6 Ilusi Informasi yang Bikin Doomscrolling Tanpa Henti

- Ilusi "masih ada yang lebih penting di bawah" membuat kita terus menggulir layar tanpa henti, meskipun informasi tambahan tidak selalu bermanfaat.
- Ilusi ketertinggalan informasi menekan kebutuhan untuk tetap terhubung dengan berita dan tren viral, menciptakan kecemasan yang tidak pernah terbayar.
- Ilusi kontrol atas kekacauan dunia memberi sensasi palsu bahwa semakin banyak kita membaca, semakin siap kita menghadapi situasi yang kacau, padahal ini hanya ilusi.
Doomscrolling bukan hanya kebiasaan buruk, tapi menjadi fenomena psikologis yang dipicu oleh cara otak manusia memproses informasi, terutama informasi negatif. Tanpa kita sadari, ada sejumlah ilusi informasi yang membuat kita merasa perlu terus menggulir layar. Tak sekadar menggulir layar, kita seakan-akan merasa harus mencari sesuatu yang belum tentu dibutuhkan.
Ilusi-ilusi ini bekerja halus, namun dampaknya cukup besar. Waktu habis, emosi terkuras, dan pikiran jadi penuh kepanikan yang sebenarnya tak selalu relevan dengan hidup kita sehari-hari. Kalau kamu mulai terjebak pada kebiasaan buruk ini, baca artikel sampai habis, ya! Berikut enam ilusi informasi yang bikin doomscrolling tanpa henti.
1. Ilusi "masih ada yang lebih penting di bawah"

Kita sering merasa bahwa hal besar berikutnya mungkin tersembunyi di beberapa guliran layar paling bawah. Ini adalah ilusi yang memaksa kita untuk terus menelusuri linimasa tanpa henti. Konten yang disusun secara terstruktur berperan besar dalam menciptakan perasaan bahwa selalu ada informasi yang tidak boleh dilewatkan.
Kita merasa terikat secara emosional untuk terus menggulir. Padahal, sebagian besar informasi tambahan yang kita temukan setelah guliran ke sekian kali tidak lagi menambah wawasan bermakna. Namun, otak terjebak dalam pola reward tak terduga, membuat gerakan jempol terasa otomatis.
2. Ilusi ketertinggalan informasi

FOMO bukan hanya tentang acara seru yang tidak kita datangi. Ini juga berlaku untuk informasi. Ketika banyak orang membicarakan berita tertentu, skandal baru, atau tren viral, kita merasa harus tetap berada di arus informasi agar tidak dianggap kudet.
Ilusi ini menekan kebutuhan dasar kita untuk menjadi bagian dari komunitas. Tentunya membuat kita takut jika berhenti scrolling maka akan tertinggal. Ilusi ini menciptakan kecemasan yang tidak pernah terbayar, karena mustahil bagi manusia untuk benar-benar selalu tahu.
3. Ilusi kontrol atas kekacauan dunia

Saat dunia terasa tidak menentu, kita mungkin merasa bahwa mengetahui setiap perkembangan berarti memiliki sedikit kontrol. Doomscrolling memberi sensasi palsu bahwa semakin banyak kita membaca, semakin siap kita menghadapi situasi yang kacau. Namun yang sangat disayangkan, ternyata ini tidak lebih dari sebuah ilusi.
Informasi tambahan tidak selalu berarti kendali lebih baik. Malah, sering kali informasi berlebihan memperbesar rasa cemas dan membuat kita semakin kewalahan. Perasaan tahu lebih banyak memberi ilusi ketenangan, padahal sebenarnya yang terjadi adalah peningkatan stres.
4. Ilusi sedang belajar sesuatu

Doomscrolling sering dikira sebagai aktivitas produktif karena melibatkan membaca dan mengonsumsi informasi. Otak kita merasa sedang belajar sesuatu atau menjadi lebih pintar. Padahal banyak dari informasi yang kita konsumsi sifatnya dangkal, bahkan tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Ilusi ini membuat kita percaya bahwa waktu yang dihabiskan untuk scrolling tidak sia-sia. Nyatanya, kita lebih sering kehilangan fokus dan malah mengorbankan waktu untuk aktivitas yang benar-benar menambah kualitas hidup. Kegiatan membaca buku, beristirahat, atau terlibat dalam percakapan bermakna justru terabaikan.
5. Ilusi kepuasan dari keterhubungan

Media sosial memberikan perasaan bahwa kita selalu terhubung dengan dunia dan orang lain. Ketika doomscrolling, kita merasa sedang mengikuti seluruh arus di lingkungan sosial. Namun, ini adalah bentuk keterhubungan yang dangkal dan sekadar ilusi. Kita mungkin melihat banyak, tetapi tidak benar-benar terlibat atau terhubung secara emosional.
Ini adalah hubungan satu arah, di mana kita menjadi konsumen pasif. Ironisnya, semakin banyak melihat konten negatif, semakin terputus pula kita dari diri sendiri. Karena energi mental terkuras untuk hal-hal yang tidak bisa kita kontrol atau ubah.
6. Ilusi berhenti setelah scroll terakhir

Tanpa sadar kita kerap scrolling media sosial secara berlebihan. Kita berpikir, “habis ini scroll terakhir,” atau “cuma lima menit lagi”. Padahal kenyataannya waktu berjalan jauh lebih cepat dari yang kita sadari.
Platform digital dirancang untuk membuat batas waktu terasa kabur. Scrolling tak berujung menjadi perangkap psikologis yang sulit dihentikan. Ilusi ini membuat kita merasa masih memegang kendali atas penggunaan waktu. Kita baru sadar ketika jam sudah berlalu, mata lelah, dan pikiran terasa penuh dengan informasi yang tidak perlu.
Doomscrolling terjadi bukan karena kita lemah, tetapi karena informasi yang disajikan secara digital dipenuhi ilusi. Rasa ingin tahu, rasa takut tertinggal, dan kebutuhan akan kontrol telah memengaruhi segalanya. Setelah mengenali enam ilusi informasi yang bikin doomscrolling tanpa henti, kita bisa mulai membangun jarak, menciptakan batas, dan kembali mengambil alih kendali atas cara kita berinteraksi dengan dunia digital.



















