Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Kenapa Snowplow Parenting Bisa Merugikan Anak, Apa Dampaknya?

Ilustrasi seorang anak dan orangtua
Ilustrasi seorang anak dan orangtua (Pexels.com/Pavel Danilyuk)
Intinya sih...
  • Menghambat kemandirian anak karena orang tua terlalu terlibat dalam menyelesaikan masalah anak.
  • Mengurangi kemampuan anak menghadapi kegagalan karena orang tua terlalu melindungi anak.
  • Anak menjadi kurang tangguh dan takut menghadapi situasi sulit di dunia nyata.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sebagai orang tua, tentu kita ingin yang terbaik untuk anak-anak kita, termasuk dalam mendidik dan membimbing mereka menghadapi tantangan hidup. Namun, terkadang niat baik bisa menjadi bumerang. Salah satu bentuk pengasuhan yang semakin populer belakangan ini adalah snowplow parenting—di mana orang tua berusaha menghalangi segala rintangan dan kesulitan yang mungkin dihadapi anak. Alih-alih memberikan ruang bagi anak untuk berkembang dengan caranya sendiri, model pengasuhan ini justru bisa merusak kemandirian dan ketahanan mental mereka.

Apakah kamu pernah merasa terlalu terlibat dalam urusan anak, berusaha menghindarkan mereka dari segala kegagalan dan kesulitan? Snowplow parenting sering kali dianggap sebagai bentuk perlindungan maksimal, namun kenyataannya, pola ini bisa berdampak buruk dalam jangka panjang. Mari kita lihat beberapa alasan kenapa pengasuhan seperti ini justru bisa merugikan anak-anak kita, dan bagaimana dampaknya terhadap perkembangan mereka.

1. Menghambat kemandirian anak

Ilustrasi anak laki-laki rebahan
Ilustrasi anak laki-laki rebahan (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Pada dasarnya, salah satu tujuan utama pengasuhan adalah untuk membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Namun, dalam snowplow parenting, orang tua cenderung terlibat terlalu dalam, bahkan dalam hal-hal kecil yang seharusnya bisa mereka hadapi sendiri. Dengan menghilangkan setiap rintangan dari jalan anak, kita justru menahan mereka untuk belajar mengatasi masalah secara mandiri. Padahal, kemampuan ini adalah hal yang sangat dibutuhkan anak untuk menghadapi tantangan kehidupan di masa depan.

Anak yang tidak pernah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah sendiri cenderung tidak mengembangkan keterampilan penting seperti pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan rasa tanggung jawab. Tanpa pengalaman ini, mereka bisa merasa kesulitan saat harus menghadapi situasi sulit tanpa bimbingan orang tua. Pada akhirnya, mereka mungkin akan merasa kurang percaya diri atau bahkan merasa tidak mampu mengatasi tantangan yang datang dalam hidup mereka.

2. Mengurangi kemampuan anak menghadapi kegagalan

Ilustrasi seorang anak laki-laki
Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/jonas mohamadi)

Kegagalan adalah bagian yang tak terhindarkan dari proses belajar. Namun, dalam snowplow parenting, orang tua berusaha keras untuk melindungi anak-anak dari kegagalan dengan cara menghalangi segala kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekalahan. Padahal, kegagalan adalah guru terbaik yang mengajarkan anak untuk bangkit, belajar, dan berkembang. Tanpa pengalaman gagal, anak bisa jadi tidak siap menghadapi kenyataan hidup yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.

Jika anak tidak pernah diberi kesempatan untuk gagal, mereka bisa menjadi terlalu cemas atau takut akan kegagalan. Ini bisa mengarah pada rasa takut berlebihan untuk mencoba hal-hal baru atau mengambil risiko. Anak yang terus-menerus dilindungi dari kegagalan mungkin akan tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang tangguh, cemas, atau bahkan takut menghadapi situasi yang menantang di dunia nyata.

3. Mengurangi rasa empati anak terhadap orang lain

Ilustrasi seorang anak perempuan
Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/Ron Lach)

Ketika orang tua terlalu fokus pada kenyamanan anak, mereka cenderung melupakan pentingnya mengajarkan anak untuk berempati terhadap orang lain. Dalam snowplow parenting, anak seringkali tidak diberikan kesempatan untuk merasakan kesulitan atau tantangan orang lain. Akibatnya, mereka bisa kehilangan perspektif dan menjadi kurang peka terhadap kebutuhan atau perasaan orang lain.

Empati adalah keterampilan sosial yang sangat penting, dan tanpa menghadapinya secara langsung, anak-anak bisa jadi kurang memahami kompleksitas situasi di luar diri mereka. Anak yang selalu dilindungi dari kesulitan atau penderitaan orang lain tidak belajar untuk menilai atau menghargai perjuangan orang lain, yang dapat mempengaruhi hubungan sosial dan emosional mereka di masa depan.

4. Meningkatkan ketergantungan pada orang tua

Ilustrasi seorang anak perempuan dan seorang wanita
Ilustrasi seorang anak perempuan dan seorang wanita (Pexels.com/Ron Lach)

Salah satu dampak paling merugikan dari snowplow parenting adalah meningkatnya ketergantungan anak pada orang tua. Ketika orang tua terus-menerus mengatasi masalah anak, mereka menciptakan pola ketergantungan yang bisa berlanjut hingga dewasa. Anak yang terbiasa memiliki orang tua yang selalu "membersihkan jalan" untuk mereka mungkin kesulitan mengambil keputusan atau bertindak secara mandiri saat mereka memasuki dunia kerja atau hubungan pribadi.

Ketergantungan yang berlebihan ini dapat membuat anak merasa kurang mampu untuk mengelola kehidupannya sendiri. Mereka mungkin lebih bergantung pada bimbingan orang tua atau merasa kurang memiliki kontrol terhadap hidup mereka. Ini dapat menghambat perkembangan rasa percaya diri dan kemandirian yang penting bagi kesuksesan mereka di masa depan.

5. Meningkatkan risiko stres dan kecemasan pada anak

Ilustrasi seorang anak laki-laki sedang berpikir
Ilustrasi seorang anak laki-laki sedang berpikir (Pexels.com/Picas Joe)

Meskipun tujuan dari snowplow parenting adalah untuk melindungi anak, seringkali hal itu justru dapat meningkatkan stres dan kecemasan. Ketika orang tua terus-menerus mengontrol dan mengatur kehidupan anak, anak merasa tidak memiliki ruang untuk bernapas atau mengelola kehidupannya sendiri. Rasa tertekan ini dapat berujung pada kecemasan yang meningkat, karena anak merasa bahwa segala sesuatu dalam hidup mereka harus selalu sempurna dan tanpa celah.

Anak yang terbiasa dengan standar yang terlalu tinggi dan tanpa toleransi terhadap kesalahan bisa menjadi sangat cemas ketika menghadapi situasi di luar kendali mereka. Mereka mungkin merasa tidak cukup baik atau takut gagal, yang akhirnya menciptakan perasaan tertekan dan stres berlebihan. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka dalam jangka panjang, bahkan membawa dampak buruk bagi perkembangan emosional mereka.

Di akhir hari, tujuan kita sebagai orang tua adalah untuk mempersiapkan anak-anak kita menghadapi dunia dengan segala tantangannya. Memberikan mereka ruang untuk tumbuh, belajar, dan bahkan gagal adalah bagian dari proses itu. Ketika kita membiarkan anak-anak mengatasi rintangan mereka sendiri, kita tidak hanya mengajarkan mereka cara menghadapinya, tetapi juga memperkuat karakter dan ketangguhan mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us

Latest in Life

See More

Logo hari Ibu Nasional 2025 Resmi dari KemenPPPA dan Tema Perayaannya

18 Des 2025, 20:03 WIBLife