5 Alasan Orang Gak Suka Disebut Motivator, Jadi Beban!

Sebagian orang mungkin senang jika dianggap sebagai motivator. Kesannya, mereka berhasil membuat orang lain lebih bersemangat dan berpikir optimis tentang kehidupan. Artinya, energi mereka sendiri juga positif.
Namun, sebagian orang lagi malah gak nyaman dengan predikat motivator yang disematkan padanya. Sebab, hal itu membuat mereka terbebani, bahkan kesulitan membedakan pujian dari sindiran belaka. Lebih lanjut, inilah lima alasan mengapa sebutan motivator gak berhasil menyanjung mereka.
1. Orang-orang selalu mendatanginya dengan keluh kesah

Jadi orang yang dipandang sebagai motivator itu melelahkan. Jarang orang datang padanya membawa kebahagiaan. Seringnya mereka mendekat dengan segudang masalah dan rasa putus asa.
Akibatnya, orang yang diandalkan untuk menjadi motivatornya bakal ikut tertular rasa stresnya. Ia juga lelah mendengarkan keluh kesah setiap orang yang seperti tak ada habisnya. Terlebih ketika ia sendiri lagi punya masalah.
2. Hidupnya dianggap selalu mulus

Motivator ternama saja tak lepas dari anggapan demikian. Apalagi motivator amatir yang sesungguhnya tak lebih dari teman sendiri. Suntikan semangat yang coba diberikannya pada orang lain kadang malah dipandang sinis.
Orang-orang mengira hidupnya selalu mulus dan minim ujian, sehingga mudah saja baginya menasihati ini itu. Padahal, sebagian besar nasihat tersebut juga diperolehnya dari pengalaman pribadi.
3. Diejek saat ia sendiri sedang down

Mending gak disebut motivator ketimbang sisi manusiawinya seolah-olah dianggap tidak pantas oleh orang lain. Semua manusia pasti bisa terpuruk oleh berbagai masalah hidup yang berat. Namun ketika seorang "motivator" mengalaminya, bukannya didukung dia malah diejek.
Orang-orang meragukan seluruh motivasi yang selama ini diberikannya, hanya karena kini ia tengah kehilangan semangat. Bila dia sejak awal menolak sebutan motivator, rasa terpuruknya sesekali akan lebih mudah dipahami oleh orang lain.
4. Perkataannya tidak dimaksudkan untuk memotivasi orang lain

Walaupun ucapan seseorang hampir selalu berhasil memotivasi pendengarnya, niatnya boleh jadi gak sampai ke situ. Ia cuma menyatakan pendapatnya berdasarkan pengalaman pribadi. Kalaupun orang lain menjadi termotivasi, itu bonus.
Dia gak terlalu ambil pusing apakah perkataannya bakal terasa menyemangati atau biasa saja bagi orang lain. Buatnya, motivator asli pasti punya rencana untuk mengubah orang melalui apa yang disampaikannya. Sementara ia tidak memiliki tujuan dan strategi khusus dalam berbicara.
5. Orang cuma mencari validasi atas perasaannya

Motivator kerap dijadikan tempat orang mencari dukungan atau pembenaran atas sesuatu yang dirasakannya. Ini membuat sebagian pencari motivasi kadang gak bisa menerima pandangan yang berbeda dari keinginannya.
Dampaknya, orang yang dijuluki motivator oleh teman-temannya akan kesulitan menyatakan pendapatnya dengan jujur. Sebagai contoh, orang yang ingin sekali meraih mimpi cuma ingin dimotivasi, agar terus semangat dalam mengusahakannya.
Padahal, orang yang diharapkan menjadi motivatornya sebetulnya melihat mimpi itu kurang cocok untuknya. Ada mimpi lain yang lebih pas dan akan lebih mudah buat diraihnya. Namun, andai ini disampaikan dengan terus terang, dia pasti marah.
Sebutan motivator tidak selalu berhasil membuat seseorang merasa bangga. Terlepas dari perkataannya dapat membangkitkan semangat orang lain atau gak, ia lebih suka dianggap layaknya kawan biasa. Julukan motivator malah terasa membebaninya saja.