu bahwa proses peningkatan status ke sertifikat resmi dapat dilakukan dengan lancar.

6. Cek status penyelesaian atau blokir tanah

Ilustrasi tampilan cek status tanah di aplikasi(djkn.kemenkeu.go.id/R. Ahmad Iman Abdurahman)
Ilustrasi tampilan cek status tanah di aplikasi(djkn.kemenkeu.go.id/R. Ahmad Iman Abdurahman)

Tanah yang sedang dalam penyelesaian sengketa atau terkena blokir hukum dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Untuk menghindarinya, lakukan pengecekan di BPN apakah tanah tersebut memiliki status sengketa atau tidak. Jika tanah dalam kondisi terblokir atau sedang dalam proses hukum, sebaiknya hindari transaksi sampai masalah benar-benar selesai.

7. Gunakan akta jual beli resmi

Ilustrasi penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dengan notaris dan para pihak terkait (pixabay.com/tumisu-148124)
Ilustrasi penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dengan notaris dan para pihak terkait (pixabay.com/tumisu-148124)

Setelah memastikan semua hal di atas, pastikan bahwa transaksi dilakukan dengan Akta Jual Beli (AJB) yang sah. Akta ini harus dibuat oleh notaris atau PPAT untuk memastikan legalitas transaksi. Jangan hanya mengandalkan kwitansi pembayaran atau perjanjian di bawah tangan, karena dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat.

Menghindari sertifikat ganda saat membeli tanah memerlukan kehati-hatian dan pengecekan yang menyeluruh. Dengan melakukan pengecekan di BPN, menggunakan jasa notaris atau PPAT, serta memastikan tanah tidak bermasalah, kamu dapat mengurangi risiko di masa depan. Pastikan semua dokumen legal dan transaksi dilakukan dengan prosedur yang benar agar investasi tanahmu aman dan menguntungkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us