Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Perasaan Anak yang Tak Dinafkahi Orangtua, Ambisius Ingin Sukses!

ilustrasi remaja laki-laki (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi remaja laki-laki (pexels.com/Ron Lach)
Intinya sih...
  • Orangtua bertanggung jawab finansial hingga anak dewasa dan bekerja.
  • Tidak memberikan nafkah pada anak sama artinya menolak tanggung jawab sebagai orangtua.
  • Penolakan atau kelalaian orangtua dalam memberi nafkah bisa berdampak traumatis bagi anak.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tanggung jawab orangtua atas diri anak sangat besar. Terutama sebelum anak dewasa dan mampu bekerja. Anak bergantung sepenuhnya secara finansial pada kedua orangtua. Tentu hal ini tidak boleh dipandang sebagai beban bagi orangtua. Tanggung jawab tak sama dengan beban yang hanya merepotkan orangtua.

Beban boleh ditinggalkan kapan pun demi kesejahteraan diri sendiri. Seperti kamu bisa meninggalkan sebagian muatan di ranselmu kalau itu terlalu berat bagimu. Akan tetapi, tanggung jawab gak boleh disikapi dengan cara demikian. Baik ringan maupun beratnya sebuah tanggung jawab pada anak, orangtua wajib menunaikannya. 

Tidak terkecuali perihal nafkah untuk anak. Ini bukan tentang seberapa besar gaji orangtua, melainkan mereka gak boleh melalaikan kewajibannya. Anak yang tak dinafkahi oleh orangtuanya wajar merasa kecewa sampai sakit hati. Bukan hal berlebihan jika mereka sambil merasakan ketujuh hal berikut. Semoga kamu yang gak mengalaminya dapat lebih berempati.

1. Merasa gak punya harga diri saat minta uang dan ditolak

ilustrasi remaja laki-laki (pexels.com/Trinity Kubassek)
ilustrasi remaja laki-laki (pexels.com/Trinity Kubassek)

Seharusnya sebelum anak meminta uang buat bayar sekolah, beli buku, apalagi makan sehari-hari; orangtua telah memberikannya. Namun, orangtua yang gak bertanggung jawab seperti tidak sadar bahwa menafkahi anak sudah menjadi kewajibannya. Pun bukannya orangtua bergegas memberi uang sesuai dengan kebutuhan anak malah menolaknya.

Cara menolaknya juga kasar seperti dengan memakai kata-kata yang merendahkan anak dan membentak. Anak tidak hanya gagal memperoleh uang yang menjadi haknya, tetapi juga merasa tak punya harga diri di hadapan orangtua. Sampai kapan pun, adegan penolakan orangtua ini bakal lekat dalam ingatannya.

2. Ingin bisa mencari uang sendiri sebanyak mungkin

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Min An)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Min An)

Sama sepertimu ketika merasa terhina karena sesuatu, pasti ada perasaan ingin membuktikan diri. Supaya siapa pun yang pernah merendahkanmu merasa malu dengan sikapnya dahulu. Juga agar kamu tidak lagi bergantung padanya sebab itu bakal membuat kehormatanmu tambah diinjak-injak.

Maka anak-anak yang tertolak oleh kedua orangtuanya dalam hal kebutuhan finansial dapat tumbuh dengan sifat ambisius. Mereka amat ingin sukses dengan mempunyai pekerjaan yang bagus dan pendapatan sebesar mungkin. Sebagian dari mereka boleh jadi menjadi gila kerja. Trauma di masa kecil terkait uang juga bisa bikin beberapa orang mengembangkan sikap materialistis.

3. Tapi kadang menjadi masa bodoh pada masa depan

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dengan bentuk trauma yang sama, tiap orang bisa menyikapinya dengan cara yang berbeda. Ada anak yang kemudian tambah semangat dalam memperjuangkan masa depan agar tidak lagi sengsara dari segi materi. Mereka membangun kehidupannya sampai sedemikian rupa. 

Akan tetapi, ada juga anak-anak yang menjadi sama sekali tak peduli pada masa depannya sendiri. Mereka berpikir bahwa membangun masa depan butuh biaya yang tidak sedikit. Misalnya, untuk sekolah dan memastikan kesehatan mereka. Ketika orangtua tak memberikan modal tersebut, mereka merasa jembatan yang menghubungkan masa kininya dengan masa depan sontak terputus. 

4. Merasa hidupnya beda dari teman yang apa-apa tinggal minta ke ortu

ilustrasi ayah dan putranya (pexels.com/SAULO LEITE)
ilustrasi ayah dan putranya (pexels.com/SAULO LEITE)

Anak-anak ini juga merasakan ketidaknyamanan yang kuat ketika berada di tengah teman sebaya. Selama masalah keuangan mereka belum mendapatkan solusi, mereka merasa tersisih dan iri pada kawan sepantar yang apa-apa tinggal minta pada orangtua. Kalaupun sebagian dari mereka akhirnya dapat mencari uang sendiri di usia muda, tetap ada perasaan gak nyambung dengan mayoritas kawan.

Untuk tiap uang yang dimiliki, mereka harus bekerja keras seperti dengan berjualan atau bekerja ikut orang. Sementara itu, teman-temannya setiap pagi pasti diberi uang jajan yang tidak sedikit tanpa perlu melakukan apa pun. Belum lagi saat mereka menginginkan sesuatu di luar keperluan sekolah, seperti perlengkapan buat hobi atau ongkos nonton film.

5. Sangat bersyukur jika masih ada orang yang peduli

ilustrasi tertekan (pexels.com/Inzmam Khan)
ilustrasi tertekan (pexels.com/Inzmam Khan)

Anak yang tidak dinafkahi oleh orangtuanya merasakan kecemasan yang kuat dari hari ke hari. Hidup perlu disambung dengan uang dan sayangnya orangtua yang seharusnya bertanggung jawab justru tak lagi peduli. Hadirnya seseorang yang sedikit banyak mau membantu mencukupi kebutuhannya bakal sangat melegakan hati.

Dia menjadi bisa makan layak serta pendidikannya tidak terputus. Hadirnya sosok yang memberinya keamanan finansial dapat menggeser posisi orangtua dalam hatinya. Bukan artinya ia materialistis. Namun, memang hidupnya sangat berat kalau tanpa bantuan siapa pun. Dia amat menghormati dan berterima kasih atas kesediaan sang donatur buat menolongnya.

6. Gak mau merawat orangtua setelah mereka lansia

ilustrasi kesedihan (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi kesedihan (pexels.com/Pixabay)

Tidak ada makan siang gratis. Iinilah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan keengganan anak yang gak dinafkahi orangtua buat merawat mereka selepas lansia. Meski tak sedikit orang di sekitar yang menghakiminya sebagai anak durhaka, apa yang dilakukan orangtua pun tidak bisa dibenarkan. Dengan orangtua gak menafkahinya sama artinya mereka menolak anak sendiri.

Bukan anak yang mula-mula menanamkan kebencian pada orangtua. Akan tetapi, orangtua yang terlalu tega pada anak hingga seakan-akan tidak ada hubungan apa-apa di antara mereka. Kalaupun anak masih mau berbagi pada orangtua yang lemah, mungkin cuma berupa kiriman uang sekadarnya. Ia sendiri gak pernah kembali ke pelukan orangtua.

7. Berempati dan kasihan pada ibu yang berjuang sendirian

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Irina Demyanovskikh)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Irina Demyanovskikh)

Mengingat di kultur masyarakat kita tanggung jawab menafkahi keluarga ada pada suami atau ayah, maka anak lebih sering kecewa dalam hal finansial pada ayah. Ibu yang kurang mampu memenuhi kebutuhan keluarga masih dapat dimakluminya. Kecuali, ayah gak peduli soal nafkah anak dan ibu sama sekali tidak mau berjuang.

Jika seperti itu keadaannya, anak bakal kecewa baik pada ayah maupun ibunya. Namun, selama ibu masih berusaha menggantikan peran ayah yang lari dari tanggung jawabnya, anak akan sangat berempati. Bahkan, ia merasa kasihan pada ibunya sehingga kasih sayangnya menjadi berlipat-lipat dibandingkan pada ayah.

Orangtua wajib menafkahi anak yang belum dewasa dan bekerja. Ini bukan soal seberapa kaya orangtua, melainkan jangan melepaskan tanggung jawab terhadap anak. Hidup sederhana tidak apa-apa. Terpenting nafkah untuk anak tetap tersedia meski tak dalam jumlah besar seperti teman-temannya yang berasal dari keluarga kaya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us