Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Alasan Kamu Gak Perlu Menjalani Gaya Hidup Nolep

ilustrasi gaya hidup nolep (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi gaya hidup nolep (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Nolep, singkatan dan plesetan dari "no life", mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita. Istilah ini menggambarkan seseorang yang seolah tanpa kesibukan. Bahkan, hidupnya dipenuhi kesendirian dan terkesan antisosial.

Sesuai namanya, "no life" berarti "tidak ada kehidupan". Orang yang menganut gaya hidup ini cenderung menghabiskan waktu berdiam diri di rumah dan minim interaksi dengan lingkungan sekitar. Prinsip hidup seperti ini justru bisa merugikan diri sendiri. Mari kita kenali tiga alasan mengapa gaya hidup nolep sebaiknya dihindari.

1. Dapat menyebabkan gangguan mental

ilustrasi depresi (pexels.com/Andrew Neel)
ilustrasi depresi (pexels.com/Andrew Neel)

Mungkin kamu pernah menjumpai orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Aktivitas mereka hanya diisi kesibukan yang tiada arti. Mereka mungkin hanya duduk menikmati bermain game atau menonton film sepanjang hari di kamar, bahkan terkesan antisosial.

Gaya hidup nolep sangat berdampak buruk pada kesehatan mental. Mereka yang menganut gaya hidup ini rentan mengalami depresi dan kecemasan akibat minimnya interaksi sosial. Kurangnya sosialisasi ini dapat menimbulkan perasaan kesepian, terisolasi, dan bahkan merasa dikucilkan.

Selain itu, individu yang menjalani gaya hidup nolep juga rentan terhadap kecanduan gawai. Mereka seringkali dikaitkan dengan penggunaan gawai yang berlebihan, sehingga aktivitas mereka sehari-hari didominasi oleh interaksi dengan perangkat tersebut.

2. Selain itu, gaya hidup ini juga rentan menyebabkan gangguan fisik

ilustrasi gaya hidup nolep (pexels.com/RDNE Stock Project)
ilustrasi gaya hidup nolep (pexels.com/RDNE Stock Project)

Istilah "nolep", yang merupakan plesetan dari frasa bahasa Inggris "no life", telah menjadi bagian dari budaya populer di era modern ini. Orang yang nolep seringkali merasa nyaman menghabiskan waktu sendirian di kamar, dan asyik dengan aktivitas yang mereka sukai. Mereka cenderung mengurung diri sambil bermain gawai, seperti bermain game atau menonton film sepanjang hari.

Sayangnya, aktivitas semacam itu dapat menyebabkan kecanduan gawai. Hal ini membuat mereka mengabaikan aktivitas penting lainnya. Kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang tidak teratur akibat terlalu asyik dengan gawai dapat meningkatkan risiko obesitas.

Selain itu, orang yang nolep juga rentan mengalami gangguan penglihatan karena terlalu lama menatap layar. Kebiasaan duduk dalam posisi yang tidak tepat dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan masalah pada postur tubuh.

3. Dijauhi dari lingkungan sosial

ilustrasi merasa kesepian (pexels.com/Monstera Production)
ilustrasi merasa kesepian (pexels.com/Monstera Production)

Biasanya, individu yang nolep cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Bahkan, mereka cenderung menghindari interaksi dengan lingkungan sosial. Gaya hidup ini bisa sangat merugikan diri sendiri. Kurangnya interaksi dengan orang lain dapat menyebabkan kehilangan keterampilan berkomunikasi dan bersosialisasi.

Bahkan, tak jarang orang nolep mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan baik dengan orang lain. Kecenderungan mereka untuk mengisolasi diri dan menghindari interaksi yang lebih mendalam dapat membuat mereka merasa dijauhi dan terasing. Dalam beberapa kasus, hal ini bahkan bisa memicu depresi yang hebat.

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bisa langsung dicap sebagai "nolep". Istilah ini lebih identik dengan sikap yang berlebihan dalam mengasingkan diri dari lingkungan sosial. Mereka yang nolep biasanya memiliki sedikit aktivitas selain bersantai, bermain game, atau menonton film sepanjang hari, seolah-olah tidak memiliki tujuan atau minat lain dalam hidup.

Jika kamu merasa memiliki kecenderungan nolep, misalnya kesulitan berinteraksi sosial atau lebih suka menyendiri di rumah, penting untuk mencoba mengubah kebiasaan ini secara bertahap. Jika merasa kesulitan melakukannya sendiri, jangan ragu mencari bantuan profesional.

Ingat, menjaga keseimbangan antara waktu untuk diri sendiri dan interaksi sosial adalah kunci untuk kesehatan mental, fisik, dan kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Semoga kamu dapat menjalani hidup yang lebih seimbang dan bermakna, ya sob!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fauzan Fadhilah
EditorFauzan Fadhilah
Follow Us