Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Cara Sederhana Mengurangi Doomscrolling di Era Serba Online

ilustrasi membuka sosial media (pexels.com/Cottonbro)
ilustrasi membuka sosial media (pexels.com/Cottonbro)

Di era serba digital seperti sekarang, informasi mengalir sangat deras. Kita bisa mengetahui berita dari belahan dunia hanya dalam hitungan detik. Sayangnya, kemudahan ini datang dengan jebakan bernama doomscrolling. Kita terjebak kebiasaan terus menggulir layar meski isinya membuat cemas, marah, atau lelah secara emosional.

Doomscrolling membuat otak terus mencari celah ketakutan berikutnya. Seolah ada urgensi untuk tetap waspada terhadap hal-hal buruk. Akibatnya, kita merasa sulit fokus, emosional, dan sering kali kehilangan kendali atas penggunaan waktu. Sebenarnya terdapat langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk mengurangi kebiasaan doomscrolling di era serba online seperti sekarang. Berikut selengkapnya.

1. Menetapkan waktu khusus untuk konsumsi informasi

ilustrasi scrolling sosial media (pexels.com/Los Muertos Crew)
ilustrasi scrolling sosial media (pexels.com/Los Muertos Crew)

Doomscrolling di era serba online menjadi tantangan yang dihadapi oleh hampir semua orang. Dampak buruknya, kita bisa saja terjebak stres dan kecemasan. Salah satu strategi yang dapat diterapkan saat menghadapi situasi ini dengan menetapkan waktu khusus untuk konsumsi informasi.

Alih-alih membuka media sosial atau berita kapan saja, cobalah menentukan jadwal. Misalnya, hanya 15–30 menit di pagi hari dan sore hari. Cara ini membantu otak membangun batas yang jelas antara waktu update informasi dan waktu fokus pada aktivitas lain.

2. Menonaktifkan informasi yang tidak penting

ilustrasi scrolling sosial media (pexels.com/dxlmedia.hu)
ilustrasi scrolling sosial media (pexels.com/dxlmedia.hu)

Notifikasi adalah pintu masuk utama bagi doomscrolling. Sekali layar menyala dan informasi muncul, otak terdorong untuk terus mengikuti. Bahkan kita berusaha untuk terus mencari informasi meski itu sudah tidak lagi relevan dan tidak menjadi bagian prioritas.

Dalam rangka mengurangi doomscrolling, salah satunya mematikan notifikasi berita. Matikan push notifikasi media sosial, dan pertahankan hanya pesan pribadi yang penting. Dengan cara ini, kita dapat mengendalikan diri dari jebakan informasi yang berpotensi memicu kecemasan.

4. Kurasi ulang sumber informasi

ilustrasi sosial media (unsplash.com/Austin Distel)
ilustrasi sosial media (unsplash.com/Austin Distel)

Tidak semua informasi yang terdapat di media sosial memberikan dampak positif bagi kesehatan mental. Beberapa akun bahkan sengaja memanfaatkan ketakutan atau sensasi agar tetap viral. Menghadapi situasi ini, kita harus mengetahui cara mengurangi doomscrolling di era serba online seperti sekarang.

Mulailah membersihkan timeline dengan unfollow akun yang memicu kecemasan. Matikan pula topik yang terlalu memancing emosi. Sebagai gantinya, ikuti akun yang inspiratif, informatif, atau netral. Kualitas informasi lebih penting daripada kuantitas. Media yang baik memberi konteks, bukan hanya kejutan emosional.

4. Terapkan mindful browsing

ilustrasi membuka sosial media (unsplash.com/Jonas Leupe)
ilustrasi membuka sosial media (unsplash.com/Jonas Leupe)

Tentu kita sudah tidak asing dengan kebiasaan scrolling media sosial tanpa batasan. Bahkan kecanduan mengakses informasi. Kebiasaan doomscrolling sebenarnya dapat diatasi, salah satunya dengan menerapkan mindful browsing.

Sebelum membuka aplikasi scrolling, ajukan pertanyaan mengenai tujuan dari memakai aplikasi . Apakah sekadar informasi, hiburan, atau kebiasaan. Mindful browsing mengubah aktivitas browsing menjadi kesadaran, bukan kebiasaan otomatis.

5. Penuhi waktu kosong dengan aktivitas alternatif

ilustrasi mengetik (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi mengetik (pexels.com/Anna Shvets)

Banyak doomscrolling terjadi bukan karena kebutuhan. Tapi kebiasaan mengakses informasi tanpa batas ini terbentuk karena kebosanan. Ketika tangan menganggur, layar jadi pelarian termudah untuk menemukan hal-hal baru.

Sebagai upaya mengurangi kebiasaan doomscrolling di era digital, kita bisa memenuhi waktu kosong dengan aktivitas alternatif. Seperti membaca buku singkat atau ebook pendek, merawat tanaman, atau menulis jurnal. Dengan menyediakan pengganti, kita memberi otak jalur lain untuk mengisi waktu selain bergantung pada perguliran layar.

6. Batasi penggunaan gawai sebelum tidur

ilustrasi media sosial (pexels.com/Juan Pablo Serrano Arenas)
ilustrasi media sosial (pexels.com/Juan Pablo Serrano Arenas)

Doomscrolling paling sering terjadi pada malam hari. Terutama saat tubuh mulai lelah dan pikiran lebih rentan memproses informasi negatif secara dramatis. Selain memengaruhi emosi, cahaya dari layar smartphone dan stimulus informasi juga membuat otak sulit memasuki mode istirahat.

Dalam hal ini, kita perlu membuat aturan sederhana. Letakkan ponsel 30–60 menit sebelum tidur. Ganti aktivitas dengan membaca buku fisik, journaling, atau meditasi. Dengan membangun rutinitas tidur yang lebih mindful, kita tidak hanya mengurangi doomscrolling, tapi juga meningkatkan kualitas tidur.

7. Sadari batasan kendali

ilustrasi bermain ponsel (pexels.com/Daniel Moises Magulado)
ilustrasi bermain ponsel (pexels.com/Daniel Moises Magulado)

Kadang alasan seseorang doomscrolling adalah rasa ingin tetap tahu atau tidak ketinggalan. Padahal, terlalu banyak informasi justru membebani pikiran. Doomscrolling juga memberi ilusi bahwa kita bertanggung jawab untuk mengetahui semuanya.

Faktanya, kita tidak harus mengikuti semua berita. Kita tidak harus selalu update dan tidak harus selalu aware terhadap semua isu. Sadari bahwa membatasi informasi bukan berarti cuek. Tetapi berusaha melindungi kesehatan mental dan fokus hidup.

Mengurangi doomscrolling bukan tentang menjauh dari teknologi. Tapi tentang mengatur hubungan kita dengan era digital yang berlangsung pesat. Dengan kebiasaan kecil yang konsisten, kita bisa kembali bernafas lega, merasa lebih tenang, dan punya kontrol utuh atas waktu dan perhatian. Karena pada akhirnya, sehatnya pikiran jauh lebih penting daripada update yang lewat dalam hitungan jam.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Cara Menyulap Lantai Lama biar Terlihat Baru, Murah dan Gak Ribet!

24 Nov 2025, 19:44 WIBLife