Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Situasi yang Tunjukkan Ada Penghakiman Negatif di Lingkup Sosial

ilustrasi dihakimi (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi dihakimi (pexels.com/Yan Krukau)

Meskipun penilaian orang lain bisa menjadi masukan agar diri kita dapat terus berkembang. Sayangnya, beberapa orang justru lebih suka mengkritik tanpa sedikit pun menyelipkan saran yang membangun. Bahkan, gak sedikit yang hanya sekadar mencibir untuk menjatuhkan kepercayaan diri pihak tertentu.

Dalam artikel kali ini, akan dibahas tentang lima situasi yang menunjukkan adanya penghakiman negatif di lingkup sosial kita. Semoga dengan mengetahuinya, kita jadi sadar dan paham untuk tidak sembarangan men-judge pilihan maupun tindakan orang lain!

1. Ada orang belajar bahasa asing, malah diejek dan dikata-katai

ilustrasi membicarakan orang lain (pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi membicarakan orang lain (pexels.com/Keira Burton)

Setiap orang pasti punya alasan tersendiri mengapa akhirnya memilih belajar bahasa asing. Tapi gak tahu kenapa, masyarakat di negara kita masih ada saja yang suka meremehkan seseorang yang tengah serius belajar bahasa asing. Bahkan, kadang sampai dikatai sok-sokan atau dianggap gak cinta sama bahasa sendiri.

Apakah kamu pernah punya pengalaman buruk serupa saat tengah belajar bahasa asing? Ingatlah untuk tidak terpengaruh dengan perkataan negatif mereka semua. Teruskan saja perjuanganmu mempelajari bahasa asing agar kamu semakin fasih menggunakannya.

2. Mengambil jurusan kurang umum, langsung dianggap tidak punya masa depan

ilustrasi merasa sedih (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi merasa sedih (pexels.com/Alena Darmel)

Dibanding kedokteran, pendidikan, hukum, atau bisnis, jurusan selain pilihan tersebut seringkali dianggap tidak umum dan kurang prestisius. Padahal, meskipun sebuah jurusan terdengar kurang familier, bukan berarti ia tidak layak untuk diambil.

Sayangnya, di masyarakat kita gak sedikit yang masih menaruh anggapan tertentu terhadap pilihan jurusan seseorang. Saat tahu ada orang yang mengambil jurusan yang tidak umum, pasti langsung dianggap bakal susah mendapat pekerjaan atau dinilai tidak punya masa depan.

3. Belum mendapat pekerjaan, malah dibanding-bandingkan dengan orang lain

ilustrasi dihakimi orang terdekat (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi dihakimi orang terdekat (pexels.com/cottonbro studio)

Bahkan, tidak hanya fase saat memilih jurusan saja. Terkadang, ketika sudah lulus pun, banyak juga yang masih suka mengata-ngatai seseorang yang belum mendapat pekerjaan. Dicap beban keluarga lah, dinilai kurang berusaha keras, atau dianggap pilih-pilih pekerjaan.

Bahkan, seringnya yang melakukan hal ini adalah orang-orang terdekat. Padahal, dalam situasi sulit seperti ini, seseorang sebenarnya butuh dukungan emosional dari keluarga dan sosok yang dipercayainya. Merendahkan apalagi sampai membanding-bandingkannya dengan orang lain tidak akan menyelesaikan masalah. Malah hal itu dapat membuat mentalnya semakin down.

4. Membaca buku genre tertentu, justru dilabeli sebagai pembaca buruk

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Lisa Fotios)
ilustrasi membaca buku (pexels.com/Lisa Fotios)

Ya, kamu gak salah dengar. Bahkan, dalam hal membaca buku pun, masih ada saja sosok yang suka merendahkan sesama peminat buku. Istilah populernya adalah book shaming, yakni ketika seseorang atau satu kelompok memandang pihak lainnya yang membaca buku jenis tertentu sebagai pembaca yang buruk.

Hal ini pun bisa berbeda-beda, tergantung pemikiran setiap orang. Ada yang menganggap kalau membaca komik, novel, atau buku bergenre fantasi adalah jenis bacaan yang tidak berkualitas. Di sisi lain, ada pula yang meremehkan pembaca yang hanya mau melahap buku-buku populer dan mainstream, dibanding membaca karya sastra dari penulis zaman dahulu.

Padahal, masalah pemilihan buku itu tergantung selera masing-masing. Tidak bisa kita serta-merta melabeli pembaca buku tertentu sebagai pembaca buruk, hanya karena genre bacaan mereka berbeda dari kita.

5. Bertanya hal mendasar, malah dianggap cari perhatian

ilustrasi bertanya (pexels.com/SHVETS production)
ilustrasi bertanya (pexels.com/SHVETS production)

"Malu bertanya, sesat di jalan". Ungkapan tersebut memberitahu kita agar tidak malu untuk mengajukan pertanyaan. Namun, akibat masih adanya penghakiman sosial di lingkungan kita, akhirnya hal ini membuat beberapa orang jadi ragu untuk bertanya lagi.

Gak usah jauh-jauh mengajukan pertanyaan sulit nan rumit. Nyatanya, beberapa orang akan merasa sangat terganggu saat tahu ada sosok lain yang menanyakan hal basic atau mendasar. Padahal, situasi seperti ini sebenarnya sangat subjektif. Yang menurut kita sebagai pertanyaan basic, belum tentu pihak lain akan sependapat dengan hal tersebut.

Inilah alasan kenapa penting bagi kita untuk tidak menyepelekan orang lain yang sedang bertanya. Justru, kalau ada yang mengajukan pertanyaan, seharusnya kita bantu menjawab. Bukan malah mencapnya sebagai sosok yang cari perhatian (caper) atau tidak berwawasan.

Banyak sekali sebenarnya situasi di lingkungan kita yang menunjukkan adanya penghakiman sosial. Meski gak mudah menghadapinya, tapi semoga saja kita semua terus diberi kekuatan agar bisa bertahan di tengah banyaknya penghakiman di sana-sini. Mari berharap agar siapa pun yang masih suka menghakimi, segera dibukakan mata dan batinnya supaya mereka berhenti dari tindakan buruk tersebut dan mau belajar menghargai orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hay Lee
EditorHay Lee
Follow Us