Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Cara Membantu Anak Pulih dari Rasa Takut Gagal

Ilustrasi sedih (Pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Validasi perasaan anak saat gagal, jangan langsung memberikan nasihat atau motivasi
  • Ubah cara memuji: fokus pada usaha dan proses, bukan hanya hasil akhirnya
  • Ceritakan kisah kegagalan yang inspiratif dari tokoh terkenal atau pengalaman hidup sendiri

Banyak anak tumbuh dalam lingkungan yang menuntut kesempurnaan. Kalau gak ranking, dianggap gak pintar. Kalau nilainya gak 90 ke atas, dibilang kurang serius dalam belajar. Padahal, rasa takut gagal itu gak muncul tiba-tiba, melainkan terbentuk dari perlakuan sekitar yang terlalu keras, kurang suportif, atau minim pengertian. Dan sayangnya, luka seperti ini bisa terbawa sampai dewasa.

Anak-anak yang takut gagal biasanya jadi ragu mengambil keputusan, gak percaya diri, dan mudah menyerah bahkan sebelum mencoba. Mereka takut bikin salah, karena di pikiran mereka, kesalahan berarti mengecewakan orang lain. Tapi kabar baiknya, rasa takut itu bisa dipulihkan. Berikut ini empat hal yang bisa kamu lakukan untuk bantu anak bangkit dan gak lagi dikendalikan oleh rasa takut gagal.

1. Validasi perasaan mereka dulu, jangan buru-buru menasihati

Ilustrasi bersedih (Pexels.com/Kindel Media)

Saat anak gagal atau melakukan kesalahan, reaksi pertama kita sering kali langsung memberikan nasihat atau motivasi. Padahal, yang mereka butuhkan di awal adalah divalidasi dulu perasaannya. Gagal itu bikin kecewa, malu, dan sedih. Semua perasaan itu wajar dan perlu diakui, bukan dipotong dengan kalimat, “Makanya lain kali jangan begitu.”

Coba mulai dengan, “Iya, pasti sedih banget ya gagal padahal udah berusaha.” Kalimat sesederhana itu bisa bikin anak merasa dimengerti dan diterima. Baru setelah itu kamu bisa ajak ngobrol soal solusinya. Kalau anak merasa didengar, mereka gak akan takut buat cerita dan jujur tentang kegagalannya. Mereka tahu, gagal gak bikin mereka jadi “anak yang buruk”.

2. Ubah cara memuji: fokus ke usaha, bukan hasil

Ilustrasi anak melukis (Pexels.com/Ivan Samkov)

Sering banget kita mengatakan, “Wah kamu hebat banget dapat juara 1!” Tapi jarang bilang, “Keren banget kamu konsisten belajar tiap malam.” Pujian yang cuma fokus pada hasil bikin anak berpikir bahwa nilai dirinya tergantung dari pencapaian. Akibatnya, kalau gagal, dia merasa tidak layak dicintai atau dihargai.

Mulailah mengubah cara memuji. Alih-alih selalu memuji karena berhasil, beri apresiasi karena mereka berani mencoba atau sudah berproses. Misalnya, “Kamu keren banget mau coba lomba walaupun sebenarnya kamu takut banget.” Hal seperti gini akan menguatkan mental anak. Mereka jadi mengerti bahwa gagal pun bukan akhir dunia, karena tetap bisa dihargai atas keberaniannya.

3. Ceritakan kisah tentang kegagalan yang inspiratif

Ilustrasi ayah dan anak (Pexels.com/Timur Weber)

Anak perlu tahu bahwa orang sukses pun pernah gagal, bahkan berkali-kali. Ceritakan kisah-kisah nyata dari tokoh-tokoh terkenal, atlet, penulis, atau bahkan dari pengalaman hidup kamu sendiri yang pernah gagal, jatuh, lalu bangkit. Anak akan belajar bahwa kegagalan itu bukan aib, tapi bagian dari proses menuju sesuatu yang lebih besar.

Misalnya, kamu bisa bilang, “Tahu gak, Walt Disney pernah dipecat dari pekerjaannya karena dianggap gak punya imajinasi.” Atau, “Dulu ibu juga pernah gagal masuk jurusan yang diinginkan, tapi dari situ jadi tahu jalan hidup yang lebih cocok.” Cerita-cerita seperti ini bisa banget jadi penyemangat. Anak jadi punya gambaran kalau gagal itu wajar dan bisa jadi batu loncatan.

4. Dampingi proses belajar, bukan cuma menilai hasil akhir

Ilustrasi berkebun bersama (Pexels.com/Yan Krukau)

Kadang kita terlalu fokus pada hasil akhirnya aja, tanpa tahu betapa kerasnya anak udah berusaha. Misalnya, saat anak belajar matematika berhari-hari, tapi tetap aja nilainya cuma 70. Lalu kita mengatakan, “Kok segini doang sih?” Padahal kita gak lihat proses belajar yang penuh perjuangan. Kalau prosesnya aja udah berat, hasil yang belum maksimal bukan berarti gagal total.

Cobalah luangkan waktu untuk dampingi anak saat belajar, kerjakan PR bareng, atau tanya bagian mana yang paling bikin mereka bingung. Bukan untuk mengajari secara akademik aja, tapi agar mereka merasa gak sendirian. Kadang yang dibutuhkan anak bukan solusi, tapi kehadiran orang tua yang sabar dan gak menghakimi. Proses kayak gini pelan-pelan, bisa mengurangi rasa takut dan membangun kepercayaan diri anak.

Intinya, rasa takut gagal itu bisa diredakan kalau anak merasa didukung, dihargai, dan gak dihakimi. Gagal itu bukan musuh, tapi guru. Dan sebagai orang dewasa yang mendampingi mereka tumbuh, kita perlu jadi tempat paling aman buat mereka jatuh, bangkit, lalu tumbuh lagi. Anak yang tahu bahwa gagal itu gak apa-apa, akan jauh lebih berani menjelajahi hidup.

Yuk, mulai ubah cara pandang kita soal keberhasilan. Karena anak gak butuh jadi sempurna, mereka butuh proses pembelajaran.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us