4 Fenomena Lebaran Blues dan Kenapa Banyak Orang Merasakannya

Hari Lebaran sudah sepatutnya menjadi momen penuh kebahagiaan, nih. Suasana rumah yang ramai, aroma opor yang menggugah selera, dan tangan-tangan yang saling merangkul dalam kehangatan. Namun, bagi sebagian orang, Lebaran justru terasa kosong, lho
Ada sesuatu yang terasa aneh, seperti perasaan hampa yang sulit dijelaskan. Fenomena ini dikenal sebagai Lebaran Blues, yaitu rasa gelisah, kehilangan semangat, dan kesepian saat hari yang suci ini tiba.
Mungkin kamu juga pernah merasakannya. Nah, berikut ini empat penyebab utama mengapa Lebaran Blues bisa terjadi dan membuat perayaan Idulfitri terasa tak seceria yang dibayangkan.
1. Jauh dari keluarga, Lebaran tak lagi sama

Kita tahu bersama kalau lebaran identik dengan momen bercengkrama bersama keluarga. Namun, bagi mereka yang tak bisa pulang kampung, nih, entah karena pekerjaan, biaya yang tak mencukupi, atau situasi tertentu, hari raya bisa terasa kosong. Suasana rumah yang biasanya ramai mendadak sepi dan kehangatan keluarga hanya bisa dirasakan melalui layar ponsel, itupun jika sempat.
Ironisnya, rindu adalah bagian dari kehidupan, tapi saat Lebaran, rindu itu terasa lebih tajam. Kamu mungkin berusaha mengalihkan perhatian dengan bertemu teman di lingkungan terdekat atau melakukan aktivitas lain, tapi tetap saja ada perasaan yang sulit untuk diobati.
Video call bisa sedikit mengurangi jarak, tapi tak ada yang benar-benar bisa menggantikan pelukan orang tua atau kebersamaan di meja makan saat takbir terus berkumandang.
2. Ekspektasi Lebaran yang terlalu tinggi

Banyak orang membayangkan Lebaran sebagai hari yang megah. Semua orang berkumpul, makanan melimpah, suasana penuh kehangatan. Namun, kenyataan sering kali tak seindah harapan, lho. Ada saudara yang bertengkar, makanan tak sesuai ekspektasi, atau sekadar suasana yang tak seseru dulu.
Nah, ekspektasi yang terlalu tinggi bisa menjadi bumerang untuk perasaanmu. Naluriah jika pada saat kenyataan tak sesuai harapan, rasa kecewa datang tanpa diundang.
Nyatanya, ada yang merasa lelah dengan pertanyaan-pertanyaan basa-basi yang lebih terasa seperti interogasi. Akhirnya, Lebaran yang seharusnya menyenangkan malah terasa melelahkan secara emosional.
3. Tekanan finansial yang meningkat

Bukan rahasia lagi kalau pengeluaranmu di hari Lebaran akan membengkak. Mulai dari membeli baju baru, memberi angpau, hingga menyediakan hidangan spesial untuk keluarga, semuanya menjadi pengeluaran yang rasanya wajib dilakukan. Bagi sebagian orang, hal ini bisa menjadi beban yang cukup berat, lho.
Malah, tak sedikit yang merasa tertekan karena harus mengikuti standar sosial yang ada. Kalau orang lain membeli pakaian baru, seolah-olah kamu pun harus melakukan hal yang sama.
Kalau orang lain memberi angpau dalam jumlah besar, kamu pun merasa perlu mengikuti. Padahal, kondisi finansial setiap orang berbeda-beda, kan? Akibatnya, bukannya menikmati Lebaran, justru yang terjadi adalah kamu merasa cemas dan khawatir soal keuangan.
4. Rasa kehilangan yang semakin kuat

Lebaran juga terkadang menjadi momen yang mengingatkan kita pada mereka yang sudah tiada. Di tengah kebahagiaan berkumpul, ada kursi kosong yang dulu selalu terisi oleh mereka. Ada suara yang tak lagi terdengar dan ada tangan yang tak bisa lagi digenggam.
Bagi yang baru kehilangan orang terdekat, Lebaran pertama tanpa mereka bisa terasa begitu berat. Kebiasaan yang dulu dilakukan bersama kini akan terasa berbeda. Momen-momen kecil yang dulu dianggap biasa justru terasa begitu berarti saat tak lagi bisa diulang. Nah, rasa kehilangan itu bisa membuat suasana Lebaran menjadi sedikit menyedihkan, meskipun di luar semua tampak baik-baik saja.
Memang, Lebaran Blues adalah sesuatu yang nyata. Meskipun banyak orang merayakan dengan penuh sukacita, ada sebagian yang justru merasakan kekosongan, kehilangan, dan tekanan emosional. Hal ini bukan sesuatu yang salah. Kalau kamu merasakan Lebaran Blues, tidak perlu memaksakan diri untuk selalu terlihat bahagia.
Hubungi orang-orang terdekat, luangkan waktu untuk hal-hal yang membuatmu nyaman, dan ingat bahwa kebahagiaan tak harus selalu tampak meriah. Kadang, cukup dengan merasa cukup, itu sudah lebih dari cukup.