6 Novel Coming-of-Age untuk Penggemar Film The Boy and the Heron

Film animasi The Boy and the Heron (2023) yang ditunggu-tunggu penggemar sutradara ikonik Studio Ghibli, Hayao Miyazaki, akhirnya rilis di Indonesia pada Desember 2023 ini. Kamu salah satu yang menantikan dan akhirnya kesampaian nonton? Apakah kamu masih belum bisa lepas dari rasa takjubmu akan film itu? Jika iya, ada beberapa novel dengan kisah serupa yang bisa kamu baca.
Meski bukan tulisan sang empu film, keenam novel fantasi di bawah punya cerita yang mirip dengan The Boy and the Heron. Mulai dari cerita coming-of-age-nya sampai elemen magical realism yang memukau.
1. How Do You Live?

How Do You Live? disebut sebagai novel favorit Hayao Miyazaki, bahkan salah satu yang menginspirasinya bergelut di industri film animasi. Meski tak mengandung elemen magical realism, buku ini kaya akan filosofi kehidupan. Ceritanya diramu dari korespondensi antara seorang bocah SMP dengan julukan Copper yang harus merasakan berbagai perubahan drastis dalam hidupnya dengan pamannya.
Hal menarik lain dari buku ini adalah fakta bahwa Miyazaki menggunakannya sebagai inspirasi untuk film terbarunya, The Boy and the Heron. Tentu dengan berbagai modifikasi, tetapi sama-sama bicara soal perjalanan seorang bocah memahami makna kehidupan.
2. The Girl Who Drank the Moon

Kisah coming-of-age dengan magical realism ala The Boy and the Heron bisa kamu temukan dalam novel The Girl Who Drank the Moon. Novel terbitan 2016 ini bahkan sudah diterjemahkan pula dalam bahasa Indonesia. Ceritanya berpusat pada Luna, salah satu bayi yang dikorbankan penduduk desa pada penyihir yang mereka takuti, Xan.
Xan ternyata tak pernah meminta tumbal. Sebaliknya, ia yang tak tahu apa tujuan penduduk desa meninggalkan bayi di hutan memberikan mereka ke penduduk desa seberang. Hanya Luna satu-satunya bayi yang dirawat oleh Xan sendiri karena satu alasan. Suatu hari, usianya memasuki 13 tahun. Luna pun harus menghadapi penduduk desa yang percaya bahwa membunuh Xan adalah satu-satunya cara mendapatkan kepentingan mereka.
3. The Girl Who Fell Beneath the Sea

Mirip dengan cerita sebelumnya, lakon dalam novel fantasi ini juga seorang bocah perempuan bernama Mina. Ia tinggal di desa yang percaya kalau satu-satunya mencegah bencana adalah dengan mengorbankan perempuan tercantik di desa itu. Mereka kemudian memilih gadis bernama Shim Cheong yang merupakan kekasih kakak Mina untuk ritual tersebut.
Namun, tanpa diketahui penduduk desa, Mina memilih menggantikan Shim Cheong untuk menyelamatkan kisah cinta sang gadis dengan sang kakak. Karena percaya ia akan mati, Mina justru terdampar di sebuah semesta baru dan punya misi memohon pada Dewa Laut untuk melindungi desanya dari bencana. The Girl Who Fell Beneath the Sea juga sudah terbit dalam versi terjemahan bahasa Indonesia.
4. The Cat Who Saved Books

The Cat Who Saved Books bisa jadi novel ideal untuk penggemar The Boy and the Heron dan film-film Studio Ghibli lainnya. Ceritanya soal remaja bernama Rintaro yang sering menghabiskan waktu di toko buku milik kakeknya sepulang sekolah. Sepeninggal sang kakek yang juga wali resminya, toko buku itu terancam dijual karena ia pun harus pindah ke rumah kerabat lain.
Jelang hari-hari terakhir sebelum toko itu tutup, Rintaro bertemu seekor kucing yang bisa bicara. Sang kucing yang bernama Tiger itu bilang ia butuh bantuan Rintaro untuk sebuah misi menyelamatkan beberapa buku dari para pemiliknya.
5. Lonely Castle in the Mirror

Masih satu tema dengan The Boy and the Heron, novel fantasi Lonely Castle in the Mirror juga bicara soal beberapa bocah yang menemukan penghiburan dengan berada di semesta lain. Ini dimulai dari penemuan portal di halaman sekolah yang kemudian mempertemukan beberapa bocah dari tempat berbeda.
Portal itu akan membawa mereka ke sebuah kastil di mana mereka bisa melakukan permainan dan dapat hadiah bila berhasil menyelesaikannya. Namun, mereka harus keluar dari kastil itu sebelum jam 5 tepat atau mereka harus menanggung sebuah konsekuensi.
6. The Book of Form and Emptiness

Sama dengan The Boy and the Heron, novel ini juga mengusung tema coming-of-age yang diberi percikan elemen fantasi. Ceritanya berkutat pada sosok remaja 14 tahun, Benny, yang masih berjuang mengatasi rasa duka mendalam atas kematian ayahnya. Sepeninggal sang ayah, Benny sering mendengar benda berbicara padanya.
Hingga suatu waktu, ia menemukan bahwa satu-satunya tempat di mana ia tidak mendengar suara berisik adalah perpustakaan. Tak hanya ketenangan, perpustakaan itu juga mempertemukannya dengan orang-orang yang membantunya mengatasi rasa duka dan menemukan dirinya sendiri.
Tidak hanya bisa diramu dengan pendekatan realis, tema coming-of-age yang dikombinasikan dengan elemen fantasi dan magical realism ternyata bisa dieksekusi dengan apik, layaknya film The Boy and the Heron. Kalau belum puas nonton film termutakhir rilisan Ghibli itu, silakan lanjut baca enam novel di atas.