Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Cara Komunikasi Orangtua dengan Anak yang Gak Efektif, Kurang Sabar?

ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Orangtua dan anak perlu untuk banyak bicara. Komunikasi di antara kalian mesti lancar biar tidak terjadi kesalahpahaman serta bisa akrab. Kalau orangtua dengan anak lebih suka saling berdiam diri, rasa kekeluargaan akan luntur. Komunikasi yang diprakarsai oleh orangtua juga penting supaya anak belajar memahami lebih banyak hal di dunia ini.

Transfer pengetahuan serta nilai-nilai hidup harus berjalan lancar dari orangtua pada anak. Akan tetapi, membangun komunikasi yang efektif dengan anak sendiri kadang dirasa gak mudah. Perbedaan usia kalian yang begitu jauh bisa membuatmu kesulitan menyesuaikan diri dengan kemampuan anak dalam memahami perkataan.

Jangan sampai pesan-pesan penting yang perlu disampaikan gagal diterima oleh anak. Hindari enam cara komunikasi orangtua dengan anak yang gak efektif seperti di bawah ini. Berbicara dengan anak SD apalagi lebih kecil lagi memang memerlukan kesabaran ekstra dan strategi khusus. Jangan samakan dengan obrolanmu bersama orang yang usianya sepantar.

1. Terlalu banyak pesan dalam satu waktu

ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/August de Richelieu)
ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/August de Richelieu)

Kemampuan anak buat mencerna kata-kata masih terbatas. Oleh sebab itu, hindari kamu membanjirinya dengan begitu banyak pesan dalam waktu singkat. Meski semuanya memang penting buat disampaikan pada anak, lakukan secara bertahap. Cicil beberapa pesan dalam satu sesi agar lebih gampang untuk anak memahami serta mengingatnya.

Percuma dirimu mencoba mendesakkan seluruh pesan itu dalam waktu singkat bila akhirnya anak malah tak ingat sama sekali. Atau, dia keliru mengingat sehingga laranganmu justru dilakukan dan sebaliknya, perintahmu diabaikan. Jika kamu khawatir anak tetap lupa sekalipun pesan yang banyak telah disampaikan secara bertahap, pakai catatan.

Ini efektif buat anak yang sudah bisa membaca. Penyampaian secara lisan tetap penting. Akan tetapi, tambahkan catatan yang berisi daftar apa yang harus dilakukannya atau tidak boleh. Bila anak belum dapat membaca, mau tak mau kamu menyederhanakan pesan dan mengulang-ulanginya biar dia gak lupa.

2. Kamu berbicara dalam kondisi marah

ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/Monstera Production)
ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/Monstera Production)

Selama ada alasan yang kuat untukmu marah, gak apa-apa kamu marah. Menjadi orangtua bukan berarti dirimu tak boleh marah sama sekali. Akan tetapi, ingat bahwa kamu berhadapan dengan anak. Kontrol kemarahanmu supaya ekspresinya tidak berlebihan, berkepanjangan, dan hanya mempersulit anak memahami keinginanmu.

Dia akan lebih fokus pada raut wajah serta nada tinggimu dalam berbicara. Ia juga terlalu takut untuk bisa memikirkan hal-hal di luar itu. Ini membuat apa pun yang dikatakan olehmu tidak bisa diserapnya dengan baik. Ucapan-ucapanmu hanya menyerupai air yang mengalir deras melalui pipa.

Tidak ada sedikit pun yang terserap oleh anak. Padahal, dirimu sebenarnya sedang menasihatinya. Memang ledakan emosi kadang sulit dikendalikan. Namun, begitu kamu sadar sedang marah maka berhentilah marah-marah. Jangan malah kamu seperti hendak mencari kepuasan dengan terus mengomel.

3. Pakai bahasa yang rumit atau terlalu ilmiah

ilustrasi ayah dan putranya (pexels.com/G_Masters)
ilustrasi ayah dan putranya (pexels.com/G_Masters)

Setinggi apa pun latar belakang pendidikanmu, jangan menjejalkan kata-kata sulit pada anak terlalu dini. Ingat bahwa kamu juga baru mengetahui istilah-istilah ilmiah itu setelah berusia sekian tahun. Meski dirimu berharap anak bisa lebih pandai dari kedua orangtuanya, semua ada waktunya.

Jangan mendahului waktu yang tepat untuknya mempelajari sesuatu sebab hasilnya malah gak baik. Tentukan tujuanmu yang paling penting buat saat ini. Anak memahami yang kamu katakan atau dirimu seperti hanya sedang pamer kosakata sulit padanya. Nanti anak akan belajar kata-kata yang lebih kompleks seiring dengan pertambahan usia serta jenjang pendidikannya.

Tentu peran aktif orangtua tetap penting. Namun, tidak harus dengan sedini mungkin mengajaknya membicarakan hal-hal yang butuh dipelajari lebih lama. Sebagai contoh, kamu ingin mengajari anak supaya gemar menabung. Gak usah membahas biar kelak uangnya bisa diinvestasikan.

Walaupun dirimu lagi concern sekali dengan pentingnya berinvestasi, pada anak cukup katakan tujuan yang sederhana. Misalnya, biar kelak uangnya dapat dipakai untuk membeli buku bacaan yang diinginkannya buat mengisi libur sekolah. Tahu cara yang tepat untuk berkomunikasi dengan lawan bicara juga tanda dari kecerdasanmu, lho.

4. Berbicaranya dengannya dalam keadaan tergesa-gesa

ilustrasi ayah dan putrinya (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi ayah dan putrinya (pexels.com/Kampus Production)

Menjadi orangtua berarti kamu perlu lebih merencanakan segala sesuatunya. Termasuk terkait apa saja yang mesti disampaikan pada anak. Hindari berbicara dengannya mengenai hal-hal penting secara tergesa-gesa. Contohnya, ketika kamu harus bergegas pergi.

Bila pesan-pesan penting baru dikatakan menjelang keberangkatanmu, anak tidak sempat bertanya kalau ada sesuatu yang kurang dipahaminya. Kamu juga cenderung berbicara dengan cepat sehingga anak gak bisa merekam dengan baik setiap kalimatnya. Belum lagi gerakanmu yang terus ke sana kemari. 

Itu memecah konsentrasi anak. Dia lebih memperhatikan gerakan dan ekspresi wajahmu ketimbang apa saja yang barusan dikatakan. Luangkan waktu buat berbicara pada anak sembari duduk supaya ia dapat mendengarkanmu dengan saksama. Ini juga meminimalkan kemungkinan kamu sendiri menjadi lupa beberapa poin penting akibat terburu-buru.

5. Membandingkan kelakuan anak dengan kelakuanmu saat sekecil dia

ilustrasi ayah dan putrinya (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi ayah dan putrinya (pexels.com/Kampus Production)

Apakah kamu sedang berusaha membuktikan kesalahan peribahasa buah jatuh tak jauh dari pohonnya? Dirimu mungkin merasa anak sulit dinasihati. Tidak seperti kamu dulu yang selalu menurut pada orangtua. Maksudmu sebenarnya baik, yaitu supaya anak mau menirumu dan menjadi lebih penurut.

Namun, cara seperti ini biasanya gak efektif. Anak malah sebal karena kamu menganggap dirimu lebih baik darinya. Dia juga cenderung tidak percaya sebab tak bisa memastikan kebenarannya pada siapa pun. Bila anak bertanya pada kakek dan neneknya, boleh jadi mereka asal menyetujui perkataanmu demi mendukung usahamu mengubah perilaku anak.

Bisa-bisa anak malah kehilangan rasa percaya pada semua orang. Kamu bukannya tidak boleh menceritakan masa kecilmu. Akan tetapi, hindari secara terang-terangan membandingkan dirimu dengan anak. Bagaimanapun, kalian pasti ada persamaan dan perbedaannya. Kamu yang dulu sudah berlalu. Sekarang hanya ada dirimu sebagai orangtua dan anak dengan karakternya sendiri.

6. Gak kasih contoh konkret

ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi berbicara dengan anak (pexels.com/cottonbro studio)

Tidak hanya anak, orang dewasa saja kadang bingung apabila suatu penjelasan atau instruksi tak disertai dengan contoh. Misalnya, ketika kamu pertama kali diterima bekerja. Atasan yang bertugas membimbingmu niscaya mesti sering-sering memberikan contoh biar kamu mengerti. 

Apalagi ketika dirimu berhadapan dengan anak. Contoh yang diperlukan bukan hanya berupa kata-kata, melainkan sampai ke tindakan. Seperti saat kamu ingin anak membereskan mainannya. Dia yang belum terbiasa melakukannya bahkan tak mengerti beres-beres itu apa. 

Maka sambil kamu mengatakan bahwa mainan harus dikembalikan ke wadah masing-masing, berikan contoh tindakannya. Minta anak mendekat dan menirumu memunguti lalu memasukkan mainan ke tempatnya. Baru setelah itu katakan agar besok dia kembali melakukan hal yang sama. Jika orangtua hanya memerintah, kemungkinan besar anak tak juga bergerak melaksanakannya.

Berkomunikasi dengan anak tidak cukup sekadar kamu berbicara. Agar komunikasi orangtua dengan anak yang gak efektif tidak terjadi di keluarga kecilmu, maka tentukan terlebih dahulu topik, cara ngobrolnya, dan waktu yang tepat. Kalau komunikasi orangtua serta anak berjalan efektif, kalian lebih mudah saling memahami hingga ke masa depan. Sebaliknya, komunikasi yang gak efektif bikin masing-masing mudah kesal lalu ogah mengobrol lagi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us