ilustrasi pernikahan (Pixabay.com/StockSnap)
Pernikahan Qabil dan Habil dengan masing-masing saudara perempuan mereka, dilakukan secara bersilang. Dalam hal ini, Qabil akan menikah dengan saudari kembar Habil, yaitu Labuda dan Habil akan menikahi Iqlima.
Terkait perjodohan tersebut, Qabil tidak bisa menerimanya. Ia lebih ingin bersama saudari kembarnya sendiri karena parasnya yang lebih rupawan daripada Labuda. Bahkan, tatkala mengutarakan penolakannya, Qabil tak segan melontarkan kata-kata yang kurang pantas kepada ayahnya.
"Saya lebih berhak untuk Iqlima dan Habil pun lebih berhak dengan saudari perempuan sekandungnya. Ketentuan ini sebenarnya bukan dari Allah, melainkan hanya akal-akalanmu (Adam) saja!" (Al-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 204).
Nabi Adam AS sangat bingung dalam menyikapi hal tersebut. Sekalipun aturan tersebut merupakan ketentuan dari Allah, di saat yang sama, ia juga tak ingin bertindak dengan cara memaksa anak-anaknya agar menerima pasangan masing-masing.
Akhirnya, sebagai jalan tengah, Nabi Adam pun menyuruh kedua putranya untuk berkurban.
"Nabi Adam berkata, '(Lakukankalah) dengan kurban. Siapa saja yang kurbannya diterima (oleh Allah), dia lebih berhak untuk mendapatkan yang baik (Iqlima)'." (Al-Qurthubi, 2003 M: VI/134).
Setelah diperintahkan oleh sang ayah untuk melakukan kurban, Qabil dan Habil setuju untuk melakukannya. Praktik kurban Qabil dan Habil ini pun menjadi yang pertama yang dilakukan oleh manusia.