5 Cara Parenting Positif Bisa Menumbuhkan Empati Sosial pada Anak

- Melalui parenting positif, anak bisa belajar empati dari teladan orangtua
- Anak diajarkan untuk mengungkapkan perasaan dan menyadari konsekuensi dari tindakan mereka
- Pujian dan penghargaan atas perilaku baik serta keterlibatan dalam aktivitas sosial juga membentuk empati anak
Membangun empati sosial sejak dini merupakan fondasi penting bagi tumbuh kembang anak. Empati bukan hanya sekadar kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, tetapi juga keterampilan hidup yang krusial dalam menjalin relasi, menyelesaikan konflik, dan menjaga kesehatan emosional. Dalam dunia yang kian kompleks, anak-anak perlu dibekali dengan kemampuan untuk peduli, mendengarkan, serta menempatkan diri pada perspektif orang lain.
Parenting positif hadir sebagai pendekatan yang efektif untuk menumbuhkan empati sosial tersebut. Melalui pola asuh yang penuh kasih, tegas tanpa kekerasan, dan konsisten dalam memberi contoh, anak-anak cenderung tumbuh menjadi pribadi yang penuh perhatian terhadap sekitarnya. Berikut ini lima cara parenting positif yang bisa membentuk empati sosial anak sejak dini.
1. Memberikan teladan dalam menunjukkan empati

Anak belajar banyak melalui observasi, terutama dari orang-orang terdekat. Ketika orangtua menunjukkan kepedulian terhadap orang lain, seperti menolong tetangga atau menyimak cerita teman dengan serius, anak akan menyerap nilai-nilai itu sebagai sesuatu yang wajar dan pantas dilakukan. Menjadi role model yang penuh empati merupakan langkah awal yang kuat dalam membentuk sikap serupa pada diri anak.
Lebih jauh lagi, anak-anak yang menyaksikan bagaimana orangtua menyikapi perasaan orang lain dengan empati cenderung meniru perilaku tersebut dalam interaksi sosialnya. Misalnya, ketika melihat orangtua menyampaikan belasungkawa dengan tulus atau menunjukkan simpati pada teman yang sedang kesulitan, anak akan memahami pentingnya merespons emosi dengan sensitif dan penuh kepedulian.
2. Mendorong anak mengungkapkan perasaan

Empati bermula dari kesadaran akan emosi diri sendiri. Parenting positif mendorong anak untuk mengenali dan mengungkapkan perasaannya, baik perasaan bahagia maupun yang tidak menyenangkan. Ketika anak terbiasa menyebutkan emosi yang dirasakannya, mereka akan lebih mudah memahami bahwa orang lain pun memiliki emosi serupa yang perlu dihormati.
Melibatkan anak dalam percakapan terbuka mengenai perasaan mereka membantu membangun kepekaan emosional. Misalnya, bertanya dengan serius “Apa yang membuat sedih hari ini?” atau “Apa yang paling membuat senang waktu bermain tadi?” bukan hanya mempererat hubungan emosional, tapi juga memperluas pemahaman anak terhadap dinamika emosi. Proses ini memperkuat dasar empati sosial karena anak diajarkan bahwa emosi itu valid dan layak dihargai.
3. Mengajarkan konsekuensi dari setiap tindakan

Penting bagi anak untuk menyadari bahwa tindakan mereka bisa berdampak langsung pada orang lain. Dalam parenting positif, penekanan bukan pada hukuman, tetapi pada pemahaman konsekuensi secara alami dan logis. Saat anak berebut mainan dan membuat temannya sedih, misalnya, orangtua bisa menjelaskan bahwa perbuatannya melukai perasaan orang lain dan bertanya apa yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya.
Pendekatan ini jauh lebih efektif dibanding sekadar melarang atau memarahi. Anak akan belajar bahwa empati berarti menyadari bahwa tindakan diri sendiri memengaruhi kenyamanan atau perasaan orang lain. Hal ini secara perlahan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dan keinginan untuk memperlakukan orang lain dengan baik, bukan karena takut dihukum, melainkan karena memahami dampaknya.
4. Menguatkan perilaku baik dan respons empatik

Mengapresiasi sikap empatik anak, sekecil apapun bentuknya, adalah kunci penting dalam parenting positif. Ketika anak menunjukkan perhatian terhadap temannya yang sedang murung atau membagi camilan kepada saudaranya, berikan pujian yang spesifik. Ucapan seperti, “Kamu sangat perhatian tadi waktu temanmu sedih, itu tindakan yang hebat,” memberi penguatan positif terhadap perilaku empatik tersebut.
Anak akan lebih terdorong mengulangi perilaku baik ketika merasa diapresiasi dan dikenali usahanya. Penguatan ini tidak harus selalu dalam bentuk hadiah materi, tetapi bisa melalui pelukan, senyuman, atau ucapan terima kasih yang tulus. Dalam jangka panjang, anak akan belajar bahwa menunjukkan empati adalah bagian alami dari interaksi sosial yang sehat.
5. Melibatkan anak dalam aktivitas sosial

Mengajak anak terlibat dalam aktivitas sosial seperti kerja bakti, berbagi makanan dengan yang membutuhkan, atau mengunjungi panti asuhan bisa membuka cakrawala empati mereka. Melalui pengalaman langsung melihat dan membantu orang lain yang kurang beruntung, anak memahami bahwa dunia tidak hanya berputar di sekeliling mereka.
Pengalaman nyata jauh lebih kuat dalam membangun empati dibanding sekadar nasihat. Aktivitas seperti itu mengajarkan anak untuk menghargai perbedaan, mengenali perjuangan orang lain, dan mendorong munculnya rasa ingin menolong tanpa diminta. Parenting positif mendukung pengalaman ini dengan mendampingi anak memahami maknanya dan mengajak berdiskusi setelah kegiatan selesai.
Menerapkan parenting positif memang membutuhkan kesabaran dan konsistensi, tapi dampaknya sangat signifikan terhadap perkembangan empati sosial anak. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan penuh kasih, keterbukaan, dan teladan baik akan lebih siap menghadapi dunia dengan empati yang kuat. Investasi ini bukan hanya berguna untuk masa depan mereka secara pribadi, tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan saling menghargai.