Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Hal Menarik Novel 'Janji' Tere Liye, Bikin Berefleksi

Pelajaran hidup yang didapat dari novel Janji (dok.pribadi)

Tere Liye selalu bisa mengusik manusia yang terlena dengan pencapaian hidup duniawi. Manusia yang tenggelam dalam pusaran rutinitas tanpa tahu di mana dasar terdalamnya. Dalam novel "Janji", manusia diibaratkan sebagai pengembara di dunia. Menyusuri banyak tempat, menjelajahi setiap sudut, hanya untuk menemukan harta karun yang dinamai kebahagiaan. Namun, apa betul kebahagiaan harus dicari sejauh dan selama itu?

Saat pertama kali melihat sampul novel ini, siluet hitam yang menggambarkan kuburan itu otomatis memunculkan satu kata dalam benak ini. Kematian. Lantas, apa hubungannya dengan "Janji"?

Begini kira-kira. Sejauh apa pun pengembaraan manusia di dunia, seberapa kaya, miskin, luhur, atau laknat budi pekertinya, kematian adalah satu hal yang pasti akan kita hadapi di ujung jalan pengembaraan ini. Kematian seakan jadi janji tak terucap yang kita setujui dengan Sang Pencipta tepat saat kita dilahirkan.

1. Diawali dengan petualangan tiga sekawan mencari seseorang

Ilustrasi tiga sahabat (Unsplash/Toa Heftiba)

Novel Janji bercerita tentang petualangan tiga sekawan (Hasan, Baso, Kaharuddin) yang ditugaskan oleh kepala sekolah pesantren mereka untuk mencari tahu keberadaan seorang mantan murid 40 tahun lalu. Tugas itu sebenarnya sekaligus hukuman bagi tiga sekawan yang selalu membuat onar di sekolah. Mereka adalah komplotan paling bebal sampai membuat semua guru angkat tangan.

Namun, beda halnya dengan Buya, ulama sekaligus kepala sekolah mereka. Buya selalu punya cara berbeda untuk mendidik murid-muridnya. Untuk itulah, ia memberi misi mencari seseorang kepada tiga sekawan.

2. Orang yang dicari dulunya jauh lebih nakal daripada tiga sekawan

Ilustrasi orang nakal (Unsplash/Cerqueira)

Adalah lelaki bernama Bahar yang pernah menjadi murid Buya 40 tahun silam itu. Kalau kamu mengira Buya ingin Bahar memberi pelajaran kepada tiga sekawan, kamu salah. Malahan, dia dulunya seorang murid yang jauh lebih nakal dibandingkan tiga sekawan.

Sering berkelahi, mencuri, mabuk, dan kabur dari asrama. Bahkan, dia pernah meledakkan meriam ke salah satu pondok asrama sekolah dan akhirnya menewaskan seorang siswa yang lumpuh.

Lewat petualangan tiga sekawan mencari keberadaan Bahar, tabir kehidupan lelaki itu setelah keluar dari sekolahnya dulu perlahan dibuka. Setiap orang yang ternyata mengenal Bahar melontarkan ceritanya masing-masing.

Mereka selalu punya kesan mendalam terhadap lelaki itu. Tiga sekawan mendapati cerita orang-orang itu berbeda jauh dengan penggambaran sosok Bahar yang dikatakan oleh Buya.

3. Bahar yang nakal ternyata disayangi banyak orang

Ilustrasi disenangi banyak orang (Unsplash/Helena Lopes)

Kesan mendalam yang terpatri kuat di pikiran setiap orang yang pernah bertemu Bahar disebabkan oleh ketulusan hati lelaki itu untuk selalu mendahulukan kepentingan orang lain di atas dirinya sendiri. Dia menolong yang kesusahan dan membela yang lemah tanpa pandang bulu.

Namun, Tere Liye tetap membangun karakter Bahar secara realistis. Bahar tidak diceritakan berubah jadi baik hanya dalam semalam. Pun dalam menjalankan kebaikan itu, dia masih sering tersandung oleh sikap buruknya yang susah diubah seperti mabuk-mabukan dan berkelahi.

4. Perbuatan yang dilandaskan ketulusan akan berbuah kebaikan

Ilustrasi membantu orang lain (Unsplash/Jem Sahagun)

Alur cerita yang dibangun secara perlahan sejak awal sukses memantik rasa penasaran. Kisah kebaikan Bahar selalu terkesan menggantung sehingga tiga sekawan harus mencari orang lain lagi yang bisa melengkapi cerita itu sekaligus menunjukkan keberadaan Bahar saat ini.

Salah satu pesan yang ingin ditonjolkan Tere Liye lewat penuturan para tokoh tentang sosok Bahar adalah bahwa action speaks louder than words. Bahar, dengan segala kekelaman masa lalunya, tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah orang baik. Namun, perbuatannya yang selalu dilandaskan pada ketulusan itulah yang membuat namanya harum dalam sanubari banyak orang.

5. Menyadarkan diri sendiri agar lebih peduli pada sesama

Ilustrasi membantu sesama (Unsplash/Zach Vessels)

Membaca novel yang mengisahkan tentang makna di balik kehidupan manusia agaknya kurang lengkap kalau sebagai pembaca, kita tidak merefleksikannya pada kehidupan pribadi. Terkadang, beberapa orang mendapati dirinya terbiasa cari aman.

Membangun tembok setinggi-tingginya dengan dalih tidak ingin mencampuri hidup orang lain. Yang mungkin kita lupa, tembok itu perlahan kian kokoh sampai membuat hati ini buta dengan kebutuhan orang sekitar.

Di tengah keterbatasan hidupnya, Bahar tidak pernah memandang permintaan tolong orang lain sebagai sesuatu yang merepotkan dirinya. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, dia membantu banyak orang tanpa sedikit pun diketahui. Semakin membaca kisahnya, semakin dibuat malu pada diri sendiri.

6. Jangan lupa untuk menyiapkan bekal untuk akhirat

Ilustrasi membaca Al-quran (Unsplash/Masjid MABA)

Tere Liye lagi-lagi bisa membuat pembacanya berefleksi tentang apa saja yang sudah kita lakukan di dunia selama ini dan bagaimana jika waktu di dunia hampir habis tapi tidak satu pun bekal akhirat itu kita bawa.

Dalam novel setebal 488 halaman ini, tidak ada satu halaman pun yang mubazir hanya demi menciptakan sebuah novel tebal. Setiap lembarnya punya andil untuk menyadarkan kita agar tidak melupakan satu esensi hidup yang teramat penting yaitu “sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain.”

Nah, itulah beberapa pesan penting yang ada dalam novel "Janji" karya Tere Liye. Belajar untuk jadi pribadi yang lebih baik memang tidak ada habisnya, ya guys.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agustin Fatimah
EditorAgustin Fatimah
Follow Us