Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menerapkan Mindset Stoicism dalam Menghadapi Lingkungan Toxic

Ilustrasi suasana diskusi(pexels.com/RDNE Stock project)
Ilustrasi suasana diskusi(pexels.com/RDNE Stock project)

Kehidupan kita sering kali dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, terutama ketika kita terjebak dalam lingkungan toxic. Lingkungan toxic bisa berupa hubungan pribadi, pekerjaan, atau bahkan keluarga yang penuh dengan energi negatif, komentar merendahkan, atau ketidakpastian. Dalam keadaan seperti ini, pendapat dan perilaku orang lain sering kali merusak kesejahteraan mental kita. Filosofi stoicism menawarkan cara untuk tetap tenang dan fokus meskipun berada di tengah situasi seperti ini, dengan mengajarkan kita untuk tidak terpengaruh oleh omongan dan penilaian orang lain.

Stoikisme mengajarkan kita untuk memusatkan perhatian pada apa yang ada dalam kendali kita, bukan pada hal-hal yang tidak bisa kita ubah, seperti opini orang lain. Dengan mengadopsi prinsip ini, kita dapat mengatasi dampak dari lingkungan toxic, menjaga ketenangan pikiran, dan tetap bergerak maju menuju tujuan pribadi. Berikut ini adalah beberapa cara untuk menerapkan mindset stoicism dalam menghadapi lingkungan toxic.

1. Menerima realitas dan tidak terperangkap dalam drama

Ilustrasi perdebatan (pexels.com/Yan Krukau)
Ilustrasi perdebatan (pexels.com/Yan Krukau)

Lingkungan toxic sering kali dipenuhi dengan drama, konflik, dan energi negatif yang dapat membuat kita merasa terjebak. Stoicism mengajarkan kita untuk menerima kenyataan ini dan tidak terlibat dalam drama yang tidak produktif. Alih-alih terjebak dalam perasaan marah atau frustasi akibat perilaku negatif orang lain, kita bisa memilih untuk tidak terpengaruh. Menerima bahwa lingkungan sekitar kita mungkin tidak ideal adalah langkah pertama untuk tidak membiarkan situasi tersebut menguasai perasaan kita.

Dengan mengadopsi pola pikir ini, kita bisa belajar untuk tetap fokus pada diri kita sendiri dan menjaga ketenangan meskipun di tengah kekacauan. Hal ini bukan berarti kita harus pasif atau menyerah, tetapi lebih pada menjaga diri agar tidak terlarut dalam perasaan negatif yang datang dari luar. Kita memiliki kendali atas reaksi kita terhadap situasi, dan stoicism mengajarkan kita untuk tetap bijaksana dalam meresponsnya.

2. Memisahkan diri dari penilaian negatif orang lain

Ilustrasi seseorang belajar (pexels.com/RDNE Stock project)
Ilustrasi seseorang belajar (pexels.com/RDNE Stock project)

Di lingkungan toxic, sering kali kita menjadi sasaran penilaian negatif dan gosip yang dapat merusak harga diri kita. Stoicism mengajarkan kita untuk tidak menggantungkan nilai diri kita pada apa yang dipikirkan atau dikatakan orang lain. Harga diri sejati datang dari dalam diri kita, berdasarkan nilai-nilai dan prinsip yang kita anut, bukan dari penerimaan atau pengakuan orang lain. Ketika kita mulai menggantungkan harga diri pada komentar orang lain, kita akan mudah terpengaruh dan kehilangan kepercayaan diri.

Dengan memisahkan diri dari penilaian eksternal, kita dapat menghindari rasa kecewa atau frustrasi yang sering muncul dari omongan orang. Stoicism mengajarkan kita untuk memiliki kemandirian emosional, di mana kita tidak membiarkan opini orang lain menentukan siapa diri kita. Ini memberi kita kebebasan untuk hidup sesuai dengan prinsip kita, tanpa rasa takut akan kritik yang tidak membangun.

3. Membangun kekuatan mental dengan menanggapi krisis dengan tenang

Ilustrasi seseorang sedang meditasi (pexels.com/Marcus Aurelius)
Ilustrasi seseorang sedang meditasi (pexels.com/Marcus Aurelius)

Lingkungan toxic sering kali memicu krisis atau tekanan emosional. Entah itu berhadapan dengan konflik yang berlarut-larut atau menghadapi orang-orang yang tidak mendukung, stoicism mengajarkan kita untuk menghadapinya dengan kepala dingin. Kekuatan mental yang dikembangkan melalui stoicism memungkinkan kita untuk tetap tenang bahkan di tengah krisis, karena kita tahu bahwa kita tidak bisa mengontrol situasi eksternal, tetapi kita bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya.

Menghadapi krisis dengan tenang bukan berarti kita menghindar dari masalah, tetapi lebih kepada cara kita menghadapinya dengan kebijaksanaan dan ketenangan. Dengan latihan stoicism, kita bisa belajar untuk tidak terjebak dalam emosi negatif yang datang dari luar, dan malah menggunakan situasi tersebut sebagai peluang untuk memperkuat karakter kita.

4. Mengubah setiap kritik menjadi kesempatan untuk berkembang

Ilustrasi seseorang berbicara di panggung (pexels.com/Matheus Bertelli)
Ilustrasi seseorang berbicara di panggung (pexels.com/Matheus Bertelli)

Di tengah lingkungan toxic, kritik sering kali datang tidak hanya dari orang yang ingin membantu, tetapi juga dari mereka yang sekadar ingin merendahkan atau menyudutkan kita. Stoicism mengajarkan kita untuk melihat setiap kritik sebagai peluang untuk berkembang, bukan sebagai serangan pribadi. Jika kritik tersebut konstruktif, kita dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan diri. Jika kritik tersebut tidak berdasar atau berniat buruk, kita bisa memilih untuk mengabaikannya tanpa rasa sakit hati.

Dengan mengubah cara kita memandang kritik, kita dapat mengurangi dampak negatif dari lingkungan toxic. Alih-alih merasa terluka atau marah, kita bisa melihatnya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Sikap ini membantu kita untuk tetap tegar dan menjaga keseimbangan emosi, meskipun dikelilingi oleh energi negatif.

5. Menjaga fokus pada tujuan hidup yang lebih besar

Ilustrasi membaca buku catatan belajar di meja (pexels.com/Ivan Samkov)
Ilustrasi membaca buku catatan belajar di meja (pexels.com/Ivan Samkov)

Salah satu inti dari stoicism adalah memiliki tujuan hidup yang jelas dan fokus pada pencapaiannya. Dalam lingkungan toxic, sangat mudah untuk terseret oleh opini dan komentar orang yang tidak mendukung. Namun, dengan tetap fokus pada tujuan hidup kita yang lebih besar, kita bisa mengabaikan pengaruh negatif yang datang dari luar. Stoicism mengajarkan kita untuk tetap setia pada prinsip dan visi hidup kita, meskipun ada tekanan untuk mengikuti ekspektasi orang lain.

Menjaga fokus pada tujuan hidup yang lebih besar memberi kita arah dan motivasi untuk terus maju, meskipun berada di tengah lingkungan yang penuh tantangan. Ketika kita memiliki visi yang jelas tentang apa yang ingin kita capai, kita tidak akan mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. Kita akan tetap bergerak maju dengan keyakinan, menjaga kebebasan batin dan ketenangan meskipun dunia di sekitar kita penuh dengan suara-suara negatif.

Menghadapi lingkungan toxic memang sulit, tapi dengan stoicism, kita bisa tetap tenang, bijaksana, dan fokus pada hal yang bisa kita kendalikan. Stoicism membantu kita menjaga kedamaian batin dan tetap teguh pada tujuan hidup. Kita bebas dari pengaruh negatif dan hidup lebih damai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diva Shinta Saswandra
EditorDiva Shinta Saswandra
Follow Us