Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kebiasaan yang Ternyata Berakar dari Trauma Masa Kecil

Ilustrasi memiliki childhood trauma(pexel.com/John Rae Cayabyab)
Intinya sih...
  • Trauma masa kecil mempengaruhi kebiasaan mengendalikan segala hal dan sulit beradaptasi.
  • Kebutuhan orang lain di atas diri sendiri bisa berakar dari trauma masa kecil, merugikan kesehatan mental dan emosional.
  • Menghindari konflik secara berlebihan dan sulit mempercayai orang lain juga bisa berasal dari trauma masa kecil.

Masa kecil adalah periode penting dalam pembentukan kepribadian dan perilaku seseorang. Sayangnya, tidak semua orang tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara emosional, sehingga beberapa dari kita membawa trauma masa kecil ke kehidupan dewasa. Trauma yang tidak terselesaikan ini sering kali mempengaruhi cara kita berperilaku tanpa kita sadari. Berikut adalah lima kebiasaan buruk yang mungkin berakar dari pengalaman trauma masa kecilmu.

1. Mengendalikan segalanya

Ilustrasi memiliki childhood trauma(pexel.com/Khoa Vo)

Trauma masa kecil yang berkaitan dengan rasa kehilangan kontrol, seperti berada di lingkungan yang tidak stabil atau berbahaya, bisa menyebabkan kebiasaan untuk selalu ingin mengendalikan segala hal. Kamu mungkin merasa cemas jika segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, atau jika ada hal-hal di luar kendalimu.

Meskipun memiliki kontrol atas hidup adalah hal yang baik, kebiasaan ini bisa membuatmu terlalu kaku dan sulit beradaptasi. Ini juga bisa menimbulkan ketegangan dalam hubungan dengan orang lain, terutama ketika kamu merasa perlu mengatur setiap aspek kehidupan mereka. Latihlah diri untuk lebih fleksibel dan menerima bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan.

2. Terlalu mengorbankan diri

Ilustrasi memiliki childhood trauma(pexel.com/Pavel Danilyuk)

Jika kamu sering merasa harus selalu menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhanmu sendiri, bisa jadi ini berakar dari trauma masa kecil. Beberapa dari kita dibesarkan dalam situasi di mana kebutuhan kita sering diabaikan, sehingga kita belajar untuk memprioritaskan kebahagiaan orang lain daripada diri sendiri.

Kebiasaan ini, meskipun sering dianggap sebagai bentuk kebaikan, sebenarnya bisa sangat merugikan kesehatan mental dan emosionalmu. Terlalu sering mengorbankan diri bisa membuatmu merasa kelelahan, kurang dihargai, dan bahkan kehilangan jati diri. Cobalah untuk menetapkan batasan yang sehat dan memberi ruang bagi dirimu sendiri.

3. Menghindari konflik

Ilustrasi memiliki childhood trauma(pexel.com/Ron Lach)

Trauma masa kecil juga bisa membuat kamu menghindari konflik dengan cara apa pun. Jika kamu tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ketegangan atau pertengkaran, kamu mungkin mengembangkan kebiasaan untuk menghindari masalah. Ini bisa berarti kamu cenderung menahan perasaan atau memilih untuk tidak mengungkapkan pendapat demi menghindari konfrontasi.

Meskipun sekilas terlihat seperti cara untuk menjaga perdamaian, kebiasaan ini bisa berdampak buruk bagi hubunganmu. Menghindari konflik justru dapat menumpuk emosi negatif dan pada akhirnya memperburuk masalah yang ada. Penting untuk belajar berkomunikasi dengan jujur dan sehat, serta mengelola konflik secara konstruktif.

4. Sulit mempercayai orang lain

Ilustrasi memiliki childhood trauma(pexel.com/FOERDER ZONE)

Kepercayaan adalah elemen penting dalam hubungan sosial dan emosional yang sehat. Namun, jika kamu pernah mengalami pengkhianatan atau ketidakstabilan di masa kecil, rasa tidak percaya ini bisa menjadi kebiasaan buruk yang sulit dihilangkan. Kamu mungkin selalu curiga terhadap niat orang lain atau merasa cemas saat harus bergantung pada orang lain.

Kebiasaan ini sering kali berasal dari pengalaman di mana orang dewasa yang seharusnya memberikan rasa aman, justru mengecewakanmu. Akibatnya, kamu merasa bahwa satu-satunya cara untuk melindungi diri adalah dengan menjaga jarak dan membangun dinding emosional yang tinggi.

5. Selalu merasa tidak cukup baik

Ilustrasi memiliki childhood trauma(Pexel.com/Ramid Hamidov)

Jika sejak kecil kamu sering mendengar kritik atau merasa diabaikan, perasaan tidak cukup baik bisa menghantui hingga dewasa. Kamu mungkin merasa harus terus membuktikan diri atau mencapai standar yang tak realistis. Ini menyebabkan kamu menjadi terlalu perfeksionis atau terlalu keras pada diri sendiri, yang akhirnya berujung pada kelelahan mental dan emosional.

Kebiasaan ini sering kali muncul dari trauma emosional, di mana kamu tumbuh dengan keyakinan bahwa cinta dan penerimaan harus diperoleh, bukan diberikan secara cuma-cuma. Untuk keluar dari pola ini, penting untuk belajar menerima dan menghargai diri sendiri apa adanya, bukan berdasarkan pencapaian atau pendapat orang lain.

Menyadari bahwa kebiasaan buruk kita mungkin berakar dari trauma masa kecil adalah langkah pertama menuju penyembuhan. Setiap orang memiliki masa lalu yang berbeda, namun kita semua berhak untuk memperbaiki diri dan hidup dengan lebih bahagia. Trauma tidak perlu terus membelenggu kita; dengan kesadaran, dukungan, dan tekad yang kuat, kita bisa melepaskan kebiasaan buruk ini dan membangun masa depan yang lebih baik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Afifah
EditorAfifah
Follow Us