6 Kesalahan Orangtua saat Membantu Merencanakan Pernikahan Anak

Merencanakan pernikahan adalah momen istimewa baik bagi pasangan yang akan menikah maupun bagi orangtua. Sebagai bentuk kasih sayang, banyak orangtua ingin terlibat dan membantu agar semua berjalan lancar. Namun, tanpa disadari, ada hal-hal yang justru bisa menimbulkan kesalahpahaman atau ketegangan di tengah proses perencanaan.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memahami bagaimana peran mereka dapat memberikan dukungan tanpa mengganggu kenyamanan pasangan yang akan menikah. Agar perencanaan pernikahan berjalan dengan lancar, hindari beberapa kesalahan orangtua saat membantu merencanakan pernikahan anak berikut ini, yuk!
1. Bersikeras mempertahankan tradisi

Bersikeras mempertahankan tradisi tanpa mempertimbangkan keinginan calon mempelai dapat memicu masalah dalam perencanaan pernikahan. Meskipun beberapa tradisi keluarga memiliki makna mendalam, tidak semua calon mempelai ingin mengikuti aturan yang sama seperti generasi sebelumnya.
Memaksakan adat atau kebiasaan tertentu dapat menimbulkan ketegangan dan mengurangi kebebasan anak dalam merancang pernikahan impiannya. Sebagai solusi, orangtua sebaiknya menyampaikan tradisi yang mereka harapkan jauh sebelum hari pernikahan dan membiarkan calon mempelai mempertimbangkan dengan bijak.
"Salah satu kesalahan yang sering dilakukan orangtua adalah memberikan pendapat tanpa diminta atau tanpa mempertimbangkan keinginan pasangan," kata kata Oniki Hardtman, seorang pendiri dan direktur kreatif Oh Niki Occasions, sebuah firma perencanaan dan desain pernikahan destinasi butik pemenang penghargaan, dilansir Brides.
"Hal ini bisa termasuk menekan pasangan untuk mengikuti adat atau tradisi pernikahan tertentu hanya karena sudah menjadi kebiasaan, meskipun mereka sebenarnya tidak tertarik melakukannya," tambahnya.
2. Mengundang tamu tanpa diskusi

Segala sesuatu dalam merencanakan pernikahan perlu dipertimbangkan secara matang, termasuk daftar tamu yang akan diundang. Beberapa orangtua terkadang merasa berhak menambah jumlah undangan tanpa berdiskusi dengan calon mempelai, terutama jika mereka turut membiayai acara. Padahal, keputusan ini seharusnya dibicarakan terlebih dahulu.
Mengundang tamu tanpa kesepakatan dapat menimbulkan masalah, seperti melebihi kapasitas, membebani anggaran, atau membuat calon mempelai tidak nyaman dengan tamu yang asing bagi mereka. Dilansir Brides, Dani Blasena, pemilik dan direktur kreatif HauteFêtes, WO di California, menyarankan agar jumlah tamu disesuaikan dengan kapasitas maksimal tempat acara, lalu dikurangi 10 persen demi kenyamanan.
"Dari total tamu yang telah disesuaikan, orangtua bisa mendapatkan alokasi sekitar 20 hingga 30 persen, sementara sisanya diperuntukkan bagi undangan dari pasangan," tambah Blasena.
3. Terlambat di acara penting

Datang terlambat ke acara-acara penting dalam pernikahan dapat mengganggu jalannya acara dan menambah beban stres bagi calon mempelai yang sudah sibuk dengan berbagai persiapan. Misalnya, keterlambatan saat sesi rias, upacara pernikahan, atau sesi foto keluarga bisa membuat jadwal yang telah disusun menjadi berantakan.
Agar hal ini tidak terjadi, orangtua perlu mengatur waktu dengan baik dan menyisakan waktu cadangan untuk mengantisipasi kemungkinan keterlambatan. Menjaga ketepatan waktu sangat penting agar seluruh rangkaian acara dapat berlangsung dengan lancar dan sesuai rencana.
4. Membagikan kisah memalukan

Menceritakan pengalaman masa lalu anak bisa mencairkan suasana, tetapi orangtua perlu bijak agar tidak membagikan kisah yang justru memalukan. Tanpa disadari, mereka mungkin menceritakan hal pribadi di depan tamu atau keluarga calon mempelai, yang dapat membuat anak merasa tidak nyaman.
Meskipun niatnya untuk bercanda atau bernostalgia, cerita yang kurang tepat bisa merusak suasana. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya memilah cerita yang dibagikan agar tetap menyenangkan tanpa mengganggu momen istimewa.
5. Membahas uang

Memberikan dukungan finansial untuk pernikahan anak adalah bentuk kepedulian orangtua. Namun, beberapa orangtua mungkin menyoroti jumlah yang telah mereka keluarkan atau mengkritisi biaya yang dianggap berlebihan. Sikap ini bisa membebani calon mempelai dan mengurangi kebahagiaan mereka dalam merencanakan pernikahan.
Selain itu, perdebatan mengenai anggaran dapat memicu ketidaknyamanan dan membuat calon mempelai merasa kurang leluasa dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk berkomunikasi dengan bijak, menetapkan kesepakatan sejak awal, dan mempercayai anak dalam mengatur pernikahannya sesuai dengan kemampuan dan keinginannya.
6. Tidak memberikan ruang bagi anak

Saat merencanakan pernikahan, beberapa orangtua terlalu mendominasi keputusan tanpa memberi anak kesempatan untuk menentukan keinginannya. Mereka mungkin mengatur segala hal, dari pemilihan vendor hingga konsep acara, tanpa mempertimbangkan preferensi calon mempelai. Akibatnya, anak bisa merasa tertekan dan seolah kehilangan kendali atas pernikahannya sendiri.
Padahal, pernikahan adalah momen penting bagi pasangan yang akan menikah, sehingga mereka berhak menentukan bagaimana hari istimewa mereka berlangsung. Untuk itu, sebaiknya orangtua berperan sebagai pendukung dan penasihat, bukan sebagai pengambil keputusan utama.
Dalam membantu merencanakan pernikahan anak, orangtua sebaiknya berperan sebagai pendukung, bukan pengendali. Melalui komunikasi yang baik dan sikap yang bijaksana, orangtua dapat tetap berkontribusi tanpa mengurangi kebahagiaan dan kenyamanan anak dalam menyambut hari bahagianya.