Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tips Mendidik Anak Tunggal, Waspadai Telanjur Egois dan Manja

ilustrasi ibu dan anak saling berbicara (pexels.com/wutthichai charoenburi)

Perbedaan jumlah anak dalam keluarga menuntut cara pengasuhan yang sedikit banyak gak bisa disamakan. Pada keluarga dengan anak lebih dari satu misalnya, salah satu tantangan orangtua ialah memastikan anak-anak merasa diperlakukan dan disayangi secara adil. Adanya anak yang merasa kurang disayang akan menimbulkan kecemburuan.

Sementara itu, situasi keluarga dengan anak tunggal yang memungkinkanmu buat mencurahkan seluruh perhatian padanya saja juga dapat menimbulkan masalah. Hal yang paling sering terjadi ialah anak tunggal tumbuh dengan sifat manja serta egois yang kuat. Ini terbawa sampai masa dewasanya dan menyulitkan semua orang yang ada di sekitarnya.

Tak terkecuali kamu dan pasangan yang bisa makin kewalahan menghadapinya. Dia seperti tidak kunjung dewasa. Kalian mengkhawatirkan masa depannya seandainya dirimu serta pasangan tak ada lagi. Pendidikan karakter pada anak tunggal harus menjadi prioritas orangtua. Ada lima poin yang mesti diperhatikan agar ia tumbuh mandiri dan gak egois. Apa sajakah itu? Yuk, simak!

1. Harus tetap mandiri meski orangtua bisa melayani

ilustrasi anak tunggal (pexels.com/Jonathan Borba)

Tanpa maksud meremehkan kerepotan orangtua dengan satu anak, tentu tetap berbeda dengan seandainya ada lebih banyak buah hati di rumah. Apalagi jika dua anak atau lebih selisih usianya berdekatan dan masih di bawah lima tahun. Orangtua bisa merasa amat lelah serta stres menghadapi berbagai tantangan setiap hari.

Punya satu anak saja bikin keseharianmu dan pasangan lebih simpel. Meski kalian sama-sama bekerja, setelah pulang lebih memungkinkan buat meladeni semua keinginan anak. Ia tinggal bilang apa yang diinginkannya dan kalian dapat bergantian mengambilkan atau membuatkannya.

Akan tetapi, kalau ini menjadi kebiasaan akan berakibat buruk untuk anak. Dia bakal sulit mandiri bahkan terkait hal-hal yang sangat mudah dilakukan. Seperti membereskan mainan atau membawa handuknya ke halaman belakang setelah digunakan. Pendidikan kemandirian tak boleh ditunda. Latih anak supaya mampu melakukan tugas-tugas sederhana. Berikan apresiasi dan tambahan motivasi di setiap keberhasilan maupun kegagalannya.

2. Mendorongnya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya

ilustrasi anak tunggal (pexels.com/Vitaly Gariev)

Anak tunggal cenderung menghabiskan lebih banyak waktunya di dalam rumah saja. Ia merasa paling nyaman bermain dengan kedua orangtua. Begitu pula kamu dan pasangan secara naluri ingin terus bersamanya daripada anak kenapa-kenapa. Akibatnya, dunia luar dapat terasa amat menakutkan baik bagi anak maupun orangtua.

Memang ada risiko dari membiarkan anak bermain dengan teman sebaya apalagi di luar rumah. Namun, ia membutuhkannya sebagai stimulus untuk kemampuannya bersosialisasi. Jangan sampai tiba waktunya anak harus bersekolah, dia malah mengalami kelekatan yang tidak aman dengan orangtua. 

Untuk meminimalkan risiko, kamu bisa mengundang anak tetangga buat bermain di rumah saja. Tunggu sampai anak lebih besar atau ketika dirimu benar-benar luang untuk menemaninya bermain di luar rumah. Di akhir pekan dan saat libur panjang, ajak keponakan-keponakanmu menginap di rumah biar anak terbiasa dengan kawan sepantar. 

3. Membiasakan berbagi makanan dan mainan

ilustrasi anak tunggal (pexels.com/Yan Krukau)

Anak yang memiliki kakak dan adik saja kerap sulit sekali berbagi mainan serta makanan. Apalagi anak tunggal yang terbiasa menikmati semuanya sendirian. Meski ia bermain dengan orangtua, mainannya tidak lantas dipinjam apalagi dimiliki olehmu dan pasangan. Makanan untuknya juga benar-benar cuma disantap sendiri olehnya.

Perlu perhatian lebih pada aspek berbagi supaya anak gak tumbuh dengan sifat pelit serta egois. Sekalipun dalam kesehariannya apa-apa buat dia seorang, kamu dapat membuat acara berbagi secara berkala dan melibatkan anak. Misalnya, berbagi makanan sehat dan mainan edukatif untuk anak-anak tetangga. 

Jenis makanan serta mainan yang dibagikan harus sama dengan jatah anak. Ini bertujuan buat menggerus pemikiran bahwa dirinya harus lebih diistimewakan daripada orang lain. Jangan kegiatannya berbagi tapi anak punya jatah makanan dan mainan yang berbeda, lebih banyak, serta lebih berkualitas. Ini mengurangi pelajaran keikhlasan yang mesti dipahaminya sejak dini.

4. Jangan menjadikannya satu-satunya pusat perhatian

ilustrasi anak tunggal (pexels.com/Breno Cardoso)

Semua anak senang menjadi pusat perhatian orangtuanya bahkan orang dewasa pada umumnya. Mereka akan terluka ketika merasa diabaikan. Namun, waspadai akibat negatif dari kamu selalu membanjiri anak dengan perhatian. Ia dapat tumbuh dengan kesimpulan bahwa seluruh hal di dunia ini hanyalah tentang dirinya.

Dia merasa amat penting untuk semua orang. Ia akan merasa rapuh atau marah saat tidak memperoleh perhatian dari lingkungannya sebesar harapannya. Dia selalu ingin menjadi anak yang paling diperhatikan, tetapi caranya belum tentu baik. Kalau perhatian sulit diperoleh dengan cara-cara biasa, ia bisa berbuat hal buruk.

Jangan merasa bersalah saat kamu atau pasangan harus mengasuhnya sembari mengerjakan tugas-tugas lain. Terpenting anak diberi penjelasan. Minta anak menunggu bila dirimu mesti mendahulukan hal lain. Ketika anak tetangga atau keponakan datang, bagi perhatianmu sama adilnya. Hindari menuruti keinginan anak agar kamu cuma ada untuknya. Anak akan belajar bahwa dunia ini bukan hanya tentangnya.

5. Tidak terlalu memanjakannya dengan materi

ilustrasi anak tunggal (pexels.com/Pervane Mustafa)

Orangtua sering berpikir dengan hanya ada satu anak, otomatis semua hasil kerja keras mereka bakal jatuh padanya. Pun dengan tanggungan yang lebih sedikit, kamu serta pasangan kian leluasa membelikan apa saja buat anak. Sekalipun ini mudah untukmu, perhatikan akibat jangka panjangnya pada anak.

Sikap memanjakannya dengan materi bakal menumpulkan kepekaan sosialnya. Dia gak mengerti bahwa sebagian besar temannya tak bisa memiliki barang-barang bagus sepertinya. Ia tidak punya sensitivitas ketika memamerkan seluruh barangnya. Bahkan anak bisa terkesan mengejek saat kaget mereka ternyata gak punya.

Belikan benda-benda yang sewajarnya saja untuk anak. Wajar dari segi jumlah, jenis, serta harganya. Sebagai contoh, mainannya tetap tak usah banyak-banyak. Kalau anak menginginkan sesuatu, ajarkan agar ia menabung sebagian uang sakunya. Bukan tahu-tahu orangtua membelikan setiap keinginannya. Sekaya apa pun kalian, tetap kontrol uang jajan serta hadiah-hadiah yang diberikan pada anak.

Baik anak tunggal maupun bukan, pembentukan karakternya dimulai dari rumah. Jangan menggampangkan hal ini karena berpikir anak cuma satu sehingga kamu bisa fokus padanya. Tergantung fokusmu ke arah membentuk karakter positifnya atau sekadar memberikan perhatian secara berlebihan yang justru berpengaruh buruk padanya. Perlu kekompakan antara kamu dengan pasangan agar anak kalian satu-satunya berhasil melawan stereotipe anak tunggal yang manja dan egois.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us