Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

CEK FAKTA: Negara Akan Sita Sertifikat Tanah yang Belum Digital?

ilustrasi sertifikat tanah elektronik (atrbpn.go.id)
Intinya sih...
  • Pemerintah hanya anjurkan urus sertifikat digital sebelum 2026, tanpa ancaman disita atau diambil alih negara.
  • Sertifikat tanah dari tahun 1961-1997 perlu diubah ke digital karena kurang detail dan rentan sengketa.
  • Digitalisasi bertujuan untuk proteksi terhadap sertifikat tanah, namun tidak ada batas waktu wajib mengubahnya ke bentuk elektronik.

Jakarta, IDN Times - Publik di jejaring media sosial dengan kabar yang menyebut mulai 2026, pemerintah mewajibkan seluruh sertifikat tanah dan rumah wajib diubah menjadi digital. 

Informasi itu juga mengatakan, apabila sertifikat digital tidak dilakukan sebelum tahun 2026, maka akan diambil alih menjadi milik negara.

1. Negara tidak akan lakukan penyitaan

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid saat jadi pembicara di Retreat Kepala Daerah (dok. Kemendagri)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid memastikan sertifikat tanah yang belum digital tidak akan disita oleh negara. Namun, ia menganjurkan, masyarakat mulai melakukan proses transformasi ke sertifikat digital.

"Tidak akan disita, tapi kita anjurkan untuk segera melakukan proses transformasi dari analog ke digital," kata dia menjawab pertanyaan IDN Times saat ditemui di Masjid KH Hasyim Asy'ari, Jakarta Barat, Senin (31/3/2025).

2. Transformasi digital diutamakan untuk sertifikat tanah lama

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid, saat jumpa pers di kantornya (IDN Times / Aryodamar)

Nusron menjelaskan, transformasi digital itu perlu diterapkan terutama bagi masyarakat yang masih memiliki sertifikat tanah lama. Khususnya di periode 1961 sampai 1997.

"Terutama sertifikat yang terbit dari tahun 1961-1997," tuturnya.

Selain itu, kata Nusron, sertifikat lama yang belum digital tidak memiliki detail jelas. Seperti, tidak ada peta kadastral dan alamat lokasi tanah.

"Kenapa? Sertifikat itu masih manual sekali. Tidak ada peta kadastralnya. Yang ada hanya gambar tanahnya miring di belakangnya," tutur dia.

"Tapi gak ada alamatnya di mana. Itu kalau di kawasan Jabodetabek, rentan diambil orang dan kemudian tumpuk, tumpang tindih," sambungnya.

3. Digitalisasi sertifikat tanah sebagai bentuk proteksi

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, Nusron menuturkan, digitalisasi sebagai bentuk proteksi terhadap sertifikat tanah. 

"Digitalisasi itu adalah dalam rangka untuk memproteksi sertifikatnya. Buktinya kemarin kalau ada banjir, kalau sertifikatnya kemudian tenggelam, gimana? Dengan digital kan aman jadinya. Itu contohnya gitu loh. Jadi dengan digital ini justru lebih aman," tutur dia. 

Menurut Nusron, masyarakat yang anti terhadap digitalisasi adalah mereka yang anti transformasi. Padahal, sertifikat lama rawan diakali sehingga terjadi sengketa.

"(Mereka) ingin kembali tetap Indonesia seperti jadul kayak dulu. Kalau jadul masih manual, gampang diakalin. Kayak kamu dulu waktu mau daftar ke rumah sakit, ketika masih jadul kan pake orang dalam cepat. Dengan adanya digitalisasi kan gak mungkin. Siapa yang mengakses duluan dia cepat," imbuh Nusron.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan keterangan resmi pemerintah melalui Komdigi, pemerintah memang sedang menjalankan program digitalisasi dokumen pertanahan melalui penerapan Sertifikat Tanah Elektronik, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. 

Meski begitu, tidak ada ketentuan yang mengatur aset warga akan diambil alih negara jika tidak segera diubah ke bentuk elektronik.

Dijelaskan pula, Kementerian ATR/BPN memastikan masyarakat tetap bisa menggunakan sertifikat tanah fisik yang sudah dimiliki, dan tidak ada batas waktu yang mengharuskan segera mengubahnya ke bentuk digital. Perubahan menjadi sertifikat elektronik dilakukan secara bertahap dan tetap melalui prosedur yang diawasi oleh pemerintah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us