Gak Mau atau Gak Mampu? Ini Pandangan Gen Z Tentang Punya Rumah

Gen Z yang sudah memasuki usia akhir 20-an dan awal 30-an yang seharusnya menjadi pasar baru perumahan, ternyata belum menunjukkan geliatnya. Bahkan beberapa data menunjukkan jumlah Gen Z yang cukup signifikan yang belum memiliki rumah.
Nah, apa sih yang terjadi sebenarnya? Tidak mau punya atau memang kemampuan yang belum mumpuni? Kita kupas lengkapnya di bawah, ya!
1. Ada sekitar 81 juta anak muda belum memiliki rumah

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 81 juta anak belum memiliki rumah. Angka ini bukan sekadar statistik. Survei menunjukkan 59 persen Gen Z kesulitan mengumpulkan dana untuk uang muka (DP), dan 47 persen mengaku harga properti yang terus naik jadi penghambat utama.
Sementara itu, penghasilan mereka tidak bertumbuh secepat kenaikan harga rumah. Akibatnya, memiliki rumah pribadi jadi terasa seperti mimpi yang makin jauh dari jangkauan.
Namun di sisi lain, beberapa Gen Z memilih untuk tidak terburu-buru membeli rumah karena melihatnya bukan sebagai prioritas utama saat ini. Gen Z cenderung ingin membeli sebuah pengalaman. Seperti traveling ke tempat-tempat wisata hingga hunting hidden gem spot. Ditambah lagi ramainya millennial dan Gen Z di gelaran konser juga menandakan bahwa mereka sangat suka mengoleksi momen bersama teman-teman atau keluarga. Pergeseran keinginan ini bisa jadi salah satu faktor Gen Z untuk menunda membeli rumah.
2. Padahal Gen Z melek investasi

Menariknya, Gen Z dikenal sebagai generasi yang paling melek finansial dibanding generasi sebelumnya.
Berkat kemajuan teknologi dan digitalisasi keuangan, mereka punya akses luas ke berbagai instrumen investasi. Bahkan, 60 persen investor kripto di Indonesia berasal dari rentang usia 18–30 tahun usia yang sebagian besar diisi oleh Gen Z.
Artinya, mereka bukan tidak bisa mengatur uang, tapi lebih selektif dalam menentukan di mana uang mereka ‘bekerja’. Bagi sebagian Gen Z, properti bukanlah satu-satunya bentuk investasi ideal, karena return-nya lebih lambat dan butuh modal besar.
3. Ada perubahan makna tentang ‘rumah’ pada Gen Z

Bagi banyak Gen Z, rumah bukan lagi sekadar simbol kemapanan. Maknanya kini bergeser menjadi ruang personal yang fungsional dan nyaman, tempat mereka bisa beristirahat, bekerja, sekaligus mengekspresikan diri.
Survei Deloitte (2024) mencatat, 80 persen Gen Z rela membayar lebih untuk rumah dengan sertifikasi hijau ramah lingkungan, efisien energi, dan berkelanjutan.
Artinya, mereka tetap ingin punya rumah, tapi yang benar-benar sesuai gaya hidup dan value pribadi, bukan sekadar asal punya. Ini menimbulkan sebuah ungkapan bahwa rumah bukan jadi sekedar aset tapi sebuah identitas diri.
Itulah kenapa Gen Z menunda memiliki rumah. Bukan karena tidak ingin, tapi lebih mencari yang tepat sesuai kepribadiannya. Namun, ada juga yang memiliki alasan bahwa penundaan ini karena ingin lebih fleksibel atau kebebasan bergerak seperti tanggung jawab dan lokasi. Sementara di sisi finansial simak lengkapnya di bawah, ya!
4. Adanya pola prioritas finansial yang berbeda

Perubahan prioritas hidup jadi alasan utama di balik keputusan finansial Gen Z. Mereka lebih memilih mengalokasikan dana untuk pengalaman hidup seperti traveling, kuliner, hingga fashion.
Bahkan, data menunjukkan Gen Z menghabiskan 21 persen pengeluaran untuk perawatan diri, 20 persen untuk pakaian, dan 14 persenuntuk makan di luar. Selain itu, banyak yang lebih memilih menyewa hunian karena dinilai lebih fleksibel dan sesuai gaya hidup mereka yang dinamis.
Menurut riset Colliers (2024), sebagian besar Gen Z lebih suka menunggu sampai mampu membeli rumah yang sesuai impian, daripada memaksakan diri dengan rumah seadanya. Apalagi dalam membeli rumah seringkali rumah impian masih sangat susah dijangkau dengan pemasukan rata-rata Gen Z. Serta pertimbangan uang muka serta cicilan yang memberatkan.
Ingin tahu lebih lengkapnya? Kamu bisa cek Podcast Ruang Ratih, episode pertama yang akan tayang 17 Oktober 2025 di kanal YouTube Semen Merah Putih. Cek di sini. (WEB/BAP)