Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Mengapa Lebaran Tidak Pantas Jadi Ajang Pamer

ilustrasi lebaran (pexels.com/RDNE Stock project)

Lebaran seyogyanya menjadi momen untuk refleksi diri.  Berkumpul bersama keluarga. Tanpa tabir tanpa sekat yang ikut serta. Itulah makna sesungguhnya dari lebaran.

Itulah mengapa ia tidak cocok untuk jadi ajang pamer. Lima alasan di bawah ini akan mengulasnya lebih jauh. Simak sampai tuntas agar tidak keliru.

5. Berbagi jauh lebih menyentuh hati

ilustrasi menyantap hidangan lebaran (pexels.com/Timur Weber)

Dibanding angkuh serta bermegah-megahan, lebih baik harta yang dimiliki dibagikan kepada mereka yang layak untuk itu. Membantu fakir miskin. Agar mereka merayakan lebaran dengan senyum yang terpatri syahdu di wajah mereka.

Selain itu, perhatian pada tetangga juga tidak boleh diabaikan. Berbagi hidangan lebaran dengan mereka memberikan kesan yang menyejukkan. Menggmabarkan betapa manisnya persaudaraan yang dipupuk bersama. Dipertahankan dengan kesungguhan yang nyata.

1. Mengurangi makna lebaran itu sendiri

ilustrasi suasana lebaran (unsplash.com/Mufid Majnun)

Menyambut lebaran itu mestilah dengan rasa syukur. Sedang rasa syukur itu jauh dari yang namanya menyombongkan diri. Seperti merasa bangga apa atas yang dimiliki. Tidak ada salahnya, tapi kalau sudah berlebihan dan tidak terkontrol, makna lebaran sudah tidak ditemukan lagi.

Tindakan paling tepat adalah fokus pada nilai spritual. Membersihkan hati dan jiwa. Serta saling memaafkan. Nampaknya itu lebih bijaksana. Menjadikan kita manusia yang sadar diri. Bahwa kehidupan di muka bumi ini hanya sementara. Harta hanya titipan yang tidak dibawa mati.

2. Berpotensi menyakiti hati orang lain

ilustrasi suasana lebaran (unsplash.com/sam sul)

Kemampuan finansial setiap orang tentu berbeda. Tidak boleh disama ratakan. Berangkat dari fakta itu, kita harusnya sudah paham. Mana yang etis untuk dilakukan, mana yang mesti dihindari.

Jangan pamerkan barang-barang mewah, hadiah mahal, atau makanan lezat yang berlimpah di atas meja. Orang yang menyaksikan bisa saja merasa minder. Atau bahkan bersedih karena ulah kita.

3. Bentuk gaya hidup yang konsumtif

ilustrasi membeli baju baru (pexels.com/Antoni Shkraba)

Orang lain merasa lebarannya baik-baik saja. Tanpa ada kendala. Tapi ketika melihat postingan yang berseliweran di media sosial, seketika suasana berubah. Dorongan untuk membandingkan diri mulai timbul. Alhasil, yang lahir hanya rasa iri dan dengki.

Bagian yang tidak kalah berbahaya adalah orang lain juga tergerak untuk berbelanja sebagaiamana yang ditontonnya. Padahal kebutuhannya sudah terpenuhi, tapi karena ego yang memaksa, dompet jadi terkuras lagi.

4. Menimbulkan rasa iri

ilustrasi suasana lebaran (unsplash.com/Mufid Majunun)

Sebagaimana disebutkan di atas, perihal rasa iri itu tidak bisa kita nafikan. Kecemburuan sosial itu akan terus ada. Termasuk saat lebaran tiba. Ketika orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan. Bergaya di depan kamera.

Padahal sejatinya, saat lebaran kita mesti saling mendukung. Saling menunjukkan keterbukaan. Untuk kemudian saling merangkul pada satu warna dan satu rasa. Yaitu kebersamaan dan silaturahmi yang hangat tercipta.

5. Berbagi jauh lebih menyentuh hati

ilustrasi menyantap hidangan lebaran (pexels.com/Timur Weber)

Dibanding angkuh serta bermegah-megahan, lebih baik harta yang dimiliki dibagikan kepada mereka yang layak untuk itu. Membantu fakir miskin. Agar mereka merayakan lebaran dengan senyum yang terpatri syahdu di wajah mereka.

Selain itu, perhatian pada tetangga juga tidak boleh diabaikan. Berbagi hidangan lebaran dengan mereka memberikan kesan yang menyejukkan. Menggambarkan betapa manisnya persaudaraan yang dipupuk bersama. Dipertahankan dengan kesungguhan yang nyata.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Giffary Yusuf
EditorGiffary Yusuf
Follow Us