5 Fakta Normalcy Bias, Fenomena Cenderung Mengabaikan Risiko!

Pernahkah kamu merasa "ah, pasti aman-aman aja" saat melihat awan gelap dan mendung, tapi tiba-tiba hujan deras turun? Atau saat kamu mengabaikan peringatan gempa karena "biasanya juga nggak terjadi apa-apa"? Nah, fenomena ini bisa jadi karena Normalcy Bias.
Normalcy Bias adalah kecenderungan untuk meremehkan kemungkinan atau dampak dari suatu peristiwa negatif. Kita cenderung berpikir bahwa segalanya akan terus berjalan normal, bahkan saat ada tanda-tanda bahaya yang jelas. Hal ini bisa berbahaya, lho, karena bisa membuat kita terlambat bersiap dan mengambil tindakan saat situasi darurat.
Normalcy Bias bukan hanya perasaan biasa, tapi memiliki dampak yang nyata. Berikut beberapa fakta menarik tentang fenomena ini. Yuk, simak!
1. Normalcy Bias menyebabkan kepatuhan terhadap rutinitas

Normalcy Bias membuat orang cenderung bertindak seolah-olah segalanya akan terus berjalan seperti biasa, bahkan di hadapan peringatan atau bukti yang jelas tentang bahaya yang akan datang. Ini bisa menyebabkan kurangnya persiapan yang memadai dalam menghadapi bencana alami, kecelakaan pasar, atau bencana yang disebabkan oleh kesalahan manusia.
Kepatuhan terhadap rutinitas ini dapat berakibat fatal karena mengabaikan tanda-tanda awal peringatan dapat meningkatkan risiko kerugian yang lebih besar.
Di sisi lain, kepatuhan ini juga mencerminkan kebutuhan manusia akan stabilitas dan prediktabilitas. Kita sering kali mencari kenyamanan dalam rutinitas karena memberikan rasa kontrol atas lingkungan kita. Namun, ketika situasi memburuk, kepatuhan ini dapat menghalangi kita dari mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
2. Normalcy Bias dipengaruhi oleh berbagai faktor

Beberapa faktor yang berkontribusi pada Normalcy Bias termasuk kelekatan pada keyakinan saat ini, kebutuhan akan informasi, pengaruh sosial, dan resistensi terhadap perubahan. Misalnya, dalam situasi darurat, orang mungkin kesulitan mengubah keyakinan mereka karena bias konfirmasi.
Kita cenderung menginterpretasikan pesan yang ambigu sesuai dengan keyakinan kita, yang dapat menghambat kemampuan kita untuk merespons dengan cepat dan tepat.
Selain itu, kebutuhan akan informasi lebih lanjut sering kali menyamar sebagai penundaan yang disebabkan oleh Normalcy Bias. Ketika orang tidak cukup terinformasi tentang potensi bahaya, mereka tidak dapat sepenuhnya memahami konsekuensinya. Ini dapat menyebabkan penundaan dalam mengambil tindakan pencegahan atau mengatasi situasi dengan efektif.
3. Normalcy Bias memiliki dampak pada keputusan

Normalcy Bias dapat mempengaruhi bagaimana kita membuat keputusan, terutama dalam situasi yang menekan atau tidak pasti. Kecenderungan untuk berpikir normal membuat kita kurang siap untuk bencana atau bencana alam. Dalam konteks pengambilan keputusan, ini dapat menyebabkan penilaian yang salah dan keputusan yang tidak efektif, yang pada gilirannya dapat memperburuk situasi.
Dampak ini tidak hanya terbatas pada individu; ia juga mempengaruhi organisasi dan masyarakat secara keseluruhan. Ketika pemimpin dan pembuat keputusan terpengaruh oleh Normalcy Bias, mereka mungkin gagal mengkomunikasikan risiko dengan jelas atau mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi masyarakat.
4. Normalcy Bias menghambat adaptasi dan ketahanan

Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru dan menyambut perubahan adalah komponen penting dari pengembangan pribadi dan ketahanan. Normalcy Bias dapat mempengaruhi kapasitas kita untuk membuat rencana dan mengatur visi kita untuk masa depan. Ini dapat menghambat inovasi dan kemajuan, karena kita menjadi terlalu nyaman dengan status quo.
Selain itu, ketahanan terhadap perubahan dapat membuat kita rentan terhadap kejutan dan gangguan. Dalam dunia yang terus berubah, fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat menjadi semakin penting.
Normalcy Bias dapat membatasi kemampuan kita untuk merespons dengan cepat dan efektif terhadap perubahan yang tak terduga.
5. Normalcy Bias memiliki tiga fase respons

Menurut Amanda Ripley, penulis buku The Unthinkable: Who Survives When Disaster Strikes – and Why, ada tiga fase respons yang umum pada orang dalam bencana: penolakan, pertimbangan, dan momen keputusan.
Fase penolakan adalah ketika orang cenderung menyangkal bahwa bencana sedang terjadi. Ini membutuhkan waktu bagi otak untuk memproses informasi dan mengenali bahwa bencana adalah ancaman.
Fase pertimbangan adalah ketika orang harus memutuskan apa yang harus dilakukan. Jika seseorang tidak memiliki rencana yang sudah disiapkan, ini bisa menjadi masalah serius karena efek stres yang mengancam jiwa pada tubuh (misalnya penglihatan terowongan, eksklusi audio, dilatasi waktu, pengalaman di luar tubuh, atau penurunan keterampilan motorik) membatasi kemampuan seseorang untuk mempersepsi informasi dan membuat rencana.
Ripley menegaskan bahwa dalam fase terakhir, yang disebut momen keputusan, seseorang harus bertindak dengan cepat dan tegas. Kegagalan untuk melakukannya dapat mengakibatkan cedera atau kematian.
Normalcy Bias memang terasa seperti musuh tersembunyi, ya? Kita semua bisa terjebak dalam pola pikir ini, dan itu bisa berbahaya. Tapi, dengan memahami apa itu Normalcy Bias dan bagaimana pengaruhnya, kita bisa menjadi lebih waspada dan siap menghadapi situasi darurat. Semoga bermanfaat!