5 Buku Mengungkap Realitas Kelam Kekerasan dalam Rumah Tangga

- Madwoman – Chelsea Bieker: Kisah seorang perempuan yang masih dihantui oleh masa kecil penuh luka akibat kekerasan dalam rumah tangga.
- Big Little Lies – Liane Moriarty: Menyingkap realitas kekerasan dalam rumah tangga yang sering tersembunyi di balik citra pernikahan bahagia.
- Cul-de-sac – Joy Fielding: Menggambarkan pernikahan dengan perilaku abusif secara emosional dan kaitan antara kepemilikan senjata dan KDRT.
Kekerasan dalam rumah tangga sering kali tersembunyi di balik senyum, dinding rumah, atau cerita-cerita yang tampak normal di permukaan. Namun, di balik itu ada luka, trauma, dan perjuangan yang sulit dibayangkan orang luar. Sastra menjadi salah satu cara paling kuat untuk membuka realitas pahit ini.
Beberapa penulis berani menghadirkan kisah yang jujur, penuh emosi, dan kadang menyakitkan untuk dibaca. Namun justru lewat keberanian itu, kita bisa melihat betapa kompleksnya hubungan yang diliputi kekerasan, serta bagaimana para korban mencoba bertahan hidup dan mencari jalan keluar. Kira-kira buku apa saja, ya?
1. Madwoman – Chelsea Bieker

Novel ini bercerita tentang seorang perempuan yang kini menjadi ibu, tetapi masih dihantui oleh masa kecil penuh luka akibat kekerasan dalam rumah tangga. Melalui kenangan pahit tentang ayahnya yang kasar, Chelsea Bieker menggambarkan bagaimana trauma itu membekas dalam-dalam dan membentuk cara seseorang melihat diri sendiri serta dunia di sekitarnya.
Hal yang membuat buku ini begitu kuat adalah bagaimana ia menunjukkan konflik batin seorang anak yang tumbuh di lingkungan penuh kekerasan. Antara rasa cinta terhadap orangtua dan rasa takut yang tak pernah hilang. Kisah ini juga menyoroti mekanisme bertahan hidup yang sering muncul pada korban, membuat pembaca ikut merasakan beratnya perjuangan hidup mereka.
2. Big Little Lies – Liane Moriarty

Sekilas, kisah ini tampak seperti drama tentang ibu-ibu kaya dengan kehidupan penuh gosip. Namun, di balik itu, Moriarty menyingkap realitas kekerasan dalam rumah tangga yang sering tersembunyi di balik citra pernikahan bahagia. Lewat karakter-karakternya, ia menunjukkan bahwa korban sering kali merasa takut atau malu untuk bercerita, bahkan kepada sahabat terdekat.
Yang menarik, Moriarty juga menekankan bahwa pelaku kekerasan tidak selalu terlihat seperti monster. Kadang mereka justru tampil menawan di depan publik yang membuat orang lain sulit percaya ada kekerasan di balik pintu rumah mereka. Buku ini membuat pembaca merenung tentang berapa banyak kisah serupa yang sebenarnya ada di sekitar kita.
3. Cul-de-sac – Joy Fielding

Buku ini memang bergenre thriller yang penuh misteri dan intrik. Namun di balik ketegangannya, ada isu serius tentang kekerasan dalam rumah tangga. Ia menggambarkan pernikahan Dani dan Nick, seorang dokter sukses yang ternyata berperilaku abusif secara emosional. Nick tidak hanya meremehkan Dani, tapi juga perlahan meruntuhkan rasa percaya dirinya.
Fielding menegaskan bahwa kekerasan tidak selalu berupa memar atau luka fisik. Bentuknya bisa lebih halus, seperti merendahkan, mengontrol, atau mempermalukan pasangan. Novel ini juga mengangkat kaitan antara kepemilikan senjata dan KDRT, menyoroti bahaya besar yang muncul saat kekerasan emosional bertemu dengan akses pada kekuatan mematikan.
4. You – Caroline Kepnes

Bagi yang pernah membaca bukunya atau menonton serialnya, nama Joe Goldberg pasti langsung terbayang. Ia sosok yang obsesif, posesif, dan berbahaya. Lewat karakter ini, Kepnes memperlihatkan bagaimana stalking atau penguntitan bisa menjadi langkah awal menuju kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut data dari Domestic Violence Crisis Center, 76 persen korban KDRT yang meninggal dunia sebelumnya juga mengalami stalking. Fakta ini menambah bobot pada cerita Kepnes yang tidak hanya menegangkan, tetapi juga menyadarkan pembaca tentang bahaya nyata di balik perilaku yang sering disepelekan.
5. The Drowning Woman – Robin Harding

Novel ini menghadirkan dua perempuan dengan latar belakang berbeda yakni satu kaya raya, satu hidup di mobil. Namun, ternyata mereka punya luka yang sama yakni pengalaman kekerasan dan kontrol dalam hubungan. Pertemuan mereka melahirkan persahabatan tak terduga, sekaligus pertanyaan sulit tentang seberapa jauh kamu rela pergi untuk menolong teman?
Harding menunjukkan bahwa kekerasan tidak selalu berupa fisik. Kontrol, isolasi, dan manipulasi sering kali lebih menyakitkan karena membuat korban merasa sendirian dan putus asa. Buku ini juga menyinggung isu berat tentang bunuh diri pada korban KDRT, terutama mereka yang mengalami keterasingan sosial.
Membaca kisah-kisah ini memberi kita pemahaman bahwa kekerasan dalam rumah tangga bukan sekadar masalah pribadi, melainkan persoalan kemanusiaan. Jadi, beranikah kita tidak hanya membaca, tetapi juga peduli dan mendukung mereka yang tengah berjuang keluar dari lingkaran kekerasan?