5 Sebab Sulit Bersikap Netral dalam Konflik, Ada Benih Kebencian?

Sikap netralmu sangat diperlukan di tengah suasana penuh konflik yang terjadi di sekitarmu. Misalnya, konflik di tempat kerja yang melibatkan kawan-kawanmu. Baik kubu A maupun B sama-sama dikenal dengan baik olehmu. Sedikit saja dirimu tidak mampu menjaga netralitas, perselisihan di antara mereka akan bertambah panas.
Namun, bersikap netral lebih mudah dilakukan jika kamu benar-benar berada di luar lingkaran konflik. Makin dekat hubunganmu dengan orang-orang yang sedang ada masalah, makin sulit untukmu menjaga netralitas diri. Akan tetapi, apakah tidak bersikap netral selalu berakibat buruk?
Sekilas tampaknya memang begitu karena pihak yang gak dibela olehmu pasti merasa tak terima. Namun, terkadang sikap tidak netral juga sulit dihindari dan boleh jadi ada kebaikannya dalam situasi tertentu.
Bila kamu dipercaya sebagai penengah dalam suatu persoalan yang melibatkan dua orang atau lebih, pahami lima sebab menurunnya netralitas diri di bawah ini.
1. Sangat tahu siapa yang benar dan salah

Kamu tidak bisa menutup mata pada kebenaran yang tersaji di hadapanmu. Netral berarti tak memihak salah satu. Namun, bagaimana mungkin dirimu dapat gak berpihak pada kebenaran? Jika kamu bersikap tidak tegas seperti itu, pihak yang benar tentu merasa diperlakukan dengan semena-mena.
Ia tak memperoleh keadilan darimu. Sebaliknya, orang yang bersalah malah merasa menang karena dirimu gak berani langsung menunjuknya untuk bertanggung jawab. Tugasmu adalah memastikan sekali lagi kebenarannya. Apabila dirimu sudah amat yakin tentang siapa yang benar dan keliru, keberpihakanmu cukup tepat.
Tanpa keberanianmu untuk bersikap tegas, pihak yang benar tak hanya gak memperoleh keadilan. Namun ia juga merasa capek berbuat sesuai peraturan. Ke depan dia dapat bersikap masa bodoh dan mulai melakukan hal-hal yang buruk. Sementara itu, pihak yang bersalah tambah semena-mena dalam bertindak karena tak takut pada apa pun termasuk kamu.
2. Tekanan untuk menjaga solidaritas

Kalau konflik yang terjadi melibatkan teman dekatmu, kamu menjadi sulit bersikap netral. Bagaimanapun juga, kedekatan kalian seolah-olah memaksamu untuk menunjukkan solidaritas yang tinggi pada saat yang tepat. Kawanmu yang sedang bermasalah berharap kamu melakukannya sekarang juga.
Apabila dirimu tidak memenuhi harapan tersebut, kamu dianggap sebagai pengkhianat dalam pertemanan. Berhadapan dengan dua pilihan tersebut, mungkin kamu sangat tak suka jika disebut sebagai tidak setia kawan. Label itu gak cuma akan memutuskan persahabatan kalian, tapi juga mempersulitmu memperoleh kawan baru.
Pikirmu, siapa yang mau berteman dengan orang yang tidak setia kawan? Di bawah tekanan solidaritas, dirimu dapat mengesampingkan netralitas dan membela kawan dekat. Apalagi kalau kamu pernah amat dibantu olehnya. Utang budi itu seolah-olah kini mesti dibayar lunas.
3. Simpati dan empati yang tergugah

Hati-hati dengan segala perasaan kasihan yang muncul di hatimu. Tentu kamu tidak boleh hidup tanpa bisa merasa bersimpati serta berempati pada orang lain. Akan tetapi, simpati dan empati kadang juga dapat menyesatkanmu apabila pikiran jernihmu tak mampu mengimbanginya.
Bahkan orang lain bisa dengan lihai memanfaatkan hatimu yang begitu mudah tersentuh demi keuntungan pribadi. Dia yang bersifat manipulatif akan membangkitkan simpati serta empatimu supaya kamu mau berada di pihaknya. Misalnya, dengan ia berperilaku seolah-olah menjadi korban dari orang lain.
Dirimu yang merasa kasihan padanya lantas pasang badan buat melawan orang lain yang disebut-sebutnya. Cerita yang berbeda tidak akan dipercaya olehmu. Perasaanmu telah mengambil alih seluruh keputusanmu dalam bertindak.
Bukannya dirimu dilarang bersimpati serta berempati pada orang lain, melainkan tetap cermati konteksnya, bersikap hati-hati, dan jangan terlalu menunjukkannya.
4. Punya kepentingan pribadi

Kepentingan pribadi sangat sulit diatasi oleh diri sendiri. Makin besar kepentingan pribadimu makin mudah untukmu melupakan pentingnya bersikap netral. Sekalipun kamu diberi tugas untuk menengahi persoalan, dirimu justru memakai kewenangan itu guna memuluskan kepentinganmu saja.
Pihak mana pun yang sejalan dengan kepentinganmu bakal dibela. Kamu tak lagi peduli ia salah atau benar. Fokusmu hanya pada akhirnya mencapai kepentingan pribadi. Apabila di awal dirimu masih punya kesadaran akan bahaya dari kepentingan pribadimu, jangan terima tugas untuk menengahi konflik.
Katakan saja pada pemberi tugas bahwa masuknya dirimu malah akan menimbulkan konflik kepentingan. Hanya itu cara supaya kamu tak kadung melakukan apa pun semata-mata demi keperluan pribadimu. Semua orang boleh memiliki kepentingan masing-masing. Namun, tetaplah bersikap etis serta tak memperkeruh konflik di antara orang lain.
5. Sudah ada benih kebencian pada salah satu pihak

Benih kebencian itu boleh jadi sama sekali tak ada hubungannya dengan konflik yang sekarang terjadi antara seseorang dengan lawannya. Namun, konflik mereka dapat seolah-olah menyuburkan kebencianmu pada salah satunya. Dirimu seperti memperoleh pembenaran atas rasa tak sukamu yang selama ini terpendam.
Tindakanmu kemudian yang mesti diwaspadai ialah memprovokasi lawannya supaya mengalahkannya dengan segala cara. Kamu ingin menungganginya untuk melampiaskan kebencianmu terhadap seseorang. Inilah pentingnya tidak berlama-lama menyimpan bara kebencian dalam dada. Jangan biarkan dirimu membenci siapa pun seakan-akan lukamu tidak bakal pulih.
Beri batasan waktu untukmu merasa sebal pada seseorang. Bila masalah di antara kalian telah berlalu, kebencianmu padanya juga jangan dibawa-bawa lagi ke masa kini. Agar ketika terjadi konflik antara dirinya dengan siapa pun, kamu tak melihatnya sebagai kesempatan buat melampiaskan kebencian itu.
Dalam banyak situasi konflik yang melibatkan beberapa orang, kamu perlu bersikap netral. Tujuannya supaya dirimu dapat menjembatani keinginan semua pihak dengan baik dan tidak berat sebelah. Namun, ketika masalahnya jelas tentang siapa yang benar dan salah, dirimu juga tak perlu ragu mengatakannya. Terpenting kamu bisa mempertanggungjawabkannya dengan sejumlah bukti.