Hindari 15 Hal Berikut Agar Lawan Bicaramu Gak Bad Mood

Meskipun ada pesan atau panggilan yang ditunggu, melihat-lihat ponsel saat sedang berbicara dengan seseorang menunjukkan ketidakhadiran pikiran dan perasaan kita saat itu. 

Pikiran yang sering terdistraksi dengan bunyi-bunyi notifikasi atau getar ponselmu juga tidak baik bagi kemampuan kita untuk fokus terhadap suatu hal. Bahkan ada kutipan yang menyatakan bahwa "tetaplah bersama dengan seseorang yang membuat kita lupa dengan ponsel kita".

Maka hindarkan ponsel dan bunyi serta getaranya saat anda sedang bertatap muka dengan seseorang.

Secara tidak sadar terkadang kita mengatakan kata 'selalu' dan 'tidak pernah' sebagai sebuah pembenaran atau pembelaan terhadap suatu hal, utamanya wanita. Walaupun kita tidak dapat mengkalkulasi secara rinci tepatnya berapa kali suatu hal dilakukan oleh seseorang, sebaiknya menghindari dua kata tersebut.

Kata 'tidak pernah' dan 'selalu' dapat berarti menyerang lawan tutur kita dan menyudutkannya. Selain itu, walaupun mungkin benar namun terkesan berlebihan. Maka sadari dan segera ralat saja dua kata itu apabila tidak sengaja terucap, agar tuturan kita tidak terkesan menyerang atau menyudutkan orang lain.

Tak ada hal yang membuat mood seseorang down seketika lebih dari pada nada suara lawan tutur yang terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki respon hadapi atau lari saat terstimulus oleh suatu hal dan tuturan bernada tinggi cenderung menjatuhkan lawan tuturnya.

Selain itu, orang yang bernada tinggi menunjukkan ia memiliki kekuasaan yang lebih dan terdengar sedang marah kepada lawan tuturnya. Sebaliknya apabila kita menghadapi lawan tutur yang memiliki cara bicara atau budaya dengan nada bicara yang tinggi, pahami terlebih dahulu asal daerah mereka. 

Kita dapat merendahkan suara kita sehingga beberapa saat kemudian mereka pun akan menyesuaikan nada bicaranya.

Orang yang cenderung suka menyela pembicaraan lawan tuturnya menjengkelkan karena mengganggu pesan yang ingin disampaikan, memecah arah pembicaraan dan terkesan ingin berkompetisi. 

Mungkin saat kita mendengar seseorang berbicara tentang suatu topik tertentu membuat kita teringat sesuatu dan secara spontan menyela pembicaraan orang lain sehingga kita mengambil alih topik pembicaraan. 

Akan lebih santun jika kita memahami terlebih dahulu maksud perkataan lawan tutur kita. Sering menyela pembicaraan mematikan mood orang lain untuk berbicara dan enggan mendengarkan ataupun memahami pendapat kita.

Orang yang nampak ingin mengontrol hasil setiap topik pembicaraan cenderung diasingkan dari orang-orang di sekitarnya. Lebih baik kita sering-sering mengecek ego kita saat berinteraksi dengan orang lain. Karena terkadang membiarkan kontrol pembicaraan kepada lawan tutur lebih disenangi dan nampak lebih membuka diri terhadap perasaan orang lain.

Sikap negatif yang dimaksudkan ialah perilaku berpikiran tertutup yang nampak dari nada bicara, ekspresi wajah dan bahasa tubuh kita. Biasanya orang yang berpikiran tertutup tidak memberikan ruang atau tidak menerima pendapat orang lain sehingga informasi yang bersumber darinya saja yang menjadi pusat dari semua pembicaraan. 

Jika kita berpikiran terbuka dan berkeinginan untuk menerima sudut pandang orang lain perilaku atau sikap kita akan nampak memiliki pikiran yang terbuka. Selain itu dialog pun akan bersifat suportif dan saling melengkapi.

Merespon dengan diam saat diajak berbicara atau kurang berinteraksi mengarah pada kesalahpahaman lawan tutur dan membuat orang lawan tutur menjadi frustasi. Dialog yang sehat perlu melibatkan kerelaan lawan tutur dalam berpartisipasi. 

Lain halnya apabila percakapan sedang memanas, maka baiknya kita diam untuk menarik napas beberapa kali dan memperoleh ketenangan. Bahkan hendaknya kita meminta ijin untuk berhenti sejenak dari percakapan apabila memerlukan waktu lebih untuk memperoleh ketenangan tersebut.

Kalau kita tidak ingin kehilangan hubungan karena kurangnya respek dan perhatian dengan lawan tutur, sebaiknya hindari bahasa tubuh yang menunjukkan permusuhan. Bahasa tubuh yang menunjukkan permusuhan ditunjukkan dengan tangan yang menyilang, tidak ada kontak mata, serta menunjuk jari dan lain-lain.

Tak perlu selalu diri kita yang berbicara, akan lebih baik jika kita menanyakan apa yang dipikirkan dan ide lawan tutur kita tentang suatu hal yang dibicarakan. Hal ini dikarenakan selain membosankan lawan tutur, apa yang kita katakan pada diri kita sendiri tentang situasi apapun tidak selalu 100 persen akurat dan kita tidak selalu benar di awal pertimbangan ide atau asumsi kita. 

Lain halnya jika kita bertanya pendapat atau ide lawan tutur, kita dapat melihat suatu hal dari dua sisi atau lebih sudut pandang yang berlainan.

Manusia dapat melakukan kesalahan, mengucap kutukan dan sumpah serapah secara tidak sengaja. Namun nyatanya, sekali tuturan yang mengutuk dan menyumpah ini dilakukan, seseorang cenderung melakukannya berulang-kali di kemudian hari. 

Walaupun komunitas-komunitas tertentu dapat menerimanya, namun makna tuturannya akan menjadi salah tempat jika secara konstan percakapan kita dibumbui dengan bahasa-bahasa yang menyerang.

Pengambilan kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa menimbulkan kesalahpahaman dan komunikasi yang kurang baik atau kurang sehat. Begitu juga halnya dengan memberi penilaian. Gali informasi lebih dalam dan lebih jauh. 

Selalu konfirmasikan ulang. Pastikan bahwa kita berada pada kesimpulan atau pemahaman yang sama dengan lawan bicara kita.

Jika lawan tutur kita melihat diri kita apatis, kesempatan kita untuk berdamai dengan permasalahan amatlah tipis. Lakukan pendekatan dialog dengan empati yang membangkitkan perasaannya. Selain itu, pelihara atau tingkatkan harga diri lawan bicara kita.

Kadangkala sarkasme terasa membantu kita dalam menunjukkan poin yang kita maksudkan kepada seseorang. Namun bukan merupakan strategi yang baik karena merupakan mekanisme pertahanan diri yang terlalu berisiko dan membuka terlalu banyak interpretasi. Masih ada banyak cara lain selain sarkasme untuk dapat menyampaikan maksud pesan kita.

Terdapat kekuatan yang besar dari perilaku berterimakasih. Upayakan selalu mengucapkan terima kasih atas waktu dan kontribusi lawan bicara setelah bercakap-cakap. Terlebih jika seseorang telah membantumu dengan tulus. Jangan sampai orang lain mempertanyakannya atau menilai kita tidak tahu terima kasih.

Membesar-besarkan suatu sisi cerita dari sudut pandang kita dan menguasai pembicaraan akan mengarah pada rusaknya komunikasi. Baiknya tetap mengkomunikasikan fakta dan hanya fakta saja yang dibicarakan.