3 Penyebab Mahasiswa Rantau Kalap Berbelanja

- Event tanggal kembar e-commerce dinantikan pejuang diskon
- Gangguan belanja impulsif bisa berujung pada gangguan jiwa
- Shopaholic dipicu oleh kebutuhan emosi, tren OOTD, dan rasa kesepian
Event tanggal kembar yang digelar e-commerce setiap bulannya selalu dinantikan oleh pejuang diskon seratus persen. Apalagi bagi mahasiswa perantau yang jauh dari pengawasan orang tua, potongan harga dari barang yang diinginkan membuat mereka kalap berbelanja. Mungkin bagi kamu belanja online hanya sekedar hobi tapi jangan salah kira, perilaku konsumtif ini bisa mengarah ke gangguan jiwa loh.
Kecanduan belanja atau shopaholic ialah gangguan belanja secara impulsif, di mana pengidap gangguan ini tidak bisa menahan dorongan yang kuat untuk berbelanja. Seorang shopaholic selalu membeli barang yang tidak dibutuhkan saat berbelanja, setelah itu muncul perasaan bersalah dan timbul penyesalan, kendati demikian ia akan terus membeli barang itu secara berulang. Lantas, apa penyebab shopaholic itu? Berikut ini 3 penyebabnya.
1. Citra diri yang rendah

Bagi seseorang shopaholic berbelanja menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. Kebutuhan emosi yang kurang terpenuhi dengan baik, sehingga pengakuan dari orang lain akan meningkatkan eksistensi dirinya. Tak hanya itu, ketakutan akan tertinggal dalam hal apapun atau Fear Of Missing Out (FOMO) semakin memperparah seorang shopaholic.
Outfit Of The Day atau (OOTD) menjadi trend sekarang. Style yang berbeda-beda setiap waktu semakin banyak diminati dikalangan mahasiswa. Waktu luang yang mereka miliki sering dialihkan dengan membuka aplikasi e-commerce. Karena merasa bosan, keinginan berbelanja akan muncul secara impulsif.
2. Tidak ada kontrol dari orang tua

Check out belanja online secara kalap menjadi anugrah tersendiri bagi anak rantau. Tidak adanya pengawasan dari orang tua, membuat mereka beranggap tidak adanya larangan lagi. Didukung dengan ketidakmampuan mereka dalam mengontrol hasrat berbelanja, hal ini akan menjadi masalah serius di kemudian hari dalam segi sosial maupun ekonomi.
Peran orang tua dalam mengontrol anak sangat dibutuhkan di sini, bukan berarti mengekang hidup anaknya. Dukungan emosi yang diberikan oleh orang tua memberi rasa percaya diri pada anak. Sehingga mereka tidak membeli barang untuk memenuhi ekspektasi orang lain, karena takut dikucilkan di lingkungan pertemanan.
3. Menghilangkan rasa kesepian

Rasa kesepian sering kali dialami mahasiswa di rantau. Jauh dari orang tua serta tidak adanya kegiatan selain di kampus atau menjadi mahasiswa kupu-kupu, mengakibatkan lingkup interaksi sosialnya terbatas. Untuk mengurangi rasa kesepian ini, mereka akan berbelanja sebagai pengalihan isu.
Ketika membeli barang yang disuka dan langsung membelinya menimbulkan rasa bahagia tersendiri. Rasa puas saat berbelanja ini akan menggantikan kekosongan emosional yang mereka alami. Meski menimbulkan rasa bahagia, kecanduan belanja akan menimbulkan efek jangka panjang dan ketidakmampuan dalam mengontrol keuangan.
Belanja secara berlebihan sangat bahaya dalam kehidupan, kurangnya kontrol diri dalam membeli sesuatu atau hanya sekedar keinginan sesaat. Sehingga mereka rela terjerat pinjaman online, pay later dan kartu kredit membengkak. Sering kali lingkup pergaulan dan tontonan sosial media mempengaruhi seseorang bergaya hidup hedonis. Jika perilaku kecanduan belanja atau shopaholic ini tidak segera diatasi, hal ini akan menimbulkan masalah finansial yang besar. Jika kamu sudah ditahap tidak bisa mengontrol belanja jangan ragu untuk meminta bantuan pada profesional.