7 Novel Fiksi Sejarah yang Membuatmu Lebih Paham Tentang Masa Lalu

Membaca novel fiksi sejarah adalah cara yang seru untuk menjelajahi masa lalu tanpa harus membuka buku sejarah yang tebal. Dengan alur cerita yang menarik, novel-novel ini mampu membawa kita ke zaman berbeda dan seolah-olah benar-benar ada di sana. Setiap cerita memberikan wawasan baru yang tak terduga.
Kekuatan fiksi sejarah terletak pada kemampuannya untuk menggabungkan fakta dan imajinasi. Lewat setiap halaman, kita tidak hanya menikmati cerita, tapi juga belajar tentang kehidupan di masa lampau.
Siapa bilang belajar sejarah itu membosankan? Dengan buku-buku berikut ini, kamu bisa belajar sambil tenggelam dalam kisah yang penuh emosi.
1. All the Light We Cannot See – Anthony Doerr

Novel ini berkisah tentang kehidupan dua anak muda di masa Perang Dunia II. Marie-Laure, seorang gadis buta asal Prancis yang harus bersembunyi dari ancaman Nazi bersama ayahnya.
Di sisi lain, Werner, seorang anak laki-laki Jerman berbakat di bidang teknologi yang direkrut oleh tentara Nazi. Keduanya akhirnya bertemu dalam sebuah momen yang tak terduga.
Menariknya, All the Light We Cannot See menghabiskan waktu sepuluh tahun untuk ditulis oleh Anthony Doerr. Karya ini memenangkan Pulitzer Prize for Fiction tahun 2015 dan dipuji karena gaya penulisan yang indah dan ceritanya yang penuh emosi.
2. The Nightingale – Kristin Hannah

Melalui sudut pandang dua saudara perempuan, Vianne dan Isabelle, novel ini menggambarkan kehidupan di Prancis selama pendudukan Nazi. Vianne berusaha melindungi keluarganya, sementara Isabelle bergabung dengan perlawanan bawah tanah. Kisah mereka memperlihatkan perjuangan perempuan yang sering kali terlupakan dalam sejarah perang.
The Nightingale terinspirasi dari kisah nyata seorang perempuan bernama Andrée de Jongh, anggota perlawanan yang membantu tentara sekutu melarikan diri. Novel ini begitu populer hingga akan diadaptasi menjadi film layar lebar.
3. The Book Thief – Markus Zusak

Berlatar di Jerman pada era Nazi, The Book Thief menceritakan kehidupan Liesel Meminger, seorang gadis kecil yang belajar membaca dengan mencuri buku. Bersama keluarga angkatnya, ia menyembunyikan seorang pria Yahudi di rumahnya yang sangat berisiko. Narasi unik novel ini diceritakan dari sudut pandang Kematiann.
Menariknya, Markus Zusak terinspirasi dari kisah nyata orang tuanya yang hidup di era perang. Buku ini juga diadaptasi menjadi film pada tahun 2013 dan terus menjadi salah satu novel favorit pembaca segala usia.
4. Homegoing – Yaa Gyasi

Homegoing mengisahkan dua saudara perempuan yang terpisah di Ghana pada abad ke-18. Salah satu dari mereka dijual sebagai budak, sementara yang lain menikah dengan seorang penjajah Inggris. Kisah ini mengikuti keturunan mereka selama tujuh generasi, memperlihatkan dampak kolonialisme dan perbudakan yang mengubah hidup banyak orang.
Novel debut Yaa Gyasi ini dipuji karena cakupan sejarahnya yang luas dan cara penceritaannya yang mendalam. Dengan alur yang melompati waktu, Homegoing menawarkan pengalaman membaca yang unik dan mengedukasi tentang sejarah Afrika dan Amerika.
5. Wolf Hall – Hilary Mantel

Wolf Hall membawa pembaca ke Inggris abad ke-16 mengikuti kehidupan Thomas Cromwell, penasihat Raja Henry VIII. Novel ini mengeksplorasi ambisi politik, intrik istana, dan pergolakan agama di era Tudor. Hilary Mantel menghadirkan Cromwell sebagai sosok kompleks yang lebih manusiawi dibandingkan gambaran sejarah sebelumnya.
Novel ini memenangkan Booker Prize dua kali, menjadikannya salah satu karya fiksi sejarah paling berpengaruh. Jika kamu tertarik dengan politik kerajaan dan sejarah Inggris, Wolf Hall adalah bacaan wajib.
6. A Tale of Two Cities – Charles Dickens

Karya klasik Charles Dickens ini berlatar di London dan Paris selama Revolusi Prancis. Cerita berfokus pada kehidupan Charles Darnay, seorang bangsawan Prancis yang meninggalkan gelarnya, dan Sydney Carton, seorang pengacara yang hidup tanpa arah. Kedua pria ini terhubung oleh cinta mereka pada perempuan yang sama, Lucie Manette, di tengah kekacauan sosial dan politik.
Novel ini dimulai dengan kalimat pembuka yang ikonik: “It was the best of times, it was the worst of times.” Hingga kini, A Tale of Two Cities masih dianggap sebagai salah satu novel terbaik tentang Revolusi Prancis.
7. Pachinko – Min Jin Lee

Pachinko adalah kisah epik tentang empat generasi keluarga Korea yang tinggal di Jepang, dimulai dari Sunja, seorang perempuan muda yang hamil di luar nikah. Novel ini mengungkap perjuangan mereka menghadapi diskriminasi, kemiskinan, dan perubahan zaman. Melalui kehidupan mereka, pembaca diajak memahami sejarah hubungan Korea dan Jepang.
Novel ini membutuhkan waktu hampir 30 tahun untuk selesai ditulis oleh Min Jin Lee. Pachinko masuk dalam daftar nominasi National Book Award dan kini telah diadaptasi menjadi serial televisi yang banyak menuai pujian.
Jika kamu penggemar fiksi sejarah atau ingin memahami masa lalu dengan cara yang lebih menarik, delapan novel ini adalah pilihan yang sempurna. Setiap buku menawarkan sudut pandang unik tentang sejarah yang membuat kita belajar sambil menikmati cerita. Jadi, mana yang ingin kamu baca lebih dulu?