Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu Disabilitas

Perjuangan mengubah mindset terhadap difabel

Masyarakat umum masih kerap memandang sebelah mata penyandang disabilitas. Seolah mereka butuh dikasihani dan menjadi tanggung jawab Dinas Sosial. Sudut pandang berbeda, penyandang difabel justru menganggap dirinya berdaya dan dapat melakukan berbagai macam hal, layaknya non-difabel.

Pandangan masyarakat tersebut, membuat Elmi Sumarni Ismau (28) tergerak untuk menjadi aktivis disabilitas. Ia merupakan salah satu founder GARAMIN (Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas untuk Inklusi) Nusa Tenggara Timur.

Semangatnya menyuarakan isu disabilitas telah terbukti, salah satunya dengan mendapatkan apresiasi dari Astra Indonesia. Ia menjadi sahabat difabel yang menerima penghargaan SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia Awards 2021.

Langkahnya untuk menjadi pejuang tanpa pamrih di masa pandemi COVID-19 tidak mudah. Banyak tantangan yang harus ditaklukkan untuk bisa seperti sekarang. Lantas seperti apa semangat dan perjuangannya?

1. Keterbatasan fisik bukan hambatan untuk terus berkarya

Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu Disabilitaskegiatan GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni Ismau)

Awalnya, Elmi bukan penyandang disabilitas. Ia bebas menjalani aktivitas tanpa adanya keterbatasan fisik. Namun, insiden kecelakaan pada 2010 silam, seolah menjadi titik balik baginya. Kakinya harus diamputasi, keterbatasan fisik membuat Elmi mulai mengenal isu diabilitas. Semasa di bangku perkuliahan, ia semakin tertarik dengan isu tersebut.

Keterbatasan fisik bukan halangan bagi lulusan Akademi Pekerjaan Sosial Kupang ini, untuk terus berkarya. Ia mengikuti Youth Action Forum 2019, wadah kreatif generasi muda untuk saling berbagi ide, pengalaman, hingga inovasi sosial sebagai implementasi pembangunan berkelanjutan.

Elmi menulis setiap mimpinya di masa depan, mimpi jangka panjang maupun jangka pendek. Kala itu, ia bermimpi membuat satu organisasi difabel dan melanjutkan kuliah ke jenjang S2. Tidak sekadar menulis impian, ia juga menceritakan keinginannya tersebut kepada teman-temannya.

Bukan di Kupang, melainkan teman-teman difabel di Sumba yang menarik perhatian Elmi.

"Saya melihat, teman-teman difabel yang ada di Sumba banyak sekali, tapi hak-hak mereka sampai saat ini belum tersentuh," ujarnya.

Impiannya yang tertulis bak buku diari, tidak dipublikasikan. Ia akan melihat kembali, impian mana yang telah dan belum terwujud.

Menulis menjadi salah satu momen tidak terlupakan bagi Elmi. Ia menuangkan apa yang dilakukan dalam bentuk tulisan, tidak berharap untuk menang. Ia harus merangkum 15 halaman tulisan menjadi satu halaman untuk diikutsertakan dalam Satu Indonesia Award.

Dengan mengangkat tema pandemi COVID-19, ia tidak menyangka terpilih dalam Satu Indonesia Award 2021. Namun, bukan kemenangan yang ia banggakan, melainkan tulisannya dibaca oleh banyak orang yang menjadi keinginan.

2. Langkah kecil mewujudkan mimpi untuk menjadi pemimpin masa depan

Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu Disabilitaskegiatan GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni Ismau)

Elmi memulai langkah demi langkah untuk mewujudkan mimpinya. Ia bercerita dan bertemu dengan teman-teman yang memiliki mimpi serupa. Mimpi tersebut mereka wujudkan dalam bentuk organisasi difabel.

Sejumlah anak muda dari berbagai latar belakang pendidikan bergabung untuk mewujudkan mimpi. Mereka tidak melihat dari latar belakang pendidikannya, melainkan semangatnya. Mereka meyakini bahwa anak muda merupakan pemimpin masa depan, hingga terbentuklah GARAMIN.

Saat ini, GARAMIN beranggotakan 25 orang, belum termasuk 6 orang founder. Seorang founder non-difabel dan lima orang lainnya merupakan menyandang disabilitas. Sedangkan anggotanya, 10 orang relawan non-difabel dan 15 orang difabel.

Keinginan untuk mempercepat inklusi disabilitasi di NTT, menjadi alasan lain terbentuknya GARAMIN. Hal ini dilakukan untuk mengubah pola pikir pemerintah dan masyarakat luas.

"Selama ini, masyarakat selalu melihat bahwa penyandang disabilitas membutuhkan belas kasihan. Bahkan, disabilitas itu tugas dan tanggung jawab Dinas Sosial. Itu sebenarnya yang mau kita ubah, sebenarnya difabel berdaya, bisa melakukan berbagai hal seperti non difabel," ucap Elmi.

3. Mengubah pola pikir pemerintah dan masyarakat luas terhadap penyandang disabilitas

Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu DisabilitasKegiatan GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni Ismau)

Berawal dari langkah kecil, Elmi bersama teman-temannya mulai membangun jaringan dengan pemerintah dan dinas terkait. Bekerjasama, menjual ide, dan berkolaborasi, menjadi upaya GARAMIN untuk mempercepat pergerakan inklusi disabilitas.

Selain menjadi "teman" bagi pemerintah, GARAMIN juga mensosialisasikan isu disabilitas kepada banyak orang, termasuk pemerintah dan masyarakat luas. Pasalnya, masyarakat masih menganggap penyandang difabel sebagai "kelas dua".

Tahun lalu, Elmi melakukan penelitian di salah satu desa. Ia mendapati, masyarakat menganggap difabel sebagai orang yang tidak dianggap. Karena yang dilihat adalah kekurangannya secara fisik, bukan kelebihannya.

Kala itu, mereka memilih bidang seni untuk mengampanyekan misi GARAMIN. Dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti sosialisasi, diskusi, berbagi mengenai isu disabilitas.

Cara lain yang dilakukan GARAMIN, yakni bekerja sama dengan media. Sehingga, setiap kegiatan yang mereka lakukan dapat diliput oleh awak media. Selain itu, biasanya dipublikasikan melalui media sosial. Segala bentuk kerja sama tersebut dapat memperluas informasi dan semakin banyak pula masyarakat yang mengetahui isu disabilitas.

Baca Juga: KBA Keputih Tegal Timur Baru Surabaya, From Zero to Hero

4. Beragam kegiatan GARAMIN untuk merangkul penyandang disabilitas

Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu DisabilitasKegiatan GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni Ismau)

Ada beragam kegiatan yang dilakukan Elmi bersama GARAMIN untuk merangkul para penyandang disabilitas. Tidak hanya advokasi dan pelatihan, tapi juga penelitian.

Jika selama ini teman-teman difabel dilihat sebagai objek penelitian, mereka pun bisa menjadi peneliti. Seperti Elmi yang ingin belajar lagi terkait isu disabilitas, melalui penelitian. Ia mampu membuktikan bahwa perempuan difabel pun bisa melakukan penelitian.

Salah satu kegiatan terbaru dari GARAMIN, bekerja sama dengan pihak terkait untuk melakukan kegiatan jurnalisme warga. Mereka membuka kelas menulis untuk teman-teman refugee dan penyandang difabel. Tulisan terbaik akan dipublikasikan melalui laman GARAMIN, merupakan salah satu bentuk apresiasinya.

dm-player

Pelatihan menulis ini, bertujuan supaya teman-teman difabel dapat menulis aktivitas mereka. Melalui tulisan tersebut, diharapkan banyak orang yang membacanya turut termotivasi.

GARAMIN juga melakukan penguatan kapasitas internal mereka. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa mereka memiliki latar belakang pendidikan dan kualitas sumber daya manusia yang berbeda. Setelah penguatan kapasitas internal, mereka baru membantu teman-teman yang lain.

Cara lain untuk merangkul sahabat difabel, yakni mengajak mereka bergabung dengan GARAMIN. Di sinilah, para penyandang difabel juga dapat mengembangkan minat dan bakatnya. Mereka saling memberi dukungan, meningkatkan percaya diri serta semangat.

5. Elmi, GARAMIN, dan penyandang disabilitas selama pandemi COVID-19

Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu DisabilitasKegiatan GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni Ismau)

Langkah awal saat menghadapi COVID-19, GARAMIN membuat grup WhatsApp yang beranggotakan pemerintah, LSM, penyandang difabel, maupun individu. Terbuka untuk siapa saja membagikan permasalahan yang merupakan dampak dari COVID-19. Kemudian didiskusikan bersama untuk pemecahan masalah tersebut.

Saat itu, sedang gencar-gencarnya bantuan yang belum merata. Berdasarkan permasalahan tersebut, GARAMIN melakukan webinar untuk mempertemukan pemerintah, LSM, dan penyandang disabilitas. Tidak hanya itu, GARAMIN turut menggalakkan vaksinasi COVID-19 di NTT. Kala itu, Elmi sendiri yang menjadi koordinatornya.

Sejumlah kendala pun dihadapi oleh teman-teman difabel. Apalagi bagi mereka yang mengalami difabel mental, orang dengan gangguan jiwa, dan tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Padahal KTP menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan vaksin.

Kendala lainnya, penyandang disabilitas belum mengetahui di mana harus mendaftarkan diri untuk vaksin. Elmi dan teman-teman GARAMIN pun membantu mereka. Salah satunya dengan berkirim surat kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota.

Selain administrasi, penyakit komorbid dan stigma terkait vaksin COVID-19 pun muncul di benak sahabat difabel. Hal ini membuat Elmi harus melakukan sosialisasi kembali. Menyadarkan bahwa vaksin ini tidak membahayakan, melainkan membantu mereka.

Tidak hanya soal vaksin, Elmi dengan sabar membantu serta melatih penyandang difabel lainnya untuk mematuhi protokol kesehatan. Sederhanya, seperti mencuci tangan dan memakai masker.

Masih menjadi PR besar bagi Elmi dan teman-temannya terkait pemahaman COVID-19 di kalangan masyarakat, terutama penyandang difabel usia lanjut. Termasuk, teman-teman difabel di desa yang mengalami keterbatasan akses informasi.

6. Lika-liku perjalanan Elmi bersama GARAMIN untuk menyuarakan isu disabilitas

Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu DisabilitasKegiatan GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni Ismau)

Sejak berdirinya GARAMIN pada 14 Februari 2020, tentu perjalanan mereka untuk menyuarakan isu disabilitas tidak mudah. Salah satu hambatan yang mereka hadapi, yakni akses lingkungan. Seperti fasilitas gedung yang belum memadai bagi difabel.

Hambatan informasi bisa terjadi, seperti tidak adanya juru bahasa isyarat. Hal tersebut menjadi hamba tersendiri bagi penyandang difabel dengan keterbatasan mendengar dan berbicara. Sedangkan teman netra, mengalami hambatan ketika diharuskan membaca, tapi yang disajikan bukan huruf braille.

Sikap masyarakat terhadap difabel yang kurang bersahabat. Bahkan, mereka kerap mengalami diskriminasi, termasuk Elmi. Ia tidak berkecil hati dan menyadari bahwa, suatu saat nanti orang yang mendiskriminasi tersebut akan paham dengan sendirinya.

"Saya merasa spesial di mata Tuhan, apalagi keluarga, organisasi, dan orang-orang di sekitar kita mendukung. Saya merasa bukan orang yang berbeda. Saya termotivasi dari Nick Vujicic yang tidak punya tangan dan kaki,"

"Pertama kali kecelakaan, saya shock banget. Kalau mau bunuh diri, iya. Namun, sejak kuliah, oh ternyata masih ada difabel yang lebih parah dari saya. Saat itu, saya bersyukur, walaupun dengan kondisi saat ini. Semua sudah kehendak Tuhan," ungkapnya

Elmi tidak ingin menikmati keberhasilan yang diraihnya sendirian. Ia berbagi keberhasilan dan ingin orang lain juga berhasil seperti dirinya.

Untungnya, masyarakat dan pemerintah memberikan respons positif kehadiran GARAMIN. Bahkan, GARAMIN bersama organisasi difabel yang lain membantu menyusun draft Identifikasi Masalah Penyandang Disabilitas. Kini masih dalam proses pembuatan Ranperda Disabilitas.

7. Isu inklusi disabilitas merupakan jangka panjang, jadi tugas bersama

Semangat Elmi Sumarni, Membangun Mimpi dan Suarakan Isu DisabilitasKegiatan GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni Ismau)

"Saya pikir, pemenuhan hak-hak difabel di Indonesia, seperti yang kita lihat. Belum semuanya melihat teman-teman disabilitas seperti berbasis HAM atau model sosial," kata Elmi.

Patut disyukuri, bahwa pemerintah di NTT cukup terbuka. Sehingga memudahkan GARAMIN membangun jaringan dengan pemerintah yang menjadi salah satu kekuatan. Hal tersebut dapat mempercepat inklusi disabilitas.

Sebenarnya, selama ini sudah banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, bahkan di NTT sudah ada Peraturan Gubernur terkait disabillitas. Nah, implementasi di masyarakat yang masih dianggap lemah.

Isu disabilitas merupakan tanggung jawab multisektor, kita semua. Elmi berharap, kebijakan yang sudah ada dapat diimplementasikan dengan baik.

"Saya pikir kita semua di sini adalah anak muda. Jadi, kita bisa menjadi salah satu kekuatan dan mendorong penyandang disabilitas. Supaya mereka memiliki kepercayaan diri, mengasah kelebihan, dan melakukan banyak hal seperti non disabilitas. Kita semua bisa menjadi agen inklusi di mana pun berada, ketika terus mengampanyekan isu disabilitas," tambahnya.

Isu inklusi disabilitas merupakan perjuangan jangka panjang. Sebab, stigma terhadap disabilitas masih ada. Hal ini menjadi tugas kita bersama.

"Harapan saya untuk GARAMIN, semoga kami bisa menjangkau teman-teman difabel. Bahkan bisa berkolaborasi untuk terus mengampanyekan isu inklusi disabilitas. Semoga, bisa membantu lebih banyak orang dan mungkin bisa sama-sama belajar," lanjut Elmi.

Desa inklusi menjadi salah satu impian Elmi dan teman-teman GARAMIN. Banyak teman-teman difabel yang tinggal di desa dan dianggap "kelas dua". Mereka ingin memulai dari desa dan berkontribusi untuk desa.

Saat sudah ada satu desa yang mereka dampingi sejak tahun lalu. Jika, desa ini berhasil dalam inklusi disabilitas, sehingga dapat menjadi contoh bagi 64 desa lainnya.

Beberapa kriteria untuk menjadi desa inklusi, yakni:

  1. Data terpilah, mulai usia, jenis disabilitas, jenis kelamin. Mengetahui data tersebut dan kebutuhannya, supaya tidak salah sasaran;
  2. Aksesibilitas, ketika aksibilitas di desa tersebut sudah ada, berarti melibatkan teman-teman penyandang difabel di masyarakat;
  3. Peningkatan kapasitas, memberikan mereka pendampingan sesuai minat, hobi, dan bakatnya;
  4. Non-diskirimasi, kita tidak boleh menghakimi bahwa penyandang difabel tidak bisa berbuat apa-apa. Selain itu, memberikan kesempatan mereka untuk menyampaikan kebutuhannya.
  5. Semua kegiatan di suatu desa dapat diikuti oleh semua orang, termasuk kelompok rentan. Hal ini, yang disebut dengan inklusi.

Wah, ternyata keterbatasan tidak menyurutkan semangat Elmi Sumarni Ismau untuk menyuarakan isu inklusi disabilitas. Ia dengan telaten dan sabar membangun mimpinya. Mimpi jangka panjang yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas, tidak terbatas untuk penyandang difabel.

Baca Juga: Mariana Yunita, Melawan Stigma Perjuangkan Kesehatan Seksual Anak

Fatma Roisatin Nadhiroh Photo Verified Writer Fatma Roisatin Nadhiroh

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya