Selain Inovatif, Indonesia Butuh Pemimpin Muda yang Peduli Lingkungan

ID Next Leader adalah non-profit organization yang berusaha menyediakan support system bagi para pemimpin masa depan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, karakteristik  kepemimpinan adalah orang-orang yang adaptif, bekerja cepat, inovatif, dan selalu mencoba hal-hal baru. 

Menurut Ferro, Indonesia saat ini ada perubahan baru. Ketika pemimpinnya muda, maka yang level di bawahnya juga terdiri dari anak-anak muda yang kerjanya cepat dan inovatif. Oleh karena itu, komitmen ID Next Leader menjadi ruang aksi-kolaborasi untuk menciptakan calon-calon pemimpin Indonesia di masa mendatang.

Tiga visi ID Next Leader yaitu mencari pemimpin muda dalam sembilan sektor nasional; menyediakan akses mentoring kepada para pemimpin muda; dan menyampaikan ide pemimpin muda ke pemangku kebijakan, baik lokal, nasional, dan internasional. 

Sembilan sektor yang dimaksud di antaranya lingkungan hidup, energi, IT, pendidikan, polhukam, seni-budaya, jurnalisme, ekonomi kreatif-pariwisata, dan bisnis-investasi.

“Di masa depan akan ada sembilan sektor yang menjadi fokus bangsa Indonesia. Dan nomor dua diduduki oleh energi. Kalau kita bicara energi, kita juga bicara fosil. Karena fosil lama-kelamaan keberadaannya akan habis,” kata Ferro.

Di akhir pemaparannya, disebutkan bahwa ID Next Leader adalah salah satu cara mengubah Indonesia dengan cara men-supply talenta-talenta bagus. Karena itu, ID Next Leader telah menyediakan tiga hal, meliputi peran 37 dewan mentor yang merupakan tokoh-tokoh hebat yang berasal dari berbagai bidang/skill. Kedua, berjejaring dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan tipe, dan berjejaring dengan para pengambil kebijakan.

Konteks kata ‘muda’ yang ditafsirkan CO-Founder Forum Energi Muda, Faelasufa, pada kesempatan yang sama itu yakni bukan sekadar dilihat dari usia, namun semangat dan pemikirannya. Faelasufa mengimbau kepada para peserta diskusi yang didominasi milenial itu untuk mulai beralih menggunakan energi yang ramah lingkungan.

“Keberadaan batu bara masih 50% ada di daerah sekitar kita, padahal membakar batu bara akan menghasilkan CO2. Oleh sebab itu, kita dari sekarang harus lebih aware terhadap isu ini untuk generasi ke depannya. Perubahan bisa dilakukan mulai dari diri sendiri dengan menggunakan energi yang ramah lingkungan. Misalkan menggunakan renewable energy. Batu bara memang masih dibutuhkan, tetapi sebaiknya bisa dikurangi,” tutupnya.