Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kapan Waktu yang Tepat untuk Mengenalkan Pasangan Baru pada Anak?

ilustrasi ayah dan putranya (pexels.com/Sergey Makashin)

Bagi orangtua tunggal atau single parent, menjalin hubungan baru dengan seseorang punya tantangan yang jauh lebih besar. Ini bukan hanya tentang perasaan kalian berdua, melainkan juga anakmu.

Tak jarang hubungan baru orangtua tunggal terkendala oleh penolakan anak. Kamu seakan-akan berada di situasi yang mengharuskanmu untuk memilih.

Dirimu nekat melanjutkan hubungan dengan seseorang yang berarti merenggangkan hubunganmu dengan anak. Bisa juga sebaliknya, cinta romantismu yang dikorbankan demi anak. Hasilnya nanti sangat dipengaruhi oleh pilihan waktu, ketika kamu memperkenalkan pasangan baru.

Kalau momennya gak pas, besar kemungkinan anak tidak menyambutnya secara positif. Baik dirimu maupun pasangan baru mesti mengerti kondisi psikis anak yang telah kehilangan salah satu orangtuanya. Kamu boleh memperkenalkan pasangan baru padanya apabila tujuh syarat ini terpenuhi.

1. Anak sudah cukup pulih dari trauma perpisahan

ilustrasi kedekatan (pexels.com/Kampus Production)

Memang bukan hanya anak yang mengalami trauma perpisahan. Kamu pun merasakannya baik lantaran pasangan sebelumnya berpulang atau kalian bercerai. Akan tetapi, sejauh anak sudah mampu mengingat peristiwanya sering kali rasa traumanya lebih besar. 

Tanda anak mengalami trauma perpisahan di antaranya penarikan diri, emosi yang tidak stabil, murung, penurunan prestasi, gangguan tidur dan makan, serta psikosomatik. Selama tanda-tanda ini belum hilang, jangan memperkenalkan lawan jenis sebagai pasangan baru. Anak bisa-bisa mengamuk dan merasa berduka sendirian selagi kamu sudah bersenang-senang dengan orang lain.

2. Kalau anak seperti gak trauma tetap jangan buru-buru

ilustrasi bermain bersama (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Tidak semua anak menunjukkan ciri trauma yang jelas setelah perpisahan kedua orangtuanya atau ayah atau ibunya meninggal dunia. Akan tetapi, ini gak berarti dia pasti baik-baik saja. Sama seperti orang dewasa yang terkadang berpura-pura bahagia, anak juga dapat bersikap sama. Dia tak ingin menambah bebanmu.

Kamu wajib mampu memahami perasaannya yang terdalam. Bukan lantas memanfaatkannya untuk segera memperkenalkan pasangan baru. Sosok itu boleh jadi hanya terasa menghibur kepedihan hatimu. Sedang bagi anak, ia justru sumber luka baru.

Bila emosi anak konsisten terlihat positif, dirimu bisa mulai memperkenalkan pasangan baru sekitar dua tahun semenjak perpisahan dengan mantan pasangan. Jika baru setahun berselang, ini dapat membuatnya syok. Ia takut kehilangan kamu dengan hadirnya orang baru. Meski kamu dan pasangan saling mencintai, hindari bersikap buru-buru sekalian buat menguji keseriusan satu sama lain.

3. Pasanganmu juga antusias untuk mengenal anak

ilustrasi mengasuh anak (pexels.com/Yan Krukau)

Jangan-jangan cuma kamu yang terlalu bersemangat untuk segera memperkenalkan pasangan pada anak. Sementara itu, pasangan barumu sebetulnya masih ragu-ragu. Atau, dia bahkan gak siap buat menerima buah hatimu dan hanya ingin menikahimu. Oleh sebab itu, jangan sedikit pun mendorong pasangan baru untuk mendekati anakmu.

Biarkan keinginan itu datang dari dalam dirinya dan dirimu cuma menjembatani. Ini bakal bikin pasangan barumu berjuang memperoleh hati anak. Kamu dapat melihat dengan jelas ketulusannya terhadap anak. Bila dirimu memaksanya buat mengenal anak, hubungan kalian maupun hubungan mereka biasanya tak berjalan dengan baik.

4. Konflik antarkeluarga sudah selesai atau reda

ilustrasi keluarga (pexels.com/THADEO MOSQUEDA)

Perpisahan antara suami dan istri kerap kali menyisakan konflik. Drama ini terjadi tak hanya melibatkan dirimu dengan mantan pasangan, melainkan dua keluarga. Terlebih seputar hak asuh anak dan pembagian harta bersama. Kalau perselisihan belum reda, psikis anak juga amat terganggu.

Hadirnya orang baru antara kamu dengan anak malah memperburuk perasaannya. Pikirannya menjadi keruh oleh rumitnya hubungan orang-orang dewasa di sekitarnya. Di matanya, ini seperti panggung pertunjukan dengan terlalu banyak cerita yang sukar dipahaminya. Ada kebencian di antara kedua orangtua kandungnya sekaligus cintamu pada seseorang.

5. Kalian mantap buat menikah, bukan sekadar berpacaran

ilustrasi keluarga (pexels.com/Werner Pfennig)

Tentu kamu juga gak mau dipandang anak sebagai suka berganti-ganti pasangan. Maka jangan sembarangan memperkenalkan pasangan baru padanya. Begitu hubungan kalian tidak berhasil, anak mulai menandainya dalam pikiran. Kelak hal ini kembali terulang, anak mungkin sudah membuat kesimpulan yang kurang baik tentangmu.

Misalnya, dirimu gak setia sehingga pantas saja kamu dan ayah atau ibunya sampai berpisah. Pun di setiap hubungan barumu yang kandas, anak kembali mengalami trauma perpisahan. Khususnya kalau ia sudah bersiap membuka hati untuk calon ayah atau ibunya. Ke depan anak bisa kehilangan rasa percaya terhadap siapa pun. Orang-orang datang dan pergi dari kehidupannya sesuka hati.

6. Sesudah dirimu membicarakannya dulu dengan anak

ilustrasi ibu dan putrinya (pexels.com/Claudia Ferrer)

Anak akan sangat terkejut bila tiba-tiba kamu membawa lawan jenis lalu memperkenalkannya sebagai calon ayah atau ibu barunya. Ini bukan kejutan yang menyenangkan baginya. Malah anak dapat merasa dikhianati olehmu, satu-satunya orangtua yang kini ada bersamanya.

Kamu terkesan menutupi hubungan tersebut darinya. Dirimu juga memutuskan secara sepihak seolah-olah anak mau tidak mau mesti menerimanya. Supaya sikap anak tidak menjadi terlalu keras menolak, secara bertahap bicarakan dulu hal ini dengannya dalam beberapa kesempatan.

Dirimu dapat mengawalinya dengan pertanyaan apakah anak rindu dengan sosok ayah atau ibu? Apa pendapatnya tentang orangtua yang menikah lagi setelah perceraian atau kematian pasangannya?

Bila anak memandangnya begitu negatif, jangan meneruskan dengan pembicaraan tentang kekasih barumu apalagi memperkenalkannya. Sabarlah hingga suatu saat pendapat anak berubah.

7. Selama belum diperkenalkan, jangan posting di medsos

ilustrasi keluarga (pexels.com/RDNE Stock project)

Untuk orangtua yang suka bermain media sosial, jangan mengira anak tidak mengamatinya. Kalaupun dirimu berusaha menjauhkan anak dari medsos apa pun, boleh jadi unggahanmu dipantau tetangga, saudara, atau sesama orangtua murid. Bayangkan rasanya menjadi anak yang pada suatu hari ditanya tentang kedekatanmu dengan seseorang.

Ia bukan cuma akan merasa bingung, melainkan malu dan marah. Kenapa orang lain sampai lebih tahu hal tersebut daripada dirinya? Jika pun kamu butuh teman bicara dan nasihat seputar hubungan yang baru, pastikan hanya pada satu atau dua orang yang amat tepercaya. Mereka mesti bisa merahasiakan ceritamu dari anak.

Memikirkan perasaan anak terlebih dahulu sebelum cintamu pada seseorang menjadi bagian dari pertanggungjawaban orangtua. Jangan pernah mengabaikan perasaannya hanya karena dirimu sedang dimabuk asmara. Ingat, kamu sudah pernah kehilangan pasangan. Ini menunjukkan hubungan suami istri dapat tidak abadi bahkan cuma seumur jagung.

Sementara itu, hubungan darah antara orangtua dengan anak tak akan pernah terputus. Bila baik dirimu maupun pasangan baru sama-sama bersabar, anak pasti akhirnya dapat menerima bahkan mendukung hubungan kalian. Lakukan pendekatan secara bertahap agar anak tidak merasa terusik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us