6 Tanda Seorang Penulis Iri ke Penulis Lain, Takut Kalah Saing?

Dalam dunia kepenulisan, persaingan antar penulis memang hal yang lumrah terjadi. Tak pelak, setiap penulis berusaha untuk mengeluarkan gaya menulis andalan mereka agar bisa dilirik dan berhasil dalam mencapai tujuannya. Sebagai contoh, seorang penulis merasa bangga bahwa tulisannya berhasil dimuat di suatu platform, karyanya berhasil diterbitkan menjadi sebuah buku, bahkan nama mereka bisa terpampang nyata sebagai bentuk apresiasi bagi dirinya telah memenangkan kompetisi menulis.
Namun, persaingan antar penulis ini juga bisa menimbulkan rasa iri hati, lho, di antara penulis lainnya. Kondisi ini membuat penulis jadi kehilangan motivasi, cenderung merasa rendah diri, dan mematikan kreativitas menulisnya. Tak cuma itu, saat seorang penulis merasa cemburu terhadap prestasi atau kesuksesan rekan penulisnya, bisa jadi ini adalah sebuah indikasi bahwa ia sedang iri juga dengan penulis lain. Kenali tanda seorang penulis iri ke penulis lain, mana tahu kamu mengalaminya.
1. Tidak mendukung kesuksesan maupun keberhasilan sesama rekan penulis

Ada saat dimana penulis dihadapkan pada satu fase yakni penulis lain berhasil mendapatkan penghargaan maupun suatu kompetisi atas jerih payahnya sendiri. Namun, penulis yang merasa iri atas keberhasilan sesama rekannya justru makin panas dan sirik sehingga menunjukkan sikap acuh tak acuh bahkan cuek saja. Lebih parahnya lagi, penulis yang iri atas kesuksesan rekannya juga mencoba untuk meremehkan bahkan merendahkan karya penulis yang sedang ia irikan atau bandingkan ini. Sulit rasanya bagi dia untuk merayakan kesuksesan teman mereka yang juga sesama penulis.
2. Mengomentari dengan kritis dan fokus pada kelemahan rekan penulis

Penulis yang sedang iri biasanya langsung memberikan komentar kritis bernada melemahkan rekan penulisnya. Namun, komentar yang dilayangkan ini tak berdasar solusi yang konstruktif bahkan pujian pun tak sepatah katapun terucap dari bibirnya. Seakan-akan penulis yang sedang iri ini mulai mengorek-orek kesalahan yang semestinya tidak perlu dibesar-besarkan bahkan tidak penting untuk disorot.
Penulis yang iri merasa tidak terima bahwa menurutnya dia tidak pantas untuk mendapatkan posisi itu. Harusnya bukan dia yang berhak disana. Kayaknya aku lebih pantas buat dapatkan itu dibandingkan dia. Alhasil, penulis yang sedang iri ini menunjukkan rasa ketidakpuasannya dengan menjatuhkan komentar yang meresahkan kepada sesama rekan penulis.
3. Penggunaan media sosial yang kurang bijak dan memunculkan hal negatif

Sifat iri hati penulis biasanya bersumber dari kala ia memantau media sosial. Platform tersebut seringkali menjadi cerminan dari perasaan yang sedang diluapkan oleh seorang penulis. Begitu ada seorang penulis yang berhasil mendapatkan apresiasi dan amanah untuk meraih juara, si penulis yang iri ini biasanya mengekspresikan ketidaksukaannya dengan dalih membuat status atau menggantinya dengan postingan orang lain yang relate dengan apa yang sedang ia rasakan. Ketika itu terjadi padanya, penulis yang iri ini langsung kecewa dan frustrasi sehingga berujung pada self-blaming alias menyalahkan dirinya sendiri.
4. Mengukur kesuksesan dengan perbandingan

Penulis yang sedang iri hati terhadap sesama penulis lain juga ditunjukkan dengan cara membanding-bandingkan tolok ukur menurut perspektif dan pemikirannya. Misalnya dari jumlah views, jumlah artikel yang berhasil diterbitkan, jumlah karya buku yang berhasil dicetak dan dipasarkan ke berbagai toko buku maupun obsesi lainnya. Penulis yang sedang iri ini lupa akan satu hal yaitu proses menulis yang mereka benar-benar tak tahu dan seakan tutup mata. Padahal tidak semua tahu bahwa apa yang ia lihat adalah hasil akhir, bukan dari prosesnya.
5. Tutup mata akan kritik yang diberikan

Penulis yang sedang iri benar-benar menutup rapat setiap kritik yang diberikan baik terhadap sesama rekan penulis maupun orang yang lebih berpengalaman. Hal ini membuat perspektif di benak mereka jadi kacau. Kritik yang muncul dalam setiap karya menurut mereka adalah hal yang mungkin merugikan bukan malah membantu untuk meningkatkan kredibilitas dan kualitas suatu karya. Seakan-akan kritik dari mereka jadi omong kosong dan tak ada gunanya.
6. Takut kalah saing terhadap sesama rekan penulisnya

Munculnya perbandingan yang tidak ada habisnya ini juga menjadi pemicu seorang penulis yang iri hati ini jadi takut kalah saing. Setiap kesuksesan sekecil apapun yang dirasakan rekan penulis bukan menjadi motivasi malah jadi ancaman terhadap posisi mereka sendiri. Seakan-akan merasa tergusur dan tersingkirkan oleh nama-nama baru. Padahal, keberhasilan yang dirasakan oleh satu penulis bukan berarti kegagalan bagi penulis lain. Setiap perjalanan masing-masing penulis tentu punya untold story yang berbeda-beda.
Terlepas dari tanda seorang penulis iri ke penulis lain, penting untuk diingat bahwa setiap penulis memiliki perjalanan dan keunikan masing-masing. Sebaliknya, rasa iri hati dapat menjadi pendorong untuk mengevaluasi diri sendiri, mencari inspirasi, dan memperbaiki kualitas karya jadi lebih keren lagi.
Jika kamu gak mau kalah saing, sebaiknya mulai introspeksi diri. Apa yang kira-kira membuatmu seperti itu? Apa yang seharusnya diperbaiki dan dikoreksi? Setiap orang behak, kok, untuk punya karya dan membanggakan dirinya sebagai bentuk apresiasi atas karya yang berhasil dibuat. Tak perlu repot beradu mulut kepada penulis lain. Sebab, setiap penulis punya waktu dan masa bersinarnya masing-masing. Jadi, gak perlu saling iri hati, ya.