5 Tips Tiger Parenting yang Bisa Diterapkan Tanpa Tekanan Berlebihan

- Tetapkan standar yang sesuai dengan kemampuan dan minat anak untuk mendorong perkembangan tanpa membuat mereka tertekan.
- Bangun komunikasi sehat agar anak merasa didengar dan dihargai sebagai individu, sehingga proses pengasuhan lebih hangat.
- Gunakan pendekatan disiplin yang positif dengan memberi konsekuensi logis dan membangun kesadaran dari dalam diri anak.
Dalam dunia parenting, istilah tiger parenting sering kali identik dengan pola asuh yang keras, penuh aturan, dan tuntutan tinggi pada anak. Meski terdengar menakutkan, konsep ini sebenarnya punya sisi positif jika dilakukan dengan cara yang tepat. Tiger parenting yang sehat mampu menumbuhkan disiplin, tanggung jawab, dan semangat berprestasi pada anak, tanpa membuat mereka merasa tertekan secara emosional. Kuncinya ada pada keseimbangan antara memberi dorongan dan tetap menjaga kenyamanan mental anak.
Banyak orang tua yang terjebak pada pola pikir bahwa tiger parenting berarti memaksa anak mencapai standar tertentu tanpa kompromi. Padahal, jika semua dilakukan dengan komunikasi yang baik, empati, dan strategi yang tepat, pola asuh ini justru bisa membantu anak berkembang maksimal. Bukan hanya di bidang akademis, tapi juga pada kemampuan sosial, mental, dan kreativitasnya. Nah, berikut ini beberapa tips yang bisa diterapkan agar tiger parenting berjalan efektif namun tetap ramah di hati anak.
1. Tetapkan standar tinggi yang realistis

Salah satu ciri khas tiger parenting adalah standar tinggi yang diterapkan kepada anak. Namun, penting memastikan bahwa standar tersebut realistis sesuai kemampuan dan minat anak. Standar yang terlalu tinggi tanpa mempertimbangkan kondisi anak justru membuat mereka kewalahan dan kehilangan semangat. Sebaliknya, standar yang realistis mendorong anak untuk berkembang sambil tetap menjaga rasa percaya dirinya.
Orang tua bisa memulai dengan memahami potensi anak, lalu menentukan target yang menantang namun tetap masuk akal. Misalnya, jika anak memiliki bakat di musik, targetnya bisa berupa menguasai satu lagu baru setiap dua minggu. Dengan begitu, anak tetap terpacu untuk belajar tanpa merasa tertekan. Keberhasilan dalam mencapai target ini akan membuat anak merasa bangga dan termotivasi untuk melangkah lebih jauh.
2. Bangun komunikasi yang terbuka

Tiger parenting tanpa komunikasi yang sehat ibarat menanam benih di tanah tandus. Anak butuh merasa didengar, bukan hanya diperintah. Dengan komunikasi terbuka, anak akan lebih mudah menerima arahan dan memahami alasan di balik setiap aturan. Hal ini juga membuat mereka merasa dihargai sebagai individu.
Cobalah luangkan waktu setiap hari untuk berbicara santai dengan anak. Tanyakan pendapat mereka tentang tugas sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, atau bahkan hal-hal kecil seperti hobi baru. Saat anak merasa aman untuk berbagi cerita, proses pengasuhan akan berjalan lebih hangat. Orang tua pun bisa memberi arahan dengan cara yang lebih diterima.
3. Gunakan pendekatan disiplin yang positif

Disiplin adalah bagian penting dari tiger parenting, namun cara menerapkannya sangat menentukan dampaknya pada anak. Hukuman yang terlalu keras bisa membuat anak merasa takut, sedangkan disiplin positif menanamkan kesadaran dari dalam diri mereka. Pendekatan ini membantu anak memahami konsekuensi dari setiap tindakan tanpa kehilangan rasa hormat kepada orang tua.
Alih-alih memarahi, cobalah memberi konsekuensi logis. Misalnya, jika anak lupa membawa perlengkapan sekolah, biarkan mereka menghadapinya dan belajar dari pengalaman itu. Orang tua bisa mendampingi dengan memberikan solusi untuk ke depannya, tanpa menghakimi. Dengan begitu, disiplin tetap berjalan, namun anak belajar tanggung jawab dengan cara yang lebih membangun.
4. Seimbangkan prestasi dan kesehatan mental

Fokus pada prestasi memang penting, tetapi kesehatan mental anak tak boleh diabaikan. Anak yang terus-menerus dikejar target tanpa waktu untuk beristirahat atau bersantai berisiko mengalami stres berlebihan. Keseimbangan ini adalah kunci agar tiger parenting tidak berubah menjadi tekanan yang merugikan.
Berikan waktu luang untuk anak melakukan hal-hal yang mereka sukai, seperti bermain, menggambar, atau membaca buku. Aktivitas ini membantu mereka mengatur emosi sekaligus menjaga semangat belajar. Ingat, anak yang bahagia secara mental biasanya lebih mudah meraih prestasi karena mereka punya energi positif yang cukup.
5. Rayakan proses, bukan hanya hasil

Banyak orang tua terjebak pada kebanggaan terhadap hasil akhir, padahal proses yang dijalani anak jauh lebih berharga. Tiger parenting yang sehat mengapresiasi setiap usaha, sekecil apa pun itu. Dengan menghargai proses, anak belajar bahwa kerja keras dan ketekunan adalah hal yang penting, bukan hanya nilai atau piala.
Misalnya, saat anak mempersiapkan lomba, berikan pujian pada setiap latihan yang mereka lakukan. Bahkan jika hasilnya belum sempurna, apresiasi usaha mereka akan memotivasi untuk terus mencoba. Kebiasaan ini membantu anak tumbuh dengan rasa percaya diri yang kuat dan pandangan positif terhadap tantangan.
Menerapkan tiger parenting tanpa tekanan berlebihan bukan hal yang mustahil. Dengan keseimbangan antara tuntutan dan empati, orang tua bisa membantu anak berkembang secara optimal. Kuncinya ada pada menetapkan standar yang realistis, menjaga komunikasi, menerapkan disiplin positif, memperhatikan kesehatan mental, dan menghargai proses.
Jika semua dijalankan secara konsisten, tiger parenting justru menjadi pola asuh yang mendukung prestasi sekaligus kebahagiaan anak. Jadi, bukan soal keras atau lembut, tapi tentang bagaimana menciptakan ruang yang mendorong anak tumbuh menjadi pribadi tangguh.