5 Koreksi yang Bisa Diberikan saat Anak Berlatih Membaca Lantang

Membaca lantang ialah membaca dengan suara keras. Bukan membaca dalam hati seperti yang biasa dilakukan orang dewasa. Membaca lantang menjadi bagian penting dari proses belajar membaca pada anak-anak. Sebelum mereka bisa membaca dalam hati biasanya akan membaca keras dulu.
Tahapannya dimulai dengan membaca sambil mengeja setiap suku kata sampai akhirnya makin lancar. Meski anak terlihat asyik dengan bacaannya, pendampingan dari orangtua tetap sangat diperlukan. Kalau di tahap ini anak keliru dalam latihan membaca dan tidak segera dibetulkan oleh orangtua, bisa-bisa seterusnya juga salah serta menjadi kebiasaan.
Namun, orangtua juga mesti mengoreksi bacaan anak secara bijak. Jangan bikin anak menjadi gak percaya diri untuk meneruskan latihan membacanya. Kamu dapat memperhatikan serta memeriksa bacaan anak dengan mendampingi persis di dekatnya atau sambil mengerjakan hal-hal lain. Berikut lima hal yang perlu dilakukan orangtua selagi anak berlatih membaca lantang.
1. Mengoreksi bacaan yang keliru

Namanya baru belajar membaca, pasti anak sering melakukan kesalahan. Apalagi untuk kata yang lebih dari tiga suku kata. Misalnya, angkutan, kereta, perbelanjaan, dan sebagainya. Anak mungkin membaca angkutan menjadi angutan, kereta menjadi kreta, dan perbelanjaan hanya belanja.
Kian banyak huruf konsonan kian sulit juga untuk anak. Contohnya, transportasi, ambulans, serta kreativitas. Setiap anak melakukan kesalahan dalam membaca, minta agar berhenti dulu. Lalu beri contoh cara membaca yang tepat secara perlahan-lahan supaya anak menyimaknya.
Ulangi 1 atau 2 kali kemudian gantian anak mencoba mengucapkannya sampai benar. Jika ia sudah dapat mengatakannya dengan tepat, ulangi kalimat tersebut serta lanjutkan proses membaca. Lebih baik anak membaca sedikit demi sedikit tetapi melakukannya dengan benar ketimbang cepat menyelesaikan bacaannya tapi banyak yang keliru.
2. Intonasi harus sesuai dengan tanda baca

Tanda baca tidak hanya berfungsi untuk memenggal atau mengakhiri kalimat. Intonasi ketika anak membaca kalimat tanya, seru, dan pernyataan mesti berbeda. Jangan ia membaca pertanyaan sedatar pernyataan. Begitu juga kalimat yang seharusnya menyeru malah terdengar biasa-biasa saja.
Contohnya, kalimat, "Ani pergi." Kalimat tersebut hanya memberitahukan tentang kepergian Ani. Intonasinya ialah datar. Sementara kalimat tanya menjadi, "Apakah Ani pergi?" Atau hanya, "Ani pergi?" Berikan perbedaan cara membaca antara kalimat tanya dengan kalimat pernyataan.
Lalu, "Ani, pergi!" Kalimat ini merupakan seruan atau perintah agar Ani meninggalkan tempat. Suara harus lebih keras dan agak menghardik. Demikian pula adanya tanda koma dalam kalimat tidak boleh ditabrak begitu saja. Anak mesti berhenti sebentar sebelum melanjutkan bacaannya. Intonasinya mengesankan kalimat belum selesai. Berbeda dengan ketika kalimat diakhiri dengan tanda titik.
3. Kecepatan membaca dan jeda antarkata

Saat anak baru belajar membaca lantang, tentu ia melakukannya perlahan-lahan sekali. Kamu harus bisa bersabar menunggu anak mengeja sampai menyelesaikan satu kalimat. Namun, setelah anak cukup lancar membaca biasanya dia malah seperti mengebut. Padahal, membaca bukan soal kecepatan.
Ketepatan serta pemahaman akan bacaan menjadi nilai utama. Baik anak membaca buat diri sendiri atau untuk didengarkan orang lain gak boleh cepat-cepat. Selain anak perlu memahami arti tanda baca, adanya jarak atau spasi antarkata juga tidak untuk diabaikan. Cegah anak membaca kata demi kata seperti satu rangkaian saking cepatnya.
Ajari anak membaca dengan jelas setiap kata. Jangan membaca terlalu pelan atau terlampau cepat. Tunjukkan cara membaca yang masih enak buat didengarkan orang lain. Percuma kalau anak membaca lantang begitu cepat, tetapi orang-orang di sekitarnya menjadi gak sempat menyimak. Ajak anak menikmati aktivitas membacanya dengan cara tidak terburu-buru.
4. Memastikan anak memahami isi bacaannya

Seperti disebutkan sebelumnya, membaca hanya akan bermanfaat kalau anak memahami bacaannya. Bukan sekadar ia bisa membaca kata demi kata tanpa kesalahan. Maka untuk anak yang baru belajar membaca, orangtua perlu mengetes pemahamannya akan bacaan.
Buat anak prasekolah misalnya, minta anak berhenti membaca setelah 1 atau 2 kalimat. Tanyakan padanya tentang maksud kalimat tersebut. Masih dengan contoh kalimat, "Ani pergi." Kamu bisa bertanya pada anak, "Siapa yang pergi?" Kalau ada kalimat lanjutan yang menjelaskan tujuan Ani dan siapa yang menemaninya, dirimu juga dapat menanyakannya.
Jangan sampai anak telah lancar membaca, tetapi belum mampu mencerna arti kalimat-kalimatnya. Terus lakukan ini sampai anak berhenti membaca setiap 1 atau 2 paragraf. Jika anak sudah dapat menyimpulkan isi bacaan yang agak panjang, orangtua bisa baru bertanya setelah satu cerita pendek selesai.
5. Keras atau lemahnya suara

Saking semangatnya anak dalam membaca, sering kali dia terdengar berteriak-teriak. Hal ini juga jangan dibiarkan begitu saja. Kegiatan membaca gak boleh mengganggu orang. Membaca lantang tidak sama dengan sekadar berteriak-teriak atau berisik. Pun makin kencang suara anak, makin tidak jelas pula kata yang diucapkannya.
Intonasinya cenderung berantakan. Semua kalimat dibaca dengan nada tinggi seperti menyeru. Cara membaca seperti ini gak akan bisa dinikmati oleh teman-temannya di kelas. Memang ia tidak boleh membaca dengan suara yang terlampau lemah. Nanti orang lain juga kurang dapat mendengarnya.
Kasih contoh anak untuk membaca dengan suara yang tidak terlalu keras maupun pelan. Sesuaikan dengan luas ruangan, jumlah pendengar, dan jarak anak dengan mereka. Kalau anak hanya membaca untuk diri sendiri atau orangtua, lebih pelan gak apa-apa. Terpenting kata-katanya masih jelas. Beri tahu anak bahwa nantinya ia bahkan mesti belajar membaca dalam hati.
Selagi anak berlatih membaca lantang, orangtua punya banyak kesempatan untuk mengajarinya cara membaca yang tepat. Meski kamu atau pasangan sambil mengerjakan tugas lain, perhatikan bacaan anak. Selain supaya kesalahan dalam membaca bisa segera diperbaiki, anak juga senang bila orangtuanya mendengarkannya.