Menteri Nusron Jamin Sertifikat Tanah Non Digital Tak Disita Negara

- Sertifikat tanah analog perlu segera diubah ke digital
- Khususnya sertifikat lama dari tahun 1961-1997 yang belum memiliki detail jelas
- Digitalisasi bertujuan untuk memproteksi sertifikat tanah dan mencegah terjadinya sengketa.
Jakarta, IDN Times - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memastikan sertifikat tanah yang belum digital tidak akan disita negara.
Namun, Nusron menganjurkan, masyarakat mulai melakukan proses transformasi ke sertifikat digital. Diketahui, isu ini juga telah viral di media sosial.
"Tidak akan disita, tapi kita anjurkan untuk segera melakukan proses transformasi dari analog ke digital," kata dia menjawab pertanyaan IDN Times saat ditemui di Masjid KH Hasyim Asy'ari, Jakarta Barat, Senin (31/3/2025).
1. Transformasi digital diutamakan untuk sertifikat tanah lama

Nusron menjelaskan, transformasi digital itu perlu diterapkan, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki sertifikat tanah lama. Khususnya pada 1961 sampai 1997.
"Terutama sertifikat yang terbit dari tahun 1961-1997," tuturnya.
2. Sertifikat lama tidak lengkap dan potensial sengketa

Selain itu, kata Nusron, sertifikat lama yang belum digital tidak memiliki detail jelas. Seperti, tidak ada peta kadastral dan alamat lokasi tanah.
"Kenapa? Sertifikat itu masih manual sekali. Tidak ada peta kadastralnya. Yang ada hanya gambar tanahnya miring di belakangnya," tutur dia.
"Tapi gak ada alamatnya di mana. Itu kalau di kawasan Jabodetabek, rentan diambil orang dan kemudian tumpuk, tumpang tindih," sambungnya.
3. Digitalisasi sertifikat tanah sebagai bentuk proteksi

Lebih lanjut, Nusron menuturkan, digitalisasi sebagai bentuk proteksi terhadap sertifikat tanah. Menurut dia, masyarakat yang anti terhadap digitalisasi adalah mereka yang antitransformasi. Padahal, sertifikat lama rawan diakali sehingga terjadi sengketa.
"Digitalisasi itu adalah dalam rangka untuk memproteksi sertifikatnya. Buktinya kemarin kalau ada banjir, kalau sertifikatnya kemudian tenggelam, gimana? Dengan digital kan aman jadinya. Itu contohnya gitu loh. Jadi dengan digital ini justru lebih aman," tutur dia.
"(Mereka) ingin kembali tetap Indonesia seperti jadul kayak dulu. Kalau jadul masih manual, gampang diakalin. Kayak kamu dulu waktu mau daftar ke rumah sakit, ketika masih jadul kan pake orang dalam cepat. Dengan adanya digitalisasi kan gak mungkin. Siapa yang mengakses duluan dia cepat," imbuh Nusron.