Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Contoh Cerpen Hari Santri, Menarik dan Menginspirasi!

Ilustrasi menulis cerpen. (Unsplash.com/George Pak)
Ilustrasi menulis cerpen. (Unsplash.com/George Pak)
Intinya sih...
  • Cerpen "Sedih dan Tawa: Cerpen Santri" karya Ahsan Muhammad mengisahkan kehidupan seorang santri yang penuh semangat dalam belajar, dengan pesan bijak dari guru-gurunya.
  • "Perjuangan Santri Meraih Prestasi" karya Khoirin Nisa menceritakan perjuangan seorang santri dalam menjalani kehidupan di pesantren, termasuk menghadapi masalah keuangan tanpa mengeluh kepada orang tuanya.
  • Cerpen "Santri Mencari Berkah Pak Kyai" karya Arshavina Putri menampilkan aksi seorang santri yang mencari berkah dengan cara tidak terpuji, namun mendapat teguran bijak dari Pak Kyai.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam rangka memperingati perayaan Hari Santri Nasional 2025 yang jatuh pada Rabu (22/10/2025), masyarakat Indonesia menggelar berbagai acara, mulai dari upacara peringatan Hari Santri 2025, doa bersama, hingga perlombaan.

Salah satu kegiatan lomba yang menarik untuk diterapkan adalah menulis cerita pendek (cerpen). Cerpen bertema Hari Santri tidak hanya bertujuan untuk mengasah kreativitas peserta, tetapi juga sebagai sarana menuangkan nilai-nilai positif yang dilakukan oleh para santri dan ulama,, sekaligus mengenang perjuangan mereka dalam membela negara Republik Indonesia dari serangan penjajah.

Sebagai referensi, IDN Times telah merangkum beberapa contoh cerpen Hari Santri hasil karya anak bangsa yang dikutip dari berbagai sumber. Selain menarik, ceritanya pun sangat menginspirasi. Yuk, baca sampai habis tiga contoh cerpen Hari Santri di bawah ini!  

1. "Sedih dan Tawa: Cerpen Santri" karya Ahsan Muhammad

berdoa
ilustrasi berdoa (unsplash.com/Masjid Pogung Dalangan)

Mentari pagi bersinar cerah diiringi suara ayam berkokok yang terdengar jelas di telinga. Aku yang masih terbaring di tempat tidur langsung beranjak menuju kamar mandi untuk membilas badan. Setelah mandi aku menuju tempat makan untuk sarapan bersama keluargaku.

"Eh, sudah bangun Den."

"Iya Ma, kan hari ini ada ulangan bahasa Indonesia."

"Oh, semangat ya Den ulangannya!"

"Makasih Ma."

Aku langsung mengambil sepeda dan segera mengayuhnya menuju sekolah yang tidak begitu jauh dari rumah. Sesampainya di sekolah aku langsung disambut oleh pak Dul satpam sekolahku.

"Pagi Den?"

"Pagi Pak, ini ada sedikit makanan untuk Bapak, tapi doain Aden agar dapat nilai baik pada ulangan hari ini ya Pak."

"Makasih Den, oke semoga Aden dapat nilai bagus pada ulangan hari ini Den."

"Amin, makasih Pak."

Aku bergegas menuju parkiran sepeda untuk memarkir sepeda yang kugunakan. Sebelumnya, aku dan pak Dul memiliki hubungan yang bisa dibilang dekat karena istri pak Dul adalah karyawan mamaku, sehingga kami sudah lama kenal. Aku langsung bergegas menuju kelas, sesampainya di kelas para murid sudah menyiapkan alat tulisnya untuk ulangan hari ini. Aku berjalan menuju bangkuku sambil membaca kembali apa yang telah kupelajari kemarin malam, tidak lama kemudian.

"Pagi murid-murid."

"Pagi Bu Jum."

"Sudah siap ulangan?"

"Insya-Allah siap Buk."

Bu Jum adalah guru bahasa Indonesia di kelasku. Beliau termasuk guru senior di sekolahku. Bu Jum juga terkenal sifat penyayang dan baik. Semua siswa mulai membaca doa dan langsung mengerjakan soal ulangan bahasa Indonesia dengan tenang. Tidak terasa 60 menit telah berlalu dan aku telah selesai mengerjakan soal ulangan. Aku pun diperbolehkan untuk meninggalkan kelas.

"Gimana Den soal ulangannya, mudah nggak?"

"Alhamdulillah mudah Pak Sis."

"Dapat nilai berapa Den?"

"Masih belum tau, karena pengumumannya nanti siang Pak, bakalan ditempel di mading sekolah."

"Oh.... tapi Den, jika nanti Aden mendapatkan nilai yang bagus janganlah terlalu berbangga ya Den."

"Emangnya kenapa Pak, apa tidak boleh untuk berbangga diri?"

"Bukan tidak boleh, tetapi waktu pasti akan berlalu, tidak selamanya kamu akan senang dan juga tidak selamanya kamu akan sedih."

"Oke deh Pak, Aden pasti ingat kata-kata Bapak."

Pak Siswanto adalah guru di sekolahku. Dia selalu memiliki kata-kata bijak yang membuatku kagum, walau terkadang aku sering lupa kata-kata bijaknya.

Waktu siang pun tiba, bel istirahat kedua berbunyi kencang. Aku yang masih duduk di kelas segera lari, seperti halnya teman-temanku. Iya ke mana lagi kalau bukan ke mading untuk melihat hasil ulangan bahasa Indonesia. Aku berusaha menerobos kerumunan yang ada agar dapat melihat nilai hasil ulangan bahasa Indonesia.

Tidak salah lagi aku mendapat nilai terbaik tingkat kelas, hatiku terasa sangat senang. Aku berniat ingin memamerkan hasil ulanganku kepada kakakku yang selalu mengejekku tak pernah mendapat nilai bagus. Namun entah mengapa terbesit di pikiranku perkataan pak Siswanto tadi bahwa waktu ini akan berlalu. Akhirnya kuurungkan niatku untuk memamerkan hasil ulanganku kepada kakakku karena belum tentu besok aku akan mendapat nilai bagus lagi. Aku pun memutuskan kembali ke kelas dan melanjutkan pembelajaran yang masih tersisa 1 jam pelajaran lagi. Bel pulang sekolah berbunyi, para siswa berlari meninggalkan kelas tidak terkecuali aku yang langsung menuju parkiran sepeda untuk mengambil sepeda. Kugayuh sepedaku secepat mungkin dan aku sudah berada di depan rumah.

"Sudah pulang Den?"

"Sudah Ma."

"Gimana ulangannya?"

"Alhamdulillah baik Ma."

"Alhamdulillah."

Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badan. Setelah itu aku minta izin kepada mama karena aku ada bimbingan belajar di rumah pak Siswanto bersama teman-teman.

"Ma, Aden izin dulu ya, mau bimbel di rumah pak Siswanto."

"Sendirian?"

"Sama temen-temen Ma."

"Hati-hati ya Den."

Aku menuju rumah pak Siswanto menggunakan sepeda bersama teman-teman. Sesampainya di rumah pak Siswanto, kami dipersilahkan masuk oleh beliau, sebagaimana yang kalian tahu bahwa pak Siswanto adalah guru agama di sekolahku. Jadi bimbel kali ini berkaitan dengan agama. Pak Siswanto pun memulai tugasnya sebagai guru, menerangkan panjang lebar hingga kami semua paham. Sebagaimana yang dilakukan layaknya seorang guru, pak Siswanto selalu bertanya di akhir pembahasan.

"Ada yang ingin ditanyakan?"

"Tidak Pak."

"Kalau begitu bapak akan tanya."

"Apa itu Pak?"

"Ada sebuah kalimat sederhana, apabila mengingatnya ketika hati sedang sedih bisa membuat hati menjadi gembira, dan apabila mengingatnya ketika hati sedang gembira akan membuatnya menjadi sedih. Ada yang tahu bunyi kalimatnya?"

"Tidak tahu Pak"

"Sebuah kalimat yang berbunyi 'hadzal waqtu sayamdhi' yang berarti "waktu ini akan berlalu."

Waktu pasti akan berlalu, jadi kala kita bersedih ingatlah waktu ini akan berlalu. Perkataan ini pasti akan membuat kesedihan yang kita alami akan berkurang dan juga sebaliknya ketika kita senang maka ingatlah waktu ini akan berlalu. Perkataan ini jugalah yang mengingatkan kita agar tidak terlalu larut dalam kesenangan dan juga sebaliknya tidak terlalu larut dalam kesedihan.

2. "Perjuangan Santri Meraih Prestasi" karya Khoirin Nisa

para santiwati
ilustrasi para santiwati (unsplash.com/sam sul)

Pagi yang cerah, menghirup udara yang segar di sekolah yang menenangkan hati. Terbayang-bayang suasana indah di masa kecil. Diiringi angin yang sangat sejuk. Santri pun mulai merasakan ketenangan dan kebahagiaan di waktu pagi. Bel pun berbunyi "Kriiiiing... " saatnya memulai kegiatan dan aktivitas pesantren.

Kuucapkan salam saat masuk kelas "Assalamualaikum" ucapku. "Waalaikum salam " jawab ustadzah.

Ustadzah pun mulai membaca Al-Qur'an. Teman-teman pun mengikuti bacaannya. Di saat pembacaan Al-Qur'an selesai, ustadzah memulai memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar pelajaran yang telah dikaji sebelumnya. "Adduh... Aku lupa menghafal" gumamku dalam hati. Ustadzah pun langsung mengulangi dan menjelaskan dengan rinci. Aku pun mulai hafal dan mengerti sedikit demi sedikit.

Jam menunjukkan jam 06.30 tak terasa 1 jam telah berada di kelas dengan teman-teman. Bell berbunyi "Kriinggg... " Pertanda pelajaran selesai dan saat nya keluar kelas dan kembali ke asrama masing-masing.

Sesampainya di asrama, ku perbarui wudhu'ku. Doa setelah wudhu ku panjatkan seraya menengadah ke atas sembari memohon kepada Allah agar dosa-dosa terjatuh seiring jatuhnya air wudhu yang bening.

Kuambil mekunahku ku hadapkan wajahku kepada Allah dalam shalat Dhuha sebagai untaian doa untuk kedua orang tuaku semoga mereka senantiasa diberikan kesehatan dan kelapangan Rizki dalam membiayai pendidikan di pesantren. Sembari memohon kebetahan, kesabaran dan kesemangatan dalam menuntut ilmu di pesantren.

Jam menunjukkan pukul 07.00 wib. Ku langkahkan kaki untuk mengikuti belajar di madrasah diniyah. Para santri pun mulai membaca nadzam dengan kompak di masing-masing kelas. Namun di saat itu pula pandanganku tertuju kepada seorang yang tampak murung duduk sendirian di depan kelas. Yah santri itu ternyata teman kelas saya. Namanya Lilly. Santri yang sangat rajin dan cerdas, bersahaja dan disenangi banyak teman karena Budi pekertinya yang baik.

"Ada apa teman? Kok murung? Ada masalah kah?" tanyaku ke Lily

"Gak ada apa-apa. Saya baik-baik saja kok" jawab Lily sambil menampakkan senyum yang terpaksa.

"Jujur saja dech...! Kamu pasti sedang punya masalah. Tak biasanya kamu seperti ini. Ayolah sobat cerita kepadaku. Siapa tahu aku bisa membantumu." paksaku ke Lily

"Bener aku gak punya masalah apa-apa kok" jawab Lily dengan suara lirih sembari memegang perutnya. "Ayolah Lily aku ini sahabat baikmu, sebangku dengan mu. Aku tak percaya apa yang kamu omongin tadi. Saya janji tidak akan cerita kepada siapapun, kalau mau cerita. Pliiisss deh" pintaku dengan nada mengemis.

Akhirnya Lily pun menceritakan apa yang dia alami. "Sebetulnya saya malu menceritakan hal ini kepada siapa pun. Tapi karena engkau teman baikku, akan ku ceritakan semuanya kepadamu" kata Lily.

"Saya lemas dan murung ini sebetulnya karena saya menahan rasa lapar. Sejak kemarin pagi saya belum makan sampai saat ini. Kiriman orang tuaku bulan ini tidak cukup untuk beli makan. Uang jatah makanku kugunakan untuk membeli obat waktu saya sakit kemarin.'

"Ya Allah Lily mengapa kamu tidak bilang saja pada orang tuamu kalau kamu tidak punya uang? Mengapa kamu juga tidak bercerita kepada ku?" tanyaku sambil keheranan.

"Pantang bagiku untuk meminta lebih dari apa yang diberikan kepada orang tuaku. Berapa pun yang diberikan oleh orang tua saya terima dengan ikhlas. Saya tidak pernah bilang kurang. Aku malu meminta lebih kepada orang tuaku. Karena saya sadar orang tuaku hanya buruh tani dan kerja serabutan. Tapi saya tidak ingin mengecewakan mereka. Saya harus giat belajar, rajin ibadah dan selalu berupaya ber Akhlakul Karimah. Karena hanya dengan ini saya bisa membuat mereka bahagia." Cerita Lily sambil meneteskan air mata.

Aku pun terenyuh dan hatiku menangis mendengar cerita teman baikku. Pikiranku jauh teringat akan kedua orang tuaku yang jauh di sana. Betapa besar dosaku kepada orang tuaku yang selalu merasa tidak cukup dengan kirimanku selama ini.

Ya Allah ya Rabb... Ampunilah dosa-dosa ku selama ini. Berikanlah kesempatan kepada ku untuk membahagiakan kedua orang tuaku.

3. "Santri Mencari Berkah Pak Kyai" karya Arshavina Putri

santri
ilustrasi santri (unsplash.com/Haidan)

Hari minggu di sebuah pondok pesantren di wilayah Nahdumian, Jawa Tengah hiduplah santri kocak.

Hari itu merupakan jadwal keluar para santri dan pada hari itu juga Lukman dan Wahyu berkeliling di sekitar pondok mencari toko pakaian.

"Luk, kamu mau beli apa to? kok ke toko pakaian segala," tanya Wahyu.

"Tak usah banyak tanya, kamu cukup diam nanti juga tahu sendiri," jawab Lukman yang membuat Wahyu semakin penasaran.

Sesaat kemudian mereka sampai di sebuah toko pakaian dekat masjid Agung Jawa Tengah.

"Mas peci warna hitam ukuran lima yang paling bagus ada?" tanya Lukman kepada sang penjual.

"Oh,,, tentu ada dek tapi harganya agak lumayan sih dek," jawab penjual.

"Yaudah mas gak apa, saya beli, berapa harganya," tanya Lukman.

"Seratus lima puluh ribu dek," jawab penjual.

"Ini mas," Lukman menyodorkan ATM dan membayar uang sesuai jumlah yang di maksud.

"Wah jarang ada santri yang bayar cash," kata si penjual.

"hehe, iya mas maklum saya baru dapat transferan" jawab Lukman sambil pamit dengan si penjual.

Sesampainya di pondok....

"Buat apa sebenarnya beli peci, kamu juga punya kan Man?" tanya Wahyu.

"Jadi gini yu, aku kan pengen dapat berkah Pak Kyai," jawab Lukman.

"Terus?" tanya Wahyu sambil kebingungan.

"Aku akan tukar peci pak Kyai dengan peci ini, biar aku dapat berkahnya" jawab Lukman.

"Kok gitu, itu namanya kriminal man, kamu jangan seperti itu gak baik," Wahyu mengingatkan.

"Aku tak peduli, biarkan aksiku ini berjalan lancar" jawab Lukman sambil ngeyel.

Wahyu pun hanya terdiam sambil membaca istighfar yang banyak. Selanjutnya Lukman melancarkan aksinya dengan mengambil peci Pak Kyai di rumahnya lewat pintu belakang.

Lukman menukar peci Pak Kyai dengan peci yang telah iya beli, Lukman berhasil dan berkata dalam hati.

"Alhamdullilah semoga berkah," batin lukman sambil memakai peci Pak Kyai.

Lukman pergi sambil tersenyum bangga.

Di belakang jendela Pak Kyai sebenarnya melihat akan tetapi Pak Kyai hanya berucap, "Saya biarkan tapi jika besok diulangi baru saya tegur".

*Kisah seperti itu juga terjadi pada sandal, tapi tidak ditukar dengan yang baru., hedeh...

Demikianlah tiga contoh cerpen Hari Santri yang bisa kamu jadikan inspirasi. Semoga membantu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us

Latest in Life

See More

10 Gaya OOTD Suni Lee, Pesenam yang Debut di VS Fashion Show 2025

19 Okt 2025, 01:03 WIBLife