Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal Sorry Habit yang Jadi Senjata Merusak Diri, Kok Bisa?

Ilustrasi hubungan (freepik.com/freepik)
Ilustrasi hubungan (freepik.com/freepik)

Belakangan ini istilah sorry habit semakin sering dibicarakan, yaitu kebiasaan meminta maaf secara berlebihan meskipun situasinya tidak benar-benar memerlukan permintaan maaf. Meminta maaf tentu merupakan hal yang baik, tetapi jika dilakukan tanpa memahami konteks, kebiasaan ini dapat berubah menjadi sesuatu yang justru merugikan diri sendiri. Kata “maaf” menjadi refleks otomatis, bukan lagi bentuk empati atau tanggung jawab.

Dalam jangka panjang, sorry habit membuat seseorang merasa harus menyenangkan semua orang dan takut mengganggu siapa pun. Batas pribadi perlahan memudar, keberanian untuk menyampaikan pendapat melemah, dan rasa percaya diri ikut terkikis. Untuk memahami mengapa kebiasaan ini muncul, mari kita telaah lebih jauh!

1. Berangkat dari rasa takut dinilai salah

Ilustrasi hubungan
Ilustrasi hubungan (freepik.com/Drazen Zigic)

Banyak orang terbiasa meminta maaf terlalu sering karena takut dianggap salah atau menimbulkan ketidaknyamanan. Kata “maaf” terasa seperti perisai yang aman untuk menghindari kritik atau konflik sehingga keluar tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Kebiasaan ini membuat seseorang tampak ragu pada dirinya dan kurang yakin pada pendapat yang sebenarnya ingin ia sampaikan.

“Meminta maaf secara berlebihan sebenarnya tidak jauh berbeda dari memberi pujian secara berlebihan: kamu mungkin merasa sedang menunjukkan bahwa dirimu orang yang baik dan peduli, tetapi sebenarnya kamu justru mengirimkan pesan bahwa kamu kurang percaya diri dan tidak efektif," tutur Beverly Engel, Psikoterapis dan penulis The Power of an Apology, dikutip dari Forbes.

Seiring waktu, rasa takut tersebut dapat membatasi kemampuan seseorang untuk mengutarakan kebutuhan atau batasan pribadi. Ia memilih diam atau mengalah meski sebenarnya tidak melakukan kesalahan apa pun.

2. Buruk bagi penerima maupun pemberi

Ilustrasi hubungan (pexels.com/Vera Arsic)
Ilustrasi hubungan (pexels.com/Vera Arsic)

Kebiasaan meminta maaf berlebihan dapat membuat pesan utama tidak tersampaikan dengan jelas. Lawan bicara mungkin merasa bingung, canggung, atau bahkan menganggap permintaan maaf tersebut berlebihan. Akibatnya, kata “maaf” kehilangan makna pentingnya. Di sisi lain, individu yang terlalu sering meminta maaf dapat menanamkan perasaan bersalah yang tidak perlu dalam dirinya.

“Meminta maaf terlalu sering dapat merusak rasa percaya diri dan mengikis harga diri, karena setiap ‘maaf’ yang tidak perlu justru memperkuat keyakinan bahwa diri kita tidak cukup baik," tutur Dr. Guy Winch, Psikolog klinis, dikutip dari Richwoman.

Jika dibiarkan, pola ini dapat melemahkan harga diri dan membuat seseorang merasa bahwa kehadirannya selalu merepotkan. Pada akhirnya, kebiasaan tersebut memengaruhi cara ia memandang dirinya sendiri.

3. Membuat hubungan jadi tidak seimbang

Ilustrasi hubungan (freepik.com/freepik)
Ilustrasi hubungan (freepik.com/freepik)

Dalam hubungan pertemanan, keluarga, maupun pekerjaan, sorry habit dapat menciptakan pola interaksi yang tidak seimbang. Seseorang yang terlalu sering meminta maaf cenderung terus mengalah, sedangkan orang lain tanpa sadar mengambil peran dominan. Kondisi ini membuat hubungan menjadi melelahkan dan tidak sehat.

Selain itu, kebiasaan ini membentuk kesan bahwa kita tidak memiliki pendirian yang kuat. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah keinginan untuk menjaga kenyamanan orang lain. Untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat, penting bagi kita belajar mengungkapkan pendapat secara jelas tanpa selalu mendahuluinya dengan permintaan maaf.

Sorry habit bisa jadi kebiasaan kecil yang perlahan menguras diri kalau tidak disadari. Dengan mengenal polanya, kita bisa belajar menetapkan batas dan bicara lebih jujur tentang apa yang kita butuhkan. Pada akhirnya, maaf yang tepat justru membuat hidup lebih ringan dan hubungan lebih sehat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima Wima
EditorPinka Wima Wima
Follow Us

Latest in Life

See More

Karier yang Cocok untuk Shio Kelinci, Punya Sisi Kreativitas

12 Des 2025, 11:00 WIBLife